what actually happened?

2.7K 389 38
                                    

Pemandangan siang ini cukup menarik perhatian Jana, gadis cantik tengah berlari mengitari lapangan dengan sorakan-sorakan yang mengiringinya. Banyak siswa yang kelasnya di lantai dua, berkumpul di koridor dan menyoraki gadis itu dari atas, "Jalang!" itu salah satunya yang bisa didengar Jana.

Semuanya nampak kesal, tak terkecuali siswa laki-laki. Gadis itu masih berlari, walau sampah dan berbagai kertas dilemparkan padanya. Kenapa orang-orang memperlakukannya seperti ini?

Kala mendekati Jana, tapi Jana tak akan bertanya, karna sudah hapal betul apa jawaban Kala nantinya. Lelaki itu tak akan memberitahu Jana yang sebenarnya terjadi, membiarkan Jana dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban.

Jana mendekati Yona dan Jazlyn, siapa tau ada secercah gosip yang ia dapatkan. "Itu kenapa sih dia?" Tanya Jana.

Yona dan Jazlyn menoleh, "Gak bikin tugas."

Apa-apaan ini, hanya tidak membuat tugas sampai segininya. Jana jadi ngeri sendiri, dengan sekolah ini. Padahal kesan pertamanya dengan sekolah ini sangat bagus, tapi setelah tiga hari disini banyak keanehan-keanehan yang terjadi.

"Masa cuma gak bikin tugas sampe segininya?"

Dua gadis itu mengangkat bahu tidak tau, sepertinya semua orang memang tak akan menjawab pertanyaan Jana seputar sekolah ini dan keanehannya. Lalu Jana mendekati Kala lagi.

"Namanya siapa sih?" Jana bertanya tanpa menatap Kala.

Kala menghela nafas, "Raysa."

Tampang bingung Jana tak bisa lagi ia sembunyikan, "Masa katanya karna gak bikin tugas sampe dihukum begitu." Jana kasihan pada gadis yang bernama Raysa. Seharusnya dia tidak dipermalukan seperti ini.

Kala tak merespon, matanya beralih kesamping kiri dimana Hadif dengan bersidekap dada menatap datar ke tengah lapangan, lalu disebelah lelaki itu ada Hanif dengan tampang serupa, tak lama dari itu keduanya masuk kembali ke kelas membuat yang lain ikut masuk mengikuti.

Kala berbisik pada Jana, "Itu salah satu konsekuensi yang harus dia tanggung." setelahnya Kala berbalik masuk ke kelas meninggalkan Jana dengan seribu pertanyaan tentang kesalahan apa sebenarnya yang gadis itu lakukan sampai menerima konsekuensi seperti ini.

"Gue ada urusan bentar, lo duluan aja." Kala hendak berlalu meninggalkan Jana, namun segera dicekalnya tangan lelaki itu.

"Gue boleh ikut?"

"Gak." Kala menarik tangannya, dan langsung berjalan mendahului Jana, baru beberapa langkah lelaki itu berbalik, "Langsung ke kelas, jangan kemana-mana lagi."

Jana tak menjawab, hanya memandang Kala dengan bibir cemberutnya. Jana kan pengen ikut. Makin kesini, Kala makin misterius saja kalau Jana liat-liat.

Tak mengindahkan peringatan Kala yang menyuruhnya langsung menuju kelas, Jana malah berjalan memutari sekolah, kelasnya itu santai, tak akan ada guru yang memarahi atau menegurnya karna terlambat.

Sengaja Jana melewati koridor kelas 10, sekalian tebar pesona pikirnya begitu, lalu Jana berbelok ke kiri melewati laboratorium. Area disini sedikit sepi, Jana jadi menyesal telah melewatinya, hendak berbalik, langkah Jana terhenti. Suara tamparan itu menusuk hingga telinga Jana, bahkan ia bisa merasakan betapa sakitnya tamparan itu.

Jana diam, ingin hati melanjutkan langkah dan pergi dari sana, tapi separuh hatinya malah mencari sumber suara tersebut. Jana dihadapkan pada pilihan yang paling susah untuknya, bagaimana kalau itu adalah perundungan, jika korban meninggal dunia, nantinya Jana akan dipanggil sebagai saksi karna sudah mendengar suara itu dengan jelas, tapi kalau benar itu perundungan, Jana harus menyelamatkan si korban. Jana segera berbalik, mencari sumber suara itu dengan perlahan agar sang pelaku tidak langsung kabur melarikan diri.

Namun baru saja beberapa langkah berjalan, pergelangan tangan Jana langsung dicekal dan ditarik paksa menuju dinding samping laboratorium, Jana yang terkejut hanya bisa membolakan matanya sembari mengepal kuat tangannya. Jana hendak protes pada seseorang yang menariknya tadi, namun urung ketika mendengar suara tamparan itu lagi. Jana takut, ia hanya bisa memejamkan matanya, sembari mengikis jarak pada orang yang merangkulnya saat ini.

Lama hening, yang sekarang terdengar adalah suara tangisan perempuan, tangisan paling menyayat hati yang pernah Jana dengar. Rangkulan dipundaknya terlepas dengan seseorang tadi yang menghela nafas kasar. Jana semakin mematung kala mengetahui orang yang sedari tadi bersamanya adalah Hadif.

Meninggalkan Jana dengan keterkejutannya, Hadif berjalan lebih dahulu, Jana mengikuti dari belakang, merasa takut kalau hanya sendirian disana. Ada yang baru Jana sadari, raut khawatir diwajah Hadif tadi, apakah mungkin perempuan yang ditampar itu ada hubungannya dengan Hadif?

Jana kepalang penasaran. Mungkin akan mendesak Kala bercerita nanti.

Jana hanya menatap punggung Hadif yang menghilang dibalik persimpangan antara kelas 11 dan kelas 12, Jana tidak berniat mengikutinya, kalau memang benar Hadif ada sangkut pautnya dengan itu biarlah dia menyendiri dulu, Jana tidak mau merecokinya.

"Habis dari mana aja?" Itu Kala, nampak khawatir menatap Jana dari atas kepala hingga ujung kaki, seperti memastikan, lalu menghela nafas lega ketika melihat Jana baik-baik saja.

Jana menoleh, "Cewek tadi ada hubungannya sama Hadif, ya?"

Tak langsung menjawab, Kala mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa emangnya?"

"Hadif keliatan khawatir."

Kala mengedikkan bahu, "Itu urusan mereka, kita jangan ikut campur."

Mendengar itu, semakin yakinlah Jana kalau Hadif memang ada hubungannya dengan itu. Apakah itu pacarnya? mantannya? gebetannya? Jana penasaran. Tapi mengapa Hadif terlihat biasa saja ketika pagi tadi gadis itu berlari mengelilingi lapangan dengan makian bahkan lemparan sampah? Hadif bahkan tidak bereaksi apapun dan berniat menolongnya.

Melihat Jana yang terdiam, Kala melihat sekitar, "Kelas dulu deh, nanti gue ceritain."

Binar mata Jana membuat Kala memutar bola matanya malas, memilih berjalan terlebih dahulu meninggalkan Jana yang terlihat sangat senang dengan ucapan Kala tadi. Jana segera menyusul Kala, langsung mengambil tangan lelaki itu untuk dipeluk.

"Lepas gak?"

Jana malah mengeratkan pelukannya, "Gak mauuu." Jawabnya, "Ayo, Kala, ceritain."

Kala diam, mendorong kepala Jana yang semakin mendekat, hingga pelukan lelaki itu ditangannya terlepas, "Nanti pulang sekolah, jangan di area sekolah juga."

"Emangnya kenapa?"

Kala melanjutkan jalannya, "Nanti aja."

"Beneran, ya?" Jana memastikan, "Gue ngabarin sopir gue dulu, nyuruh jemput di rumah lo aja."

Interaksi dua orang itu tak lepas dari mata Hanif yang terus memperhatikan keduanya dari tangga. Dalam hati menerka-nerka, sudah sedekat itu Kala dan Jana, apakah dua orang itu berpacaran? Hanif tak akan buru-buru mengambil kesimpulan. Ia akan terus mengamati keduanya.

 Ia akan terus mengamati keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued...

Kalau ada typo, tolong ditandai, ya. Akan langsung diperbaiki.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang