Hanif = Love

2.4K 391 77
                                    

Rasa bingung tak bisa Jana hindarkan, ketika melihat Hadif dan motor besar kesayangannya itu terparkir di halaman rumahnya. Turun dari mobilnya sehabis dari rumah Kala, Jana menghampiri Hadif yang sedang memainkan ponselnya.

Bisakah lelaki ini tau Jana tak mau bertemu dengannya? Cukup malu ketika mengingat kejadian di rooftop sekolah tempo hari, Jana bahkan berfikir tak akan menampakkan wajahnya didepan Hadif lagi.

"Dif." Panggil Jana, mengalihkan atensi lelaki didepannya itu.

Hadif yang semula bersandar pada motornya langsung berdiri tegak, ketika mengetahui Jana tepat berada didepannya, "Jan." Katanya pelan, Jana masih diam, Hadif dibuat gugup, "Em—maaf." Katanya pelan, tanpa basa-basi.

Tak ada jawaban dari Jana, lelaki itu seolah mematung, membuat Hadif menghela nafas pelan, "Gue keterlaluan banget, tapi–sumpah demi Tuhan, gue gak bermaksud." Penjelasan terbata-bata itu membuat Jana menatapnya, dibalik wajah datar Hadif, ada jiwa yang ketar-ketir.

Hadif merutuk dalam hati, bisakah lelaki didepannya ini lebih cepat merespon ucapannya, Hadif sudah menurunkan ego untuk meminta maaf atas kejadian antara keduanya.

Disela-sela keheningan itu, Jana dengan tiba-tiba memukul kepala Hadif pelan, membuat lelaki itu mengaduh sembari membulatkan matanya terkejut dengan gerakan tiba-tiba dari Jana.

"Bego." Sungut Jana, "Gue kesel banget sama lo anjir, Hadif bego." lagi dan lagi pukulan pelan pada lengannya Jana berikan.

"Sakit, Jana." Hadif mencoba menghindar, tapi Jana masih memburunya dengan pukulan-pukulan.

Jana malah merengek, tak juga berhenti menghujam Hadif dengan pukulan bahkan menjambak rambut lelaki itu pelan, "Huaa–gue kesel banget sama lo." Hingga pukulan itu berhenti ketika Hadif mencekal pergelangan tangan Jana.

"Maaf."

Jana mendengus, "Gak, gak ada maaf buat lo."

Hadif sudah menyiapkan diri kalau Jana memang tidak akan memaafkannya atas tindakan bodoh yang ia lakukan, tapi tak menyangka kalau lelaki ini akan begitu terus terang seperti ini. Jadi, yang Hadif lakukan adalah mengangguk pelan, "Yaudah, setidaknya gue udah minta maaf." Katanya, membuat Jana mengerucutkan bibir.

Hadif itu sangat mengesalkan, Jana sampai dibuat tak percaya, Hadif mudah sekali menyerah, padahal Jana hanya main-main, coba kalau lelaki itu menawarkan kemewahan berupa satu box besar es krim rasa strawberry, mungkin Jana dengan senang hati memaafkannya. Tapi, melihatnya tak ada usaha sama sekali, membuat Jana berdecak pelan. "Kok lo langsung pergi gitu aja, gak ada usaha banget." Katanya.

Memasang helm miliknya, Hadif menaikkan sebelah alis, "Kata Devano, yang penting udah minta maaf walau gak dimaafin." Jawabnya, "Terus kalo udah gitu, gue ngapain lagi disini? mending pulang lah."

Jana sampai geleng-geleng kepala, yang benar saja. "Cowok mesum, gue aduin lo ke Hanif."

Wah, kalau sudah begini, tak bisa Hadif merasa tenang-tenang saja, Jana terlihat tak main-main dengan ucapannya. Hadif dibuat terdiam, kalau Hanif tau bisa saja terjadi perang saudara diantara mereka. "Yailah, gue udah minta maaf juga. Lu mau apa sih?"

Jana tersenyum senang, "Lo harus jadi babu gue." Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, kapan lagi Hadif anak konglomerat ini menjadi babunya.

Wajah Hadif yang datar membuat Jana tersenyum senang, ia harus mengerjai lelaki itu habis-habisan.

Jana bersenandung pelan, sembari memakan roti isi yang ia beli sebelum pergi ke sekolah. Tangannya sibuk menggoreskan pensil dibuku gambar, tugas kesenian kali ini mengharuskan mereka menggambar setangkai bunga mawar.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang