26 (hari raya)

655 72 105
                                    

Idul Fitri tiba, hari kemenangan yang dinantikan oleh seluruh umat Muslim di seluruh dunia setelah sebulan penuh berpuasa. Keceriaan menyelimuti udara pagi itu, dan suasana terasa berbeda. Fahri sudah siap dengan baju koko putih yang bersih, peci hitam yang tampak rapi, serta sarung berwarna biru yang melilit di pinggangnya.

"Lebaran kali ini semua serba baru ya, dari atas sampai bawah, bahkan dalaman aku juga!" Ucap Fahri dengan semangat, sambil tersenyum bangga melihat penampilannya di depan cermin.

"Alhamdulillah, terima kasih atas nikmat-Mu, Ya Allah," Fahri menambahkan dengan khusyuk, mengingat betapa banyak berkat yang telah ia terima.

Tiba-tiba, suara Roy terdengar dari luar kamar. "Ri! Ayo ke masjid!" pekik Roy, suaranya penuh semangat dan kegembiraan.

"Iya, Bang!" jawab Fahri, langsung menyambar sarungnya dan bergegas keluar kamar. Ia tidak sabar untuk menjalani shalat Idul Fitri bersama keluarganya.

Fahri keluar dari rumah dengan langkah cepat, disusul oleh Roy yang sudah menunggu di depan. Keluarga mereka berjalan kaki menuju masjid, diiringi oleh riuh suara takbir yang semakin mendekat. Selama perjalanan, Fahri menyapa tetangga-tetangganya yang juga berbondong-bondong menuju masjid.

"Selamat Idul Fitri, Pak!" ucap Fahri sambil tersenyum lebar kepada tetangganya yang sedang berjalan ke arah yang sama.

"Selamat Lebaran, Ri! Semoga menjadi pribadi yang lebih baik," jawab tetangganya dengan hangat.

Fahri merasa bahagia, melihat semua orang bersatu dalam kegembiraan yang sama. Meskipun sederhana, perjalanan ke masjid kali ini terasa penuh makna, penuh dengan kebersamaan, dan rasa syukur yang mendalam. Hari kemenangan ini, bagi Fahri, adalah momen yang tidak hanya tentang pakaian baru, tetapi tentang kesempatan untuk memperbaiki diri dan semakin dekat dengan Allah.

Dengan penuh semangat dan kebahagiaan, mereka semua melangkah bersama menuju masjid, siap merayakan hari kemenangan dengan penuh suka cita.

Setelah selesai shalat Idul Fitri, Fahri dan keluarga berkeliling komplek untuk saling meminta maaf, mengikuti tradisi yang sudah menjadi kebiasaan. Tak lama setelah itu, Fahri yang sudah tak sabar, langsung berlari pulang ke rumah untuk menikmati hidangan opor yang sudah menanti.

Setibanya di rumah, Fahri buru-buru melepas baju koko putihnya. "Gak mau deh, nanti kotor dengan kuah opor," ucapnya, sambil melepas pakaian dan duduk dengan nyaman.

Roy yang sudah duduk di meja makan tak jauh dari Fahri, melihat keadaan perut Fahri yang sudah membuncit. "Itu perutnya udah buncit juga," candanya.

"Biarin!" seru Fahri, santai menikmati makanannya.

Mereka berdua tampak asyik dan tenang menikmati opor ayam yang lezat, tanpa peduli dengan apa pun. Melihat hal itu, Angelina dan Angelo yang duduk di sisi lainnya tidak bisa menahan tawa.

"Kalian berdua gak mau minta maaf sama daddy dan mommy?" tanya Angelo, sambil tersenyum.

"Oh, lupa!" teriak Fahri seraya buru-buru menaruh piringnya dan memakai kembali baju koko miliknya. Dengan cepat, ia berjalan menghampiri Angelina dan Angelo, mencium tangan mereka satu per satu.

"Maafkan Fahri ya, daddy, mommy, kalau selama ini menyusahkan dengan permintaan Fahri yang aneh-aneh," ucap Fahri dengan tulus.

"Sini, mom cium," ucap Angelina, sambil membuka tangan.

Fahri mendekat dan menerima ciuman dari Angelina dan Angelo di kedua pipinya. Namun, Roy yang duduk agak jauh malah kabur saat Angelina mencoba mencium pipinya.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang