Let Jana be your boyfriend

2.4K 366 148
                                    

Usai mendapat telefon singkat dari Hadif tadi, Kala langsung saja menjalankan mobilnya menuju kediaman Sabiru. Entahlah apa yang akan lelaki ini bahas, namun tak biasanya Hadif menghubunginya seperti ini, apa ada hubungannya dengan Jana?

Kala sudah bilang, ia tak terlalu dekat dengan Hanif maupun Hadif, tapi Hadif seringkali memanggilnya kalau berhubungan dengan Jana, karna hanya Kala yang akan membantunya untuk itu.

Sesampainya di rumah megah ini, Kala langsung diarahkan untuk menaiki tangga menuju kamar dengan cat pintu berwarna hitam, ada ukiran nama Hadif yang tertera disana, sang Bibi bilang kalau tuan muda sudah menunggu di kamarnya sejak tadi.

Mengetuk pintu pelan, Kala masuk, langsung menemukan Hadif yang membelakanginya, menatap hamparan kota lewat kaca besar di kamarnya.

"Kenapa, Dif?" Tanya Kala langsung, ia tak jago berbasa-basi.

Hadif berbalik, mempersilahkan Kala duduk di sofa tepat didepan Hadif, sebelum lelaki ini mengeluarkan dua buah kartu, semakin membuat Kala mengerutkan alisnya.

"Gue tau pasti lu bingung, tapi seandainya terjadi sesuatu sama Jana, tolong kasih dia ini." Kala mengambil dua kartu yang Hadif sodorkan.

"Kartu akses apartemen?" Tanya Kala bingung, yang mendapat anggukan dari Hadif.

Lelaki ini melipat tangannya didada, "Itu kartu akses apartemen gue, kalo misal terjadi sesuatu sama Jana yang mengharuskan dia buat pindah, kasih itu." Jelasnya, "Black card gue juga, jaga-jaga siapa tau penting."

Kala sampai melongo dibuatnya, "Hadif, lo gila?"

"Kenapa?"

"Lo ngasih ini semua buat Jana?" Tanya Kala lagi memastikan, dan anggukan kepala itu semakin membuatnya tak habis pikir. "Tapi buat apa?"

Hadif terdiam.

"Kalo lo pengen ngelindungin Jana, gak gini caranya Dif, lo pikir Jana bakal dengan gampangnya pake semua yang lo kasih?"

Hadif sudah tak memiliki ide lain lagi, kepalanya buntu, yang terpikirkan olehnya adalah memberikan sebuah apartemen dan black card miliknya agar hidup Jana selalu terjamin, Hadif tak memiliki cara lain selain yang ia lakukan sekarang.

Lelaki ini terdiam sesaat, "Terus gue harus gimana?"

"Jadiin Jana pacar lo?" Ucap Kala juga tak terlalu yakin dengan ide yang ia berikan.

Hadif berdesis, "Gak gapang, Kal, semuanya gak bakalan selesai cuma karna Jana pacar gue."

"Setidaknya lo bisa ngelindungin dia, Dif."

Hadif tertawa remeh, "Lu gak tau permasalahannya, Kala."

"Gue tau." Jawab Kala cepat, "Ini tentang Ayahnya Jana, kan?"

"Dari mana lu tau?"

"Informan yang bekerja buat keluarga lo itu Ayah gue." Jujurnya, "Kita bisa nyelidikin kasus ini selama Hanif belum tau, tapi dengan syarat lo harus pacaran sama Jana buat ngelindungin dia, Jana gak mudah Dif buat nerima apa yang orang kasih, apalagi bukan siapa-siapanya."

Hadif memijit pelipisnya pening, pantas saja beberapa kali Hadif memergoki Kala ada di ruangan kepala sekolah, apakah ada kasus lain yang sedang diselidikinya?

"Tolong bilang ke Ayah lu, gue minta formulir pendaftaran sekolah Jana, harusnya Hanif udah tau duluan kan, kalo dia cek formulirnya."

Kala menggeleng, "Pemalsuan dokumen." Ucapnya membuat Hadif mengerutkan alis, "Gak semua harta milik keluarga Jana itu pake nama Jana sama Ayahnya, ada satu nama lagi dan Ayah gue lagi nyelidikin itu."

"Siapa?" Hadif penasaran.

"Rosa."

Duduk ditepian kolam renang, dua anak kembar ini saling merendam kaki didalam air, sembari menatap langit malam yang entah kenapa terasa lebih indah malam ini.

Wajah Hanif dihiasi senyum, kontras sekali dengan wajah datar milik Hadif, lelaki itu terlihat banyak pikiran akhir-akhir ini.

"Lo kenapa sih? ada masalah?" Hanif menoleh pada Hadif yang termenung seperti sedang memikirkan sesuatu.

Hadif menghela nafas, "Dari dulu juga masalah gue udah banyak, Nif."

Hanya tawa singkat yang terdengar, sebelum keduanya kembali dalam keheningan. Hadif masih dengan pikirannya, dan Hanif diam saja memperhatikan kakinya yang bermain-main diair.

"Lu sama Jana, gimana?" Tanya Hadif.

Senyum singkat Hanif berikan bersamaan dengan helaan nafas, "Bukannya lo ya, yang akhir-akhir ini deket sama Jana?" Tanyanya balik, Hadif mengerutkan alis, toh bagaimanapun ia merahasiakan kedekatannya dengan Jana, suatu saat Hanif memang akan tau, seperti rahasia yang ia coba sembunyikan saat ini. "Rasanya udah beda, Dif." Lanjutnya, "Tatapan kagum yang dulu itu udah hilang."

Hanif sadar, ia tak sebodoh itu untuk tidak mengetahui perasaan Jana untuknya memang sudah berubah, mulai dari pesan yang Hanif kirimkan yang mendapat respon lambat atau bahkan tak dibalas sama sekali, Hanif tau bahwa semuanya memang tak lagi sama seperti awal-awal Jana menatapnya dengan tatapan kagum yang sangat Hanif suka.

Terakhir kali Hanif memutuskan untuk bergabung makan siang bersama Hadif dan Jana, suasananya langsung saja berubah, tak secair sebelumnya, Hanif sadar dan hanya memilih diam, berharap yang ia rasakan hanya perasaan salah.

"Sibuk sih." Balas Hadif, "Lama-lama lu pacaran sama berkas-berkas lu itu."

Hanif tersenyum mendengarnya, Hadif selalu saja memarahinya soal kesibukan yang Hanif jalani, padahal Hanif senang melakukannya. "Dif, gimana ya kalo Jana naksir orang lain?"

Hadif menoleh cepat, ia lebih takut kalau orang lain yang Hanif maksud adalah dirinya.

"Ya, mau gimana lagi, Nif." Jawabnya, "Lu sih sibuk mulu, Jana ngajak makan siang bareng aja, lu tinggal di kantin, gimana gak kesel anaknya."

Hanif menganggukkan kepalanya pelan, ia akui ia salah saat itu, "Kalo gue lebih prioritasin Jana, apa perasaan dia ke gue bisa balik?"

Hadif tersenyum samar, sepertinya Hanif memang benar-benar menyukai Jana, lihatlah si manusia sibuk ini rela merubah prioritasnya agar Jana kembali melihat padanya, Hanif terlihat frustasi ketika Jana terasa menjauh walau Hadif yakin Jana tak benar-benar melakukannya.

Menganggukkan kepalanya pelan, Hadif menjawab, "Mungkin, gak ada salahnya nyoba."

Hadif jadi teringat lagi dengan perkataan Kala tadi, bahwa Hadif harus menjadikan Jana pacarnya agar bisa melindungi lelaki itu. Tapi sepertinya Hadif memiliki rencana lain agar Jana aman, yaitu bersama dengan Hanif.

Hanif yang rela mengubah prioritasnya demi Jana, mungkin akan mencoba merelakan dendamnya terdahulu untuk orang yang ia cintai, ya, Hadif yakin Hanif akan melakukannya.

"Coba deketin Jana lebih keras lagi, siapa tau dia luluh." saran Hadif, walau ia sendiri tak yakin.

Perasaannya untuk Jana biarlah dia sendiri yang rasa, agar Jana tak terluka, Hadif rela melakukan apa saja, termasuk merelakan cintanya pada Jana.

Perasaannya untuk Jana biarlah dia sendiri yang rasa, agar Jana tak terluka, Hadif rela melakukan apa saja, termasuk merelakan cintanya pada Jana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued...

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang