Psycho In Love

#4. Bangun

Simon terbangun, dan menatap langit-langit ruangan. Dia berada di ruangan UKS, Simon tidak terkejut dengan tirai putih yang membatasi tempat tidur lain, dan sesosok bayangan seorang perawat.

Lekukan tubuh terlihat menonjol, pakaiannya begitu ketat cukup menggoda siswa yang sengaja bolos atau pura-pura sakit perut.

“Sebentar lagi aku akan pulang” pelan Simon, lalu memejamkan mata sejenak.

Seseorang masuk ke ruang UKS, dia sedang membawa sebuah kotak. Perawat itu membantunya mengangkat kotak dan menaruhnya di atas meja. Simon memperhatikan bayangan yang membawa kotak tersebut, dia tidak seperti penjaga sekolah yang Simon lihat.

“Bu, dia masih belum bangun?” tanya seorang murid.

“Belum, tampaknya dia sakit parah,” cemas perawat. “Di mana kamu bertemu temanmu?” tanya perawat, sambil menaruh beberapa peralatan medis ke kotak P3K.

“Dia bukan temanku. Aku hanya menemukannya, tergeletak di lorong kelas. Tangisannya membuat gendang telingaku sakit, dia menangis seperti bayi besar. Aku harap dia masih tidur saat aku membicarakan tentangnya.” Ucap murid itu.

Dia duduk di kursi plastik, lalu memandang langit sore.

Hari segera menjelang malam, perawat sedang memberikan sebuah suntikan untuknya. Sementara Simon pergi meninggalkan ruangan UKS tanpa sepengetahuan mereka.

Wajah Simon merah-dadu, “bayi besar” kesal Simon, dia merapikan tas di punggung. “Kesal, kesal, kesal” teriak Simon, dia berjalan melewati kuburan kuno.

Pepohonan yang rindang, menyelimuti batu nisan desain villa, sedangkan semak belukar mirip seperti pagar.

Sebenarnya Simon tidak melewati kuburan kuno, kawasan yang Simon datangi merupakan wilayah kekuasaan kaum Lightmare.

Simon berlari melewati padang rumput yang basah, lalu membuka pintu pagar besi tua dan berkarat. Dia mengambil napas panjang dan menenangkan diri, saat dia berada di teras rumah. Simon berencana minum obat dan beristirahat untuk malam ini.