Tok tok tok!
Perhatian mereka berdua teralihkan oleh suara ketukan pintu, membuat Sunghoon bertanya-tanya siapa yang datang di sore hari seperti ini. Lagipula tidak ada yang pernah datang bertamu sebelumnya.
"Biar aku saja," ucap Jake selagi berjalan ke depan.
Meninggalkan Sunghoon bersama perasaan bingung dan tercengang selagi menatap bunga mawar di tangannya. Dia benar-benar melihat bunga itu tumbuh dari setetes darah, dan hanya dalam sekejap mata. Otaknya lambat memproses karena hal itu sungguh di luar nalar manusia, bahkan Sunghoon masih mengira bahwa seluruh kejadian ini hanyalah mimpi.
Sunghoon menoleh, kedua alisnya terangkat heran saat melihat Jake masuk dengan seorang pria setengah baya berpenampilan rapi. Jake langsung bergeser ke sebelah Sunghoon, sementara pria itu berdiri di hadapan mereka berdua.
"Selamat sore," sapanya dengan ramah.
Sunghoon tersenyum sekilas, "Selamat sore. Anda mencari saya?" tanyanya.
Pria yang sedang asyik memperhatikan sekeliling rumah itu tersenyum cerah saat pandangannya menangkap potret indah yang baru selesai dilukis. Bagai menemukan sebuah berlian sampai pertanyaan Sunghoon pun lupa ia jawab.
"Ah maaf. Perkenalkan, nama saya Namjoon. Seorang seniman memberitahu saya bahwa dirimu punya karya seni yang bagus. Itu kah?" tunjuk Namjoon pada lukisan pertama Sunghoon.
Tentulah Sunghoon melongo. Jika diingat-ingat dirinya memang tidak punya benda seni apapun selain itu, namun lukisan itu 'kan baru saja selesai dan tidak ada yang mengetahuinya selain Jake.
"Tentu saja, tuan. Lukisan ini bukan sembarang lukisan, tapi mahakarya yang dibuat dengan sepenuh hati dan penuh cinta oleh penciptanya," sahut Jake sembari tersenyum ramah, dia berpindah mendekati kanvas besar itu dan disusul oleh Namjoon.
"Wah memang betul ya. Objeknya terlihat sangat eksotis, erotis dan orisinal, pasti digemari para pecinta seni, saat pertama kali melihat pun saya sudah tertarik. Kira-kira berapa harganya?" tanya Namjoon.
Jake melirik sekilas pada Sunghoon, kemudian berucap, "Lima?"
Namjoon tertawa, "Cukup berbeda dengan seniman yang sering saya temui ya. Biasanya untuk satu karya seperti ini, mereka menetapkan harga di atas 20 juta. Ya sudah 20 juta saja, bagaimana?"
Sekarang giliran Sunghoon yang tertawa, aneh sekali, pikirnya. Mana mungkin lukisan seperti itu mempunyai harga yang sangat tinggi? Dia menatap Namjoon dengan ragu dan penuh ketidakpercayaan.
"Begitukah? Sunghoon, ini tergantung keputusanmu," kata Jake seraya menatap lelaki tampan itu.
Melihat dua orang di depannya yang menampilkan wajah serius pelan-pelan membuat Sunghoon terperangah. "Sungguh?" tanyanya dengan panik.
"Iya, Sunghoon. Kau setuju untuk menjualnya sekarang?" tanya Jake.
Sunghoon memandang Jake lekat-lekat, lalu beralih pada lukisan pertama yang dibuatnya. Masih tidak percaya bahwa harga potret itu hampir setara dengan harga sepeda motor. Tetapi karya itu juga sangat indah dan berkesan, apakah Sunghoon tega untuk memberikannya kepada orang lain?
Tentu saja tidak, Sunghoon cepat-cepat menggeleng.
"Yang ini tidak dijual. Maaf tuan, sebaiknya Anda kembali nanti, lukisan ini belum selesai." Sunghoon tersenyum, namun gerak tubuhnya jelas-jelas mendesak Namjoon agar pergi dari sana.
"Wah, sayang sekali. Tapi tidak masalah, saya akan datang lain kali," ucap Namjoon, kemudian pamit undur diri tanpa membawa apapun.
Tersisa Sunghoon yang masih bergeming menatap pintu, dan Jake yang segera memeluk tangan pria itu, dia tarik wajah Sunghoon agar mereka bisa saling bertatap.
"Kenapa harganya bisa sangat mahal?" tanya Sunghoon, heran.
"Aku juga tidak tahu. Tapi kenapa kau tidak menjualnya? Padahal itu bisa langsung membuatmu kaya dan terkenal. Apa setelah ini kau tertarik untuk menciptakan lebih banyak lukisan?"
Lelaki yang ditanya akhirnya berangguk meski ragu-ragu, kemudian membalas, "Sepertinya aku tertarik. Tapi untuk lukisan itu, tidak akan pernah kujual bahkan jika ada orang yang menawar dengan harga satu miliar pun. Karya pertamaku yang melukiskan dirimu harus ku jadikan kenangan, supaya bisa mengingatmu setelah kau pergi nanti."
"Kau sangat menyukainya, ya?" tanya Jake kemudian.
Sunghoon terkekeh, "Aku tidak menyukainya, tapi aku mencintainya. Sangat mencintainya sama seperti aku mencintaimu."
Jake terpegun dengan wajah bersemu merah, dibuat semakin tersipu karena Sunghoon lantas memagut bibir miliknya perlahan-lahan, melesatkan lidah dan terus bermain dengan mulut manis itu. Jake yang sedikit kewalahan dengan perbuatan Sunghoon lantas menarik diri saat punya kesempatan, cepat-cepat dia mengalihkan wajahnya ke arah lain saat ditatap terus menerus.
"Telunjukmu tidak apa-apa? Tidak sakit?" Sunghoon bertanya sembari meraih tangan kanan Jake, namun sontak saja dia terkaget-kaget karena tidak dapat menemukan luka apapun di sana.
"Loh, kemana hilangnya luka itu?"
Jake mengangkat bahunya tanda tak tahu, "Entahlah, mungkin sudah sembuh karena kau menciumku."
_____
mau digimanain lagi ya aku bingung, pengennya sih langsung end aja😭
kasih konflik dikit kali ya?

KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERPIECE [SungJake]
Fanfiction[REPUBLISH] Hanya tentang Sunghoon yang menemukan kebahagiaan dari sebuah mahakarya, begitu indah dan membuatnya jatuh cinta, hingga sulit untuk percaya bahwa dialah penciptanya. ☆ SUNGHOON X JAKE ☆ Low Fantasy - Romance - Fluff! ☆ Drabble/Short A...