Forever will be Jana's father

1.9K 301 93
                                    

Jana tersenyum lebar ketika mendapati sang Ayah sudah menunggu didepan mobilnya, lelaki ini berlari kecil, "Papa udah lama?"

"Baru aja sampe." Jawabnya, "Hadif mana, gak keliatan?"

Jana terdiam, Hadif tak berada di apartemennya semenjak Jana bangun tadi, mungkin ada hal penting lain yang sedang diurus, lelaki itu juga tak membangunkannya, ataupun mengirimkan pesan singkat, Hadif sedikit aneh mulai dari kemarin.

"Dipanggil Papanya ke kantor tadi pagi." Jawabnya bohong, tak ingin sang Ayah terlihat khawatir dengan dirinya. "Jadi, kita mau kemana?"

Jaryandi melihat arloji yang melingkar dipergelangan tangan kiri, "Ke suatu tempat yang istimewa." Ucapnya, sedangkan Jana semakin mengembangkan senyum, dalam hati menerka-nerka tujuan keduanya, taman bermain kah, atau rumah kerabatnya yang agak jauh dari tempat mereka? Jana benar-benar penasaran.

Keduanya masuk kedalam mobil, lalu Jaryandi menjalankannya dengan kecepatan sedang, lagu-lagu hits artis Indonesia juga setia menemani perjalanan keduanya, dengan Jana yang sesekali ikut bersenandung pelan.

Jana hapal jalan ini, jalan yang sama untuk pergi ke makam sang Mama, apakah mereka akan berkunjung kesana?

"Masih lama?" Tanya Jana pura-pura, dalam hatinya sangat yakin kalau akan mengunjungi tempat Mamanya.

Jaryandi tersenyum sesaat lalu menggeleng pelan, "Sebentar lagi." Jawabnya, "Kita beli bunga dulu."

Menepikan mobilnya, Jaryandi dan Jana memasuki toko bunga, Jana sudah siap menyebutkan bunga kesukaan Mamanya, krisan putih, tapi sang Ayah lebih dulu menyebutkan bunga lain, membuat Jana menatap Ayahnya dengan bingung.

"Kenapa bunga tulip putih?" Tanyanya.

Namun Jaryandi tak membalas, hanya tersenyum dan mengusap surai sang anak, Jana semakin dibuat penasaran dengan tingkah ayahnya ini.

Ketika sudah selesai, keduanya kembali melanjutkan perjalanan, kali ini Jana banyak diam, apalagi Ayahnya melewati pemakaman sang Mama begitu saja, ia jadi gelisah, "Sebenernya kita mau kemana?" Tanyanya, "Jana pikir, kita mau ke makam Mama, tapi makam Mama udah lewat."

Makin kesal lah hati Jana ketika Jaryandi tak menjawab tanyanya, hanya seulas senyum, "Sebentar lagi kita akan sampai."

Benar saja, tak lama dari itu mobil berhenti ditepi jalan, masih area pemakaman hanya sepertinya berbeda blok dari tempat Mamanya tadi, Jana diam, mengikuti langkah sang Ayah dari belakang, hingga keduanya sampai pada sebuah makam bertuliskan Wahyuda Kelana.

Alisnya terangkat, orang ini memiliki nama keluarganya.

Melatakkan bunga tulip putih yang tadi dibawa, Jaryandi mengusap nisan itu pelan, "Yud, udah lama aku gak mampir." Ujarnya, "Setelah belasan tahun lamanya, hari ini aku gak dateng sendiri, aku bareng—" Jaryandi diam sebentar, menoleh pada Jana yang juga menatapnya bingung, "—Aku bareng anakmu, Arjana Kelana."

Dada Jana rasanya mencelos, bagai dihantam beribu-ribu ton beban dipundaknya, kakinya melemas dan matanya mengabur, "Maksud Papa apa?" Cicitnya, sesak sekali dadanya, sekuat tenaga mengambil oksigen yang rasanya menghilang.

Jaryandi mengambil tangan Jana, membawanya agar berjongkok disebelah makam, "Jana, bukan maksud saya menyembunyikan ini, saya hanya mencari waktu yang tepat untuk memberitahukannya, sebenarnya saya bukan Papamu, nak, saya hanya adik Ayahmu yang mengasuhmu semenjak kamu lahir." Hancur sekali hati Jaryandi ketika melihat bulir-bulir air mata membasahi wajah Jana, "Ayahmu berpesan untuk menjagamu seperti anak saya sendiri ketika kamu lahir, agar kamu mendapat kasih sayang orang tua lengkap, "Namun sayang sekali, sepertinya Tuhan lebih menyayangi kedua orangtuamu, Ayahmu meninggal dalam kecelakaan mobil, dan Ibumu meninggal saat melahirkanmu."

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang