Rumah Sunghoon sudah seperti taman kanak-kanak, penuh dengan berbagai jenis cat warna dan belasan lukisan, atau lebih tepatnya ada 15. Tentu perlu waktu yang cukup lama hingga Sunghoon bisa menciptakan hasil sebanyak itu.
Namun dia menikmatinya, apalagi dengan bantuan Jake yang tak pernah lelah untuk membersihkan rumah, agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif.
Jika bisa, Sunghoon pasti sudah menikahi Jake sekarang juga. Sayangnya pemuda manis itu terus menolak, tidak ingin menjadi pendamping untuk seumur hidup katanya. Jake itu multifungsi, kadang bisa berperilaku seperti ibu, kadang seperti pembantu atau asisten, kadang juga berubah menjadi sosok yang paling mencintai Sunghoon. Bagaimana Sunghoon tidak cinta?
Selain membawa kebahagiaan, Jake juga membawa keajaiban yang selalu membuat Sunghoon terheran-heran.
Contohnya, kemarin sore rumah mereka kedatangan kolektor seni lagi, tepat setelah Sunghoon menyelesaikan lukisannya yang ke-16. Dan entah bagaimana caranya Jake meyakinkan si kolektor untuk langsung membeli lukisan tersebut. Apalagi dengan harga yang sangat tinggi, Sunghoon sampai meragukan keaslian uangnya.
Dan pagi ini, sementara Sunghoon tidak berniat untuk mandi karena hari libur, Jake malah berdandan lebih rapi dari biasanya.
"Apa lagi yang akan terjadi? Apa aku harus menggambarmu dalam penampilan itu? tanya Sunghoon heran.
Selagi membenahi syal di lehernya, Jake bergumam pelan, "Aku akan menjadi resepsionis dan negosiator. Hari ini akan ada tiga kolektor yang datang, lukisanmu pasti terkenal di kalangan mereka."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Telepati."
"Baiklah ... aku tidak akan bertanya lagi." Sunghoon duduk di kursi kerjanya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari Jake. "Tapi kenapa tiba-tiba banyak yang datang? Kenapa tidak sejak dulu saja?" tanyanya, lagi.
"Karena dulu kau tidak pernah ingin menjual lukisan-lukisan itu pada siapa pun, sekarang kau sudah rela, 'kan?"
Sunghoon mengangguk, "Benar juga, sekarang aku memang berniat untuk menjualnya daripada tertumpuk di sini."
"Tentu saja, rumah ini makin sempit karena ada banyak kanvas di mana-mana, sampai dapur juga penuh, dan ruang tamu sudah berantakan seperti ini, kau harus membeli rumah baru!" ucap Jake, dia duduk di sofa dan terus menatap Sunghoon yang sedang kebingungan.
"Tabunganku belum banyak, apa menurutmu kita harus menjual rumah ini dulu?"
Jake lantas menggelengkan kepala, "Tidak perlu, tempat ini bisa kau jadikan studio setelah punya rumah baru yang lebih besar. Sebaiknya menunggu sampai kau punya banyak uang, tidak akan lama lagi, asalkan kau terus berusaha."
"Asalkan terus bersamamu juga," tambah Sunghoon selagi tercengir. "Sudah lima bulan, aku senang kau masih ada di sini, atau jangan-jangan kau akan tetap ada di sini selamanya?"
"Entah, mungkin memang lama tapi aku yakin tidak akan selamanya," balas Jake.
Obrolan mereka berakhir saat terdengar suara ketukan pintu di depan sana, dan Jake lekas menghampirinya dengan antusias. Sesuai perkataan Jake, mereka kedatangan tiga orang asing yang mengaku sebagai kolektor benda-benda seni.
Sunghoon tidak tahu harus bereaksi seperti apa, dia serahkan saja semuanya kepada Jake. Akan tetapi Sunghoon merasa penasaran, agaknya dia sudah tidak asing dengan salah satu dari ketiga orang itu. Mungkin benar, itu adalah wanita yang pernah dia temui di galeri beberapa waktu lalu.
"Silakan masuk! Tempatnya memang cukup sempit karena kami memaksimalkan penggunaan ruang untuk berkarya." Jake menuntun mereka ke pusat ruang tamu, tempat Sunghoon berada. "Sudah banyak lukisan-lukisan yang dibuat oleh Sunghoon, dan tidak ada yang gagal."
"Benar, semuanya berhasil, Sunghoon berhasil," ucap satu-satunya wanita di sana.
"Yang paling berkesan adalah ini, judulnya Kosong, hanya Kosong. Sunghoon menangis saat membuatnya." Jake menunjuk sebuah lukisan yang tergantung pada dinding, sedikit abstrak namun di dalam gambar itu terlihat sosok pria berambut gelap sedang menatap rumah kosong dari kejauhan.
"Aku cukup tertarik dengan yang itu. Tapi apa kami boleh melihat-lihat lebih lama? Sebelum memutuskan ingin mengambil yang mana lagi," sahut pria paruh baya pemakai topi hitam.
Jake mengangguk, "Tentu!"
Sekali lagi, Sunghoon hanya bisa diam dan terkagum-kagum saat melihat Jake datang bersama sebuah koper hitam di tangannya. Tentu saja berisi uang puluhan juta hasil dari penjualan lukisannya.
Bukannya angkuh, namun setelah terbiasa, Sunghoon juga merasa bahwa semua ciptaannya memanglah sangat indah. Dia tidak pernah membuang satu lukisan pun karena selalu berhasil menyelesaikannya. Apakah tangannya itu ajaib hingga bisa membuat karya yang benilai tinggi? Sejak dulu Sunghoon benar-benar tidak mengerti.
"Empat lukisanmu sudah terjual, salah satunya adalah gambar bunga mawar, aku suka sekali dengan yang itu, apa kau bisa membuatnya lagi untukku?" pinta Jake.
"Bisa, aku bisa membuatnya sekarang juga jika kau mau. Tapi, apakah ada imbalannya?"
Jake tersenyum manis, "Tentu saja ada, sesuatu yang besar!"
_____
![](https://img.wattpad.com/cover/287953304-288-k520431.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERPIECE - [SungJake]
Fanfic[REPUBLISH-tidak direvisi] Hanya tentang Sunghoon yang menemukan kebahagiaan dari sebuah mahakarya, begitu indah dan membuatnya jatuh cinta, hingga sulit untuk percaya bahwa dialah penciptanya. ☆ SUNGHOON X JAKE ☆ Low Fantasy - Romance - Fluff! ☆...