Sweet Chocolate

2.7K 410 127
                                    

Pelan-pelan ya, bacanya.

Jana baru saja hendak keluar kelas, kalau saja Hanif tak memanggilnya. Kala yang melihat Hanif mendekat lantas berpamitan keluar kelas lebih dahulu, tak mau terlibat obrolan dengan dua orang yang akhir-akhir terlihat dekat itu. "Kenapa, Hanif?"

Senyum cerah itu Hanif tujukan pada Jana, untuk beberapa saat membuat Jana terpikat dengan senyum bak malaikat milik Hanif. Memasukkan tangannya kesaku celana, Hanif berdiri tepat didepan Jana, "Nanti berangkat bareng aja kerumah gue."

Alis Jana yang semula menyatu mulai merenggang, bersamaan anggukan kepala tanpa pikir panjang itu ia berikan, "Boleh, gue ngabarin sopir gue dulu kalo gitu." Katanya, sebelum tangan kanannya merogoh saku celana mencari ponsel.

"Jessy katanya mau pulang dulu nanti, jadi langsung nyusul ke rumah. Kalau Hadif kan bawa motor sendiri."

Jana mengangguk lagi mengiyakan perkataan Hanif. Rasanya kalau bersama Hanif, Jana hanya akan iya-iya saja, haduh lihatlah tatapan teduh itu, Jana terbuai melihatnya. Seusai mengetikkan pesan untuk sang sopir, Jana menaruh kembali ponselnya kesaku celana, "Hanif mau ke kantin?"

Melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kiri, Hanif menggeleng pelan, "Bentar lagi ada rapat OSIS." Katanya, "Lagian gue belum laper kok."

Jana mengangguk pelan, guna merespon jawaban Hanif, "Kalo gitu gue duluan, ya? Takutnya udah ditungguin Kala di kantin."

"Bareng, Jan."

"Hah?"

Hanif ikut berjalan disebelah Jana, "Bareng kesananya, nanti lo belok ke kantin, gue lurus ke ruang OSIS."

Jana hanya bisa menganggukkan kepala, berjalan berdua seperti ini dengan Hanif rasanya aneh, seperti ada yang menggelitik perutnya, Jana bisa pastikan wajahnya memerah sekarang. Namun, menyadari persimpangan antara kantin dan ruang OSIS sudah didepan mata, Jana membrengut sekilas, bisakah jalan ini diperpanjang agar ia bisa lebih lama bersama Hanif. 

Hanif berhenti, Jana ikutan berhenti. "Gue kantin dulu." Jana merutuki kata-katanya didalam hati, kenapa mendadak gugup seperti ini.

Menyadari itu, Hanif malah tertawa gemas melihat tingkah Jana yang seperti salah tingkah sekarang, lantas tangannya terangkat untuk memberikan tepukan singkat pada pundak Jana, "Gue duluan, ya." Masih dengan tawa yang tersisa, Hanif berlalu meninggalkan Jana yang menatapnya dengan malu-malu.

Setelah Hanif yang tak terlihat lagi, Jana berjalan menuju kantin, sebelumnya ia berhenti sesaat guna mencari sosok Kala yang tak juga ia temui dipenjuru kantin, "Buset, mana tuh orang." Gumamnya pelan.

Bukan Kala yang terlihat dipandangannya, ia malah menangkap keberadaan Hadif yang sedang makan sendirian, mana dua pengawalnya, Devano dan Alex, biasanya mereka makan bersama.

Jana memutar otak agar bisa mengambil makanannya tanpa terlihat oleh Hadif, lalu ide cemerlang ia dapatkan, yaitu menutupi wajahnya dengan tangan kiri, agar Hadif tak menyadari keberadaannya. Jana berjalan cepat, sedikit lagi ia bisa memegang nampan makannya, suara menyebalkan itu akhirnya terdengar.

"Arjana." Panggil Hadif dengan mendayu-dayu, seperti seseorang yang sedang menyanyikan bait lagu. 

Lantas Jana memejamkan matanya sesaat, langsung menyambar nampan makannya sebelum menoleh pada Hadif yang sekarang tangannya sudah melambai agar Jana mendekat kearahnya. Dengan kaki yang dihentak-hentakkan, Jana berjalan menuju meja Hadif, lalu duduk tepat didepan lelaki itu.

"Diem." Hentak Jana, ketika melihat Hadif hendak bicara, "Gue mau makan dulu, udah laper banget."

Hadif melipat tangannya, memperhatikan Jana yang sedang makan sembari tersenyum kecil. Wajah Jana yang menggembung itu sangat lucu dimata Hadif, belum lagi ketika lelaki itu mengunyah makanannya. Bagaimana bisa ada seseorang yang lucu seperti Jana, Hadif dibuat terkekeh. Walau enggan memperhatikannya, Hadif akui kalau bibir merah jambu milik Jana itu sedikit mengambil atensinya. Bedehem pelan, Hadif menoleh kearah lain, memandang apapun asal bukan Jana.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang