End; How it all ended.

2.8K 313 146
                                    

"Jadi kemaren Hadif cemburu?"

Bukan main rasa penasaran Kala dengan cerita temannya ini, pasalnya Hadif yang mendiamkan Jana sangat amat diluar dugaan, dan penyebabnya hanya karena cemburu, lelaki ini bahkan tak habis pikir.

Jana menganggukkan kepala, "Sekarang udah baikan lagi."

"Gak heran sih, lu berdua kan emang gak jelas."

Ucapan itu hanya dibalas kekehan pelan, Jana tau kalau temannya ini seperti tak percaya akan cinta, yang Kala pikirkan adalah pacaran hanya membuang-buang waktu, dan Kala tak suka akan hal itu.

Padahal menurut Jana, atau bahkan orang lain yang sudah merasakan jatuh cinta, jatuh cinta itu bukan hanya sekedar menghabiskan waktu berdua, tapi lebih dari itu. Jana diam-diam mengutuk dalam hati, berharap sang teman menyukai orang lain dan mengubah persepsinya tentang cinta.

"Lo cuma belum ngerasa aja." Tukasnya, "Nanti kalo udah ngerasain, gue sumpahin lo bucin mampus sama pacar lo."

Kala hanya tertawa mendengar ucapan itu, tak akan mungkin pikirnya. Keduanya sedang berada di apartemen Hadif, sedangkan empunya pergi, katanya menemui sang Ayah, dan Jana terlalu takut untuk ikut, jadilah Hadif memanggil Kala untuk berkunjung menemani Jana yang sendirian.

Suara ketukan pintu membuat Jana mengerutkan alis, lantas meletakkan pisau yang tadi ia pakai untuk mengupas mangga, "Gue mau cuci tangan dulu, tolong lo bukain pintunya." Jana berjalan kearah dapur, dengan Kala yang ogah-ogahan menuju pintu.

Namun sampai selesai Jana mencuci tangan, belum juga ia temui sang tamu duduk di kursi, malah ia mendapati Kala terdiam didepan pintu, Jana mendekati sang teman, sedikit penasaran apa yang membuatnya tertegun begitu.

Lalu matanya menemukan seorang lelaki yang lebih pendek dari keduanya, berkulit putih bersih dengan dandanan sangat glamor, "Hadifnya ada?" Tanyanya ketika melihat Jana mendekat, merasa tak mendapat jawaban, ia langsung menjabat tangan Jana, "Gue Radika, temen Hadif sama Hanif, gue boleh masuk bentar gak, sebelumnya gue udah ngabarin Hadif tapi belum dapet jawaban juga, mau numpang ganti baju bentar, soalnya gue mau ke Aussie satu jam lagi."

Barulah setelahnya Jana dan juga Kala beranjak dari depan pintu, dan Radika masuk dengan terburu-buru sembari melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

Jana dan Kala mematung, sampai pintu tertutup, dan Radika masuk ke kamar mandi dekat dapur, "Gila, cakep banget, ya?" Jana sampai ternganga, begitu pula Kala disebelahnya.

"Kayaknya gue rela jadi gay demi dia."

Satu geplakan mendarat di kepala Kala, dengan Jana yang tertawa terbahak-bahak, "Mampus, auranya aja mahal begitu gak bakalan mau sama jamet kayak lo."

Kala hanya bisa mendelik, lalu berjalan perlahan menuju kursi, dengan Jana yang masih tertawa dibelakangnya.

Hadif hanya bisa tersenyum kala sang pacar terus-terusan bercerita tentang Radika, entahlah apa yang membuat Jana begitu bersemangat seperti sekarang ini, yang bisa Hadif lakukan hanya tersenyum dan sesekali mengangguk merespon ucapan Jana, "Ayang, dia tuh auranya mahal gitu loh, aku waktu pertama kali liat kayak mau natap dia terus, cakep banget!"

"Iya, udah ya bahas Radikanya."

Namun diluar dugaan, Jana yang biasanya akan terus berceloteh nyatanya saat ini mengangguk lalu diam, Hadif sampai heran sendiri, "Kok nurut banget?" Tanyanya.

"Biar kamu gak cemburu aku ngomongin Radika mulu." Jawabnya dengan senyum jahil, "Tapi nanti kenalin aku sama Radika, ya."

Hadif tersenyum sesaat, lantas mengangguk, membuat Jana ikut mengembangkan senyum, keduanya saling beradu pandang untuk beberapa saat, sebelum Jana yang lebih dulu mengalihkan tatapannya, melihat kearah jendela luar, tak kuasa melihat wajah sang pacar yang menimbulkan riuh pada jantungnya.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang