Different

That afternoon

Pulang sekolah tadi tangan Jana langsung saja ditarik Hadif menuju parkiran sekolah, lelaki ini bahkan tak memberikan jawaban kala Jana bertanya hendak kemana sang pacar membawanya.

Biasanya Hadif akan membawa mobil ketika akan berpergian dengan Jana, tapi kali ini tidak, lelaki ini menukar mobilnya dengan motor kesayangan miliknya, "Kapan deh lo ambil motornya? Perasaan tadi pagi pake mobil."

Hadif terkekeh, lantas berbicara sedikit kencang agar lelaki manis yang sekarang memeluk erat pinggangnya ini mendengar suaranya, "Dianterin Pak Tamrin." Jawab Hadif, menyebut salah seorang lelaki paruh baya yang bekerja untuknya.

Tak ada obrolan lagi, Jana memilih menyandarkan kepala pada punggung lebar pacarnya, menikmati rasa nyaman yang menjalar didada, angin yang berhembus seakan membawa Jana pada rasa kantuk, namun elusan pelan ditangannya membuat Jana mendongak pada sang kekasih.

"Bentar lagi sampe, jangan tidur dulu." Seru Hadif sedikit kencang. Jana hanya mengangguk pelan.

Beberapa menit setelahnya, mata Jana yang sedari tadi hanya memandang pepohonan dibuat terkagum-kagum dengan pemandangan laut biru, "Hadif, ke pantai?!" Teriaknya.

Mata Jana berbinar, melihat birunya air laut yang beradu dengan tenangnya suasana sore ini, Jana bahkan kehilangan kata-katanya, hanya bisa berdecak kagum pada apa yang ia lihat.

Hadif memarkirkan motornya di tepian jalan, Jana langsung turun dan berlari bahagia menuju air, tak perduli dengan seragamnya yang bisa saja basah terkena air laut, "Helmnya!" Teriak Hadif pada Jana, yang dibalas sang kekasih dengan tawa kencang.

"Lupa." Seru Jana tak kalah keras, lantas berbalik memberikan helm yang tadi terpasang dikepalanya pada Hadif yang juga tak bisa menahan tawanya lagi.

Hadif menghamparkan tikar lipat, lalu duduk dengan sanggahan tangannya dibelakang, menatap Jana yang sepertinya serius sekali memperhatikan sesuatu yang ada di air, "Kenapa?" Tanya Hadif, membuat Jana menoleh.

"Ada kepiting." Jawabnya sembari berjongkok, lalu berdiri lagi kala celana seragamnya terkena air, "Yah basah."

Hadif tak bisa lagi menyembunyikan tawanya, Jana benar-benar menggemaskan, ia seperti anak kecil yang ingin tau banyak hal, kadang tingkah Jana itu sangat polos, membuat Hadif takut kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya, "Jangan jongkok." Kata Hadif disela-sela tawanya.

Lelaki manis ini lantas berjalan menuju Hadif dengan wajah yang cemberut, duduk manis disebelah sang pacar sembari menatap langit sore yang teduh, "Tenang banget disini, gue suka." Katanya, "Nanti kalo gue udah tua, gue mau rumah yang ditepi pantai, tenang banget denger suara ombak, mana anginnya seger juga."

Hadif diam-diam tersenyum, "Rawan banjir kali." Ucapnya, yang dihadiahi tepukan maut milik Jana.

"Lo tuh ya, bisa gak jangan ganggu kebahagiaan gue."

Hadif tertawa, lalu menoleh pada sang kekasih yang matanya sudah terpejam, menikmati angin sore yang membelai wajahnya, Jana sungguh manis kalau dilihat dari samping begini, "Jana." Panggil Hadif pelan, "Kapan terakhir kali lo ngerasa bahagia?"

Belum juga mendapat jawaban, Hadif pikir kekasih manisnya ini sudah tertidur, namun helaan nafas pelan dari samping membuatnya menoleh lagi, "Waktu gue jadi pacar lo." Ungkap Jana jujur, "Saat-saat sama lo kayak gini tuh bikin gue bahagia."

Hadif diam mendengarkan, "Hadif, makasih banyak ya udah suka sama gue, gue mungkin susah mengekspresikan perasaan, tapi setiap sama lo, rasanya ada banyak kata cinta dan kata-kata terima kasih yang pengen banget gue bilang, lo selalu berhasil bikin gue terkagum-kagum dengan suatu hal, kehadiran lo di hidup gue tuh kayak... eum... hujan di musim kemarau, lo tuh bagai anugerah yang dikasih Tuhan di hidup gue yang gini-gini aja." Mata Jana sampai berkaca-kaca mengatakan semuanya pada Hadif, lelaki ini menoleh pada sang kekasih, "Makasih udah jadi pacar gue."