I'm afraid you'll leave me

1.9K 312 86
                                    

Segera saja ketika Hadif mengabari tak jadi datang ke sekolah, Jana bergegas menuju apartemen sang pacar, untungnya dibantu oleh Kala, sehingga tak sulit meminta izin keluar.

20 menit perjalanan dihabiskan Jana dengan diam, tak pernah Hadif seperti ini sebelumnya, sedikit membuat Jana bingung. Apa sang pacar memiliki masalah yang sangat berat?

Dari telefon singkat yang mereka lakukan tadi, Jana sedikit merasa aneh, dan bisa mengambil kesimpulan kalau Hadif sedang tak baik-baik saja. Jana akhirnya menyusul, meninggalkan pelajaran fisika yang katanya hendak mengadakan ulangan harian.

"Hadif." Panggil Jana ketika pintu apartemen berhasil dibuka.

Bisa dilihat kalau Hadif membelakanginya, menatap hamparan kota lewat kaca besar disudut ruangan itu, wajahnya sedikit kaget saat mendengar kedatangan Jana, namun segera memeluk sang kekasih yang dahinya mengerut bingung.

"Hadif kenapa?"

Hadif yang ditanya seperti itu hanya memilih diam, menggelengkan kepala pelan di ceruk leher Jana.

Sudahlah, pikir Jana, mungkin Hadif belum siap menceritakannya, jadi Jana memilih tak bertanya lagi tentang masalah Hadif ini. "Hadif udah makan?" Jana mencoba mencari topik percakapan lain, agar Hadif mau berbicara dengannya.

Dapat Jana rasakan pelukan Hadif dipinggangnya makin mengerat, membuat Jana perlahan semakin menempelkan tubuhnya dengan sang pacar.

Hadif menggelengkan kepala lagi, "Mau makan kamu."

Jana mengerutkan alisnya, lalu memutar bola matanya malas, lebih baik Hadif tak bicara, pikirnya lagi.

"Jan, ayo tinggal bareng." Ucapan Hadif membuat Jana mengangkat alisnya, "Kalo lo gak suka apartemennya, gue bisa beli rumah yang lebih besar, kalo lo gak suka suasana kota ini, kita bisa pindah kota atau bahkan pindah negara, gue mau tinggal sama lo, cuma ada lo sama gue."

"Dif—"

"Gue serius Jana, gue pengen banget tinggal sama lo, gue pengen ketika gue membuka mata, ada lo disamping gue, atau lo mau tinggal dipinggiran kota diluar negri, ayo asal sama lo, gue gak masalah."

Jana menarik diri dari pelukan Hadif, menatap wajah sang pacar yang terlihat kusut sekali, Hadif terlihat putus asa, apa penyebabnya?

"Lo kenapa sih?" Jana jadi bingung dibuatnya.

"Gue takut kehilangan lo."

Jana bingung, "Ya, lo gak bakal kehilangan gue." Balasnya.

"Nggak, Jana, gue takut lo pergi dari gue."

Pintu ruangan Bagus dibuka dengan kasar, oleh anak sulungnya ternyata, yang membuatnya membungkam kembali sedikit umpatan yang hampir saja keluar.

"Hallo, my son, bisa gak buka pintunya pelan-pelan?"

Hanif langsung duduk, membuat sang Ayah melirik, "Ada hal penting yang harus kita bicarain, Pa."

"Then, how about your school?" Kepala Bagus celingak-celinguk mencari keberadaan Hadif yang tak juga terlihat oleh matanya, "Hadif mana?"

Bagus mendengus, lalu beralih pada sofa tempat duduk Hanif, ikut mendudukan dirinya disana.

"Ini tentang Hadif." Hanif memajukan badan, "Pacarnya Hadif itu adalah anak dari orang yang udah hancurin perusahaan Papa." Katanya menggebu-gebu, "Dia adalah anak dari orang yang udah bikin keluarga kita hancur, Pa, karna dia, Mama sampe meninggal."

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang