#17. Terjebak

76 10 0
                                    

Senin, 16 Mei xxxx

Lelaki vampire menatap manusia itu menggandong tas di punggungnya, keluar kelas.

"Selamat tinggal, Simon."

Entah mengapa manusia yang dibenci Simon langsung berhenti, merasakan bahunya sakit dipegang oleh lelaki vampire.

"Masuk kelas...." Simon berseru marah.

"Baiklah, lepaskan aku. Kamu menyakitiku."

Dia melipat tangan, menatap sinis. "Heee.... Tukang bolos. Ayo, masuk kelas. Sebentar lagi pelajaran ke-8 akan segera dimulai."

"Terserah kamu saja. Aku mau. Ah~tidur." Rian menjelaskan dengan menguap. Lelah.

"Baru datang masa bobo. Sifat malasmu sungguh dibatas kewajaran. Seharusnya kamu sudah di keluarkan dari sekolah ini sejak kamu bolos lebih dari sebulan. Kamu adalah anak bodoh tak mempedulikan ekonomi kedua orang tuamu sendiri. Sepatutnya kamu bersyukur masih bisa sekolah-" Simon menjelaskan perlahan.

Manusia itu berlalu. Merentangkan kedua tangan ke atas, tak peduli yang Simon bicarakan.

"Iya. Iya. Aku mengerti."

Rian menguap untuk beberapa kali, matanya lebih berat dari biasanya. Mengharapkan sebuah tempat yang cocok mengisi waktu tidur siang. Tapi, Simon mencegah itu semua. Ia mencengkram pundak Rian lebih keras.

"Simon... Bahuku sakit."

Vampire muda selalu membuat ulah di mana pun ia berada tak mendengarkan, mengucapkan satu kata yang terdengar mengancam.

"Masuk!!!"

***

Pelajaran ke-8 telah selesai, di gantikan kesibukan masing-masing setiap anak sekolah; merapihkan tempat, mengambil alat tulis ke dalam tas, jadwal piket kebersihan. Vampire muda itu menatap anak sekolah di lapangan sekolah, hendak pulang, dari balik jendela. Kagome dan temannya sedang merencanakan mengunjungi ke suatu tempat. Simon tak percaya ia akan putus dengan murid cewek kece, paling populer di sekolah ini dalam seminggu. Lalu bagaimana nasib Kagome sebagai status lajang? Ia berpacaran dengan sahabat karib Simon sejak kecil, yaitu Jack.

"Menyebalkan... Aku mau pulang."

Rian, teman sebangku Simon terlihat lesu dari sebelumnya, menenggelamkan wajahnya ke meja usang penuh corat-coret keburukan Rian. Yang pasti, Simon tidak melakukan hal kecil tersebut mengotori kuku jari tangan sendiri. Melainkan orang lain yang sengaja melakukannya dengan niatan menyakiti perasaan Rian. Akan tetapi, Rian tidak mempedulikan hal itu. Toh! Dia belum pernah mengganti meja itu selama berminggu-minggu dengan yang meja lebih bersih dan layak pakai.

"Hei! Waktunya pulang" kata Simon.

Rian tak menjawab.

Sudahlah. Setidaknya vampire itu sudah memberitahukannya untuk segera pulang.

Pada saat Simon keluar dari kelas, ia khawatir dengan Rian yang tidak merespon dengan cepat. Tak pikir panjang ia menggeleng kepala, mengenyahkan semuanya, dia harus memikirkan diri sendiri seperti dulu. Langkah demi langkah Simon menuruni anak tangga, pikirannya berpacu kepada Rian.

Apa dia tidur? Pikir Simon.

Simon diam, masih berdiri di tempatnya. Bayangan Rian tak bisa lepas dari benaknya. Padahal Simon tak mengenal Rian dengan baik, menjadi teman. Hanya teman sebangku itu saja.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang