#32. Afraid

42 7 0
                                    

Rian kembali ke dalam kelas. Tubuhnya terasa rusak, kepala pusing, mendadak anemia. Bila dia berada di dunia manusia pasti Rian langsung cabut balik ke rumah meninggalkan tas. Bodo amat. Soal buku LKS pelajaran rusak. Rian lebih pilih menyelamatkan diri ketimbang seonggok buku tebal hanya berisi lembaran kertas tak berguna.

Pandangan Rian mulai kabur.

Kali ini, Rian benar-benar kewalahan.

Semua gara-gara ibu-ibu pelacur. Kalau saja dia tak sengaja menjatuhkan suntikan serum ke kolong meja, pasti Nirai tidak menyerangnya. Simon tidak akan ikut campur urusannya. Dan luka di tangannya pasti cepat sembuh. Mungkin ini tidak akan terjadi. Ah! Waktu telah berlalu.

"Aku harus pulang. Sekarang jadwal keberangkatan kereta api terakhir." Rian bicara sendiri, setelah mengambil tas di bangku.

Dia merasakan hawa keberadaan lain.

"KE...TEMU" bisik Simon.

Rian berbalik, Simon berada di belakangnya.

Dalam sekejap mata, Simon mencekik Rian, mengangkat badan Rian dengan riang.

"Le-paskan."

Simon melempar Rian ke samping, punggungnya mengenai papan tulus sangat keras sampai menciptakan kubah besar ke tembok.

Rian jatuh tersungkur, terbatuk-batuk, mencoba membangkitkan diri.

Simon melangkah, mendekatinya, menjambak rambut Rian.

"Kenapa kau tinggalkan aku sendirian?"

Dia melepaskannya, kemudian menendang perut Rian terpental jauh ke langit-langit lalu mendarat ke lantai.

Rian berusaha bangkit.

"Bisa-bisanya manusia masih merangkak. Setelah aku menghajarmu."

Simon berjalan, tanpa ampun dia menendang wajah Rian seperti bermain sepak bola.

Rian terpojok, kali ini dia babak belur.

"Mana kebanggaan negeri sampah darimu?!" Simon menekan dada Rian dengan kaki kanan.

Rian berteriak kesakitan, mencoba menyingkirkan kaki Simon di atas dada.

"Semua salahmu. Kau telah membuatku marah."

"Aarg-! Le-lepaskan aku."

"Untuk apa? Karena aku menghisap darahmu, kau marah?"

Rian menggeleng.

"Apa kau rivalku kau menjauhiku?!" Simon mulai menekan kakinya.

"Ti-dak!"

"Lalu berikan alasanmu padaku agar aku berhenti mendekatimu. Selama ini, aku selalu sendirian, aku tidak punya teman bicara termasuk Jack. Atau bermain, menjahili orang, menghabiskan waktu bersama teman. Namun berkatmu, aku dapat menyampaikan perasaan secara blak-blakan walaupun caraku sedikit kasar. Karenamu, aku berhenti memikirkan Kagome. Berkelahi denganmu dan diberikan ceramah oleh ibuku aku bisa duduk disebelahmu. Sangat menyenangkan. Ne~! Aku menyukaimu, loh!"

Simon menekan dada Rian sangat keras, membuat tulang rusuk Rian semakin retak.

"Aku menyukaimu sebagai musuhku. Rivalku. Temanku..." wajah Simon mulai memerah. Menggigit bawah bibirnya.

"Pu-lang."

"Hah?"

"Aku mau pu...lang." Rian muntah darah. "Biarkan aku pergi. Aku akan memberikan apapun yang kau mau. Le-lepaskan aku."

Simon mengepalkan tangan erat-erat. Merapatkan gigi geraham.

Dia mencekik leher Rian.

Aku kesulitan bernapas, umpat Rian. Siapa saja to-tolong aku.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang