Jana menikmati angin dingin yang membelai kulit wajahnya, entah kenapa, Jana suka sekali suasana sehabis hujan, terasa sejuk dan membuat nyaman.
Melipat tangannya pada pagar pembatas, Jana memperhatikan anak ekskul seni tari sedang latihan untuk pentas seni yang katanya akan diadakan dua minggu lagi.
Semua orang sibuk sekarang, bahkan kelasnya sedang jam kosong, Jana bosan sekali rasanya. Kala menghilang entah kemana, Jana tak menemukannya di kelas, kalau Hanif sih tak usah ditanya, mungkin dalam waktu dua minggu ini lelaki itu akan melupakan Jana, kalian lihat saja nanti.
Jana menoleh kala pintu rooftop sekolah terbuka yang menciptakan suara nyaring, lalu Hadif muncul dengan tangan yang dimasukkan dikantong celana, berjalan pelan kearah Jana.
"Ngapain lo disini?" Tanya Jana saat Hadif sudah berada disebelahnya.
Tak segera menjawab, Hadif terdengar menghela nafasnya pelan, "Bosen." Jawabnya.
Jana mengangguk membenarkan, dirinya pun sama bosannya dengan Hadif, mungkin sebentar lagi akan menelfon jemputannya, Jana ingin pulang.
Ada yang sedikit membuat Jana bertanya-tanya, Hadif itu bukan tipikal orang yang pendiam, walau auranya gelap dan lebih dominan, Hadif sangat senang membicarakan apapun, sekarang lelaki ini terlihat diam, Jana sedikit menatap curiga, "Lo demam?"
Hadif menggeleng.
"Laper?"
Lalu Hadif menggelengkan kepalanya lagi, Jana tak puas, gelengan kepala Hadif tak menjawab tanyanya, namun ia pun urung bertanya lebih, takut ada hal yang memang tak bisa Hadif ceritakan padanya.
Lama keduanya larut dalam pikiran masing-masing, hujan datang lagi, awalnya gerimis biasa, namun lama-kelamaan menjadi hujan lebat yang mau tak mau membuat Jana dan Hadif segera berteduh di kursi yang biasa Hadif pakai tidur.
Keduanya duduk dalam diam, memperhatikan air yang jatuh membasahi sisi rooftop yang tak memiliki atap, sesekali Jana mengusapkan kedua tangannya, berharap ada rasa hangat yang timbul ditengah kedinginan ini.
Melihat Jana yang sepetinya kedinginan, Hadif lantas saja membawa tangan kanan Jana masuk kedalam saku hoodie-nya, saling bergenggaman mencoba menyalurkan hangat. Jana sedikit terkejut dengan gerakan tiba-tiba Hadif, tapi hanya memilih diam, sembari menatap lelaki tinggi yang memejamkan mata dengan kepala yang bersandar pada kursi disebelahnya ini.
Apakah Hadif tidur? Itulah yang Jana tanyakan dalam hati.
Sudah berapa kali Jana bilang kalau Hadif itu tampan, kulit yang sedikit coklat terlihat sangat cocok untuknya, hidung yang mancung dan juga bibirnya yang sedikit merah, tak heran banyak sekali orang yang mengejar-ngejarnya.
Mata Hadif terbuka perlahan, membuat Jana otomatis membolakan mata. Keduanya bertatapan untuk beberapa saat, jujur Jana sedikit malu telah memuji paras Hadif diam-diam dalam hatinya, namun bagai tak dapat bergerak, Jana seolah terhipnotis dengan tatapan itu, tatapan mata yang menyiratkan kesedihan, Jana baru sadar kalau mata Hadif tak seterang biasanya, apakah lelaki ini bersedih?
"Ada masalah?" Jana sontak bertanya, walau ia gugup bukan main kala Hadif tak sedikitpun mengalihkan pandangannya.
"Iya." Jawab Hadif.
Jana menaikkan alis, "I'm not going to force it, but if you want to tell me anything I'll listen."
Senyum Hadif sedikit menguar, namun gelengan kepala itu makin membuat Jana kebingungan, "Gue lagi butuh sesuatu yang lain." Katanya.
"Sesuatu yang... lain?" Ulang Jana, suaranya sampai tercekat tatkala Hadif memeluknya dengan tiba-tiba.
Dengan mata yang sedikit membola karna terkejut, Jana bingung, haruskah membalas pelukan Hadif dan menenangkannya, ataukah diam saja sampai Hadif melepaskannya nanti?
Jana berperang dengan pikirannya beberapa saat, sampai tangannya sedikit terangkat memeluk pinggang Hadif, sesekali memberikan usapan lembut pada punggung tegap yang hari ini nampak lesu.
Keduanya diam, dibawah langit yang masih menurunkan hujan, keduanya saling memejamkan mata, menikmati hangat yang menjalar dengan degup jantung yang tak bisa lagi disembunyikan.
—
Merasa perasaannya sudah sedikit membaik dari sebelumnya, kini Jana dan Hadif duduk di kantin dengan nampan makan siang mereka, saling membagi cerita aneh yang menurut keduanya lucu untuk dibicarakan.
"Yovan pernah pake koyo, dia kepalanya gak bisa noleh tapi nekat motoran, disaat yang lain langsung belok tanpa nyalain lampu sen, eh dia malah lurus sendiri sambil tangannya melambai-lambai, woi anjing gue gak bisa belok katanya."
Jana tertawa, "Si Yovan hidupnya kocak banget dah." Ucapnya, "Nanti gue mau dong ketemu Yovan, apalagi dia sering nyari makanan enak."
Anggukan antusias Hadif semakin membuat Jana tersenyum lebar, Hadif yang sekarang sedikit berbeda dengan Hadif yang murung tadi pagi, Jana sedikit bersyukur, setidaknya Hadif bisa melupakan masalahnya sejenak.
Namun, baru saja hendak menanggapi ajakan Jana bertemu dengan Yovan, perhatian keduanya teralih dengan seseorang yang menaruh nampan makan siang disebelah Jana, itu Hanif dengan senyumnya membuat dua orang ini mendadak diam.
"Seru banget, ayo cerita lagi." Ucap Hanif, pada dua orang yang saling berpandangan ini.
Hadif melanjutkan makannya, "Masih inget kantin lu, gue kira udah lupa."
"Gue gak sarapan tadi pagi." Hanif menjawab dengan kekehan ringan dibibirnya.
Sedangkan Jana masih diam saja, mengaduk-aduk nasinya yang telah basah dengan kuah sup. Meja mereka yang tadinya ramai mendadak hening setelah Hanif datang.
Jana sesekali menoleh pada Hadif yang terlihat fokus dengan makanannya, Hanif pun begitu, Jana rasanya ingin menghilang dari sini.
Maka dari itu, lelaki ini memakan makanannya dengan cepat, berharap bisa selesai terlebih dahulu dan memiliki alasan untuk pergi dari sini. Namun nasib malang malah menimpanya, Jana tersedak, membuatnya batuk dengan sesekali memukul dada.
Dengan cepat Hanif menyodorkan botol minumnya yang telah terbuka sejak tadi, dan Hadif yang masih membuka botolnya mendadak terdiam, Jana tentu saja mengambil uluran botol minum Hanif, dan Hadif yang melihatnya langsung mengalihkan pandangan kearah lain.
"Makan pelan-pelan." Bisik Hanif pada Jana, yang membuat lelaki itu tersenyum perlahan.
"Maaf." Gumam Jana, Hadif dengan jelas mendengar semuanya.
Tapi apa lagi yang bisa dilakukan selain berdiam diri dan berperilaku seolah tak terjadi apa-apa, Hadif sedikit muak.
"Gue duluan." Hadif berdiri dan menjauh ketika mendapat anggukan kepala Hanif, Jana hanya bisa menatap punggung yang menjauh itu dari tempatnya, tanpa bisa mencegah.
Tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, tapi rasanya Jana tak ingin berada berdua dengan Hanif, padahal kalau dipikir-pikir, inilah yang ia mau, makan bersama dengan orang yang ia suka di kantin, tapi rasanya aneh.
Jana lebih suka ada Hadif bersamanya.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
FanfictionHajeongwoo area. Sekolah baru dan kehidupan baru bagi Jana. (130522) - (200922) highest rank : #1 haruwoo 06/10/22 #1 bxb 12/01/23 #1 lokal 04/11/23 #2 treasure 12/01/23 #2 haruwoo 18/05/23 #2 rujeongwoo 07/06/23 #3 treasure 14/01/23 #3 haruwoo 17/0...