What is Seblak?

2.4K 387 96
                                    

Jana mengerucutkan bibir, "Jadi, gak bisa ya?" Tanyanya sekali lagi, dan jawaban dari Hanif masih sama, sebuah gelengan pelan.

"Gue ada rapat OSIS, Jan." Katanya, sesekali melirik jam tangan yang ia pakai, "Sama Hadif dulu, ya?"

Mendengar nama Hadif yang disebut, Jana hanya bisa menghela nafas pelan, rencananya ia akan pergi ke toko buku bersama Hanif, bukan Hadif. Tapi memaksa Hanif untuk ikut pun tak akan membuahkan hasil apa-apa, lelaki ini tak mungkin meninggalkan rapat OSIS hanya untuk menemani Jana, memangnya Jana siapa?

"Yaudah deh."

Hanif sedikit terkekeh, "Jangan cemberut gitu." Katanya, tangan Hanif berada dipipi Jana, mencubitnya pelan. "Besok-besok gue janji, kita ke toko buku bareng, tapi hari ini sama Hadif dulu." Lagi-lagi Hanif dibuat tertawa melihat Jana menghela nafasnya, "Jangan berantem mulu."

Jana mengangguk singkat.

"Gue duluan ya, kabarin kalo udah sampe rumah nanti."

Jana mengangguk lagi, kali ini dengan lambaian tangan seiring perginya Hanif menuju ruang OSIS. "Aish, Hadif lagi Hadif lagi." gerutunya.

"Kita langsung pulang deh." Kata Jana lesu, Hadif yang mendengarnya langsung menoleh.

"Katanya mau ke toko buku?"

"Gak jadi." Jawabnya, helaan nafas terdengar lagi, "Gue tuh mau beli cat buat lukis, sama kuas-kuas gitu tapi gue gak ngerti, lo ngerti gak?" Hadif menggeleng, tuh kan, Jana sudah bilang hanya Hanif yang bisa menolongnya. 

Setelah memasang helm, Jana naik ke boncengan, merasa Jana yang hanya diam saja sedikit membuat Hadif tak enak, "Jan, lu pernah cobain jajanan sekitar sini gak?"

"Nggak." Katanya singkat, "Jajanan apa?"

"Lu mau coba?"

Kepala Jana menyembul dari belakang sedikit membuat Hadif menahan nafasnya, "Enak gak?"

Hadif bingung, pasalnya ia juga belum pernah mencoba jajanan ini. Mendapat rekomendasi dari Yovan, sebenarnya Hadif tak terlalu tertarik, tapi mengetahui Jana sangat menggemari makanan, Hadif pikir tak ada salahnya mengajak lelaki ini untuk mencobanya bersama. Jadi, dengan gerakan terbata-bata, Hadif mengedikkan bahu, "Gue juga belum pernah nyoba sih."

Bisa Hadif lihat dari kaca spion lelaki dibelakangnya itu mengerutkan dahi, "Gak meyakinkan." Katanya, "Tapi boleh deh."

Mendapat jawaban seperti itu, Hadif memacu motornya dengan kecepatan sedang. Sebelum pulang tadi, Hanif mendatanginya dan menyuruh untuk menemani Jana ke toko buku menggantikan Hanif yang tiba-tiba dipanggil karena rapat OSIS. Tak lupa juga Hanif bilang untuk tidak memacu motornya dengan kecepatan tinggi, ini pasti karna Hadif pergi bersama Jana, biasanya Hanif tak pernah bilang begitu padanya, walau ia salto di jalan sekalipun.

Memang tempat yang keduanya tuju tak jauh dari sekolah, Hadif memarkirkan motornya bersamaan dengan Jana yang menatapnya bingung, "Kenapa?" Tanya Hadif.

"Gue pikir di restoran." Ungkap Jana terus-terang, "Lo sering makan di warung gini?"

Hadif menggaruk kepalanya, "Pertama kali sih." Jawabnya pelan, lalu berjalan mendahului Jana yang entahlah wajahnya seperti tak yakin dengan pilihan Hadif kali ini.

Mengedarkan pandangannya, Jana memilih meja yang sedikit dekat dengan jendela, karna disini tidak memiliki ac atau kipas angin. "Lo pesen apa?" Tanya Jana lagi ketika Hadif sudah duduk disebelahnya.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang