Lima hari berlalu setelah mereka pindah ke rumah baru. Sunghoon dan Jake mulai terbiasa, rumah itu tak lagi asing bagi mereka.
Namun kehidupan mereka tidak berubah sepenuhnya, masih tetap bekerja di toko milik Ibu Sun yang sekarang cukup terkenal. Toko itu berkembang pesat, produknya tidak hanya roti, namun juga kue karena baru-baru ini Yongsun membuat resep baru. Dan tentunya semakin populer berkat para pegawai yang menarik hati. Selain Sunghoon, Jake dan Jeno, kemarin toko itu juga kedatangan dua pekerja baru. Laki-laki dan perempuan.
Jake merasa senang karena tugasnya sekarang lebih ringan. Dia sering mendapat bantuan dari Lui, rekan perempuannya yang cantik. Seperti hari ini, biasanya Jake akan kelimpungan antara menjadi kasir dan pramusaji, sehingga dia butuh tenaga ekstra agar bisa menjalani dua pekerjaan itu. Tetapi sekarang sudah ada Lui yang menjaga meja kasir, Jake hanya perlu bolak-balik dari dapur ke ruang depan.
Saat asyik membersihkan meja, perhatian Jake dialihkan oleh pelanggan yang baru saja membuka pintu. Rupanya itu adalah sosok kakek tua berjanggut yang tak pernah memudarkan senyum sejak masuk ke dalam toko.
Jake terus mengamatinya ketika dia membeli sebungkus roti dari Lui. Kemudian kakek itu berbalik dan perlahan menghampiri Jake. Tentu saja Jake merasa terkejut karena si kakek tiba-tiba menitipkan secarik kertas padanya, lalu pergi tanpa permisi.
"Apa ini?" gumam Jake.
'Juli 18, 19:20'
Hanya tulisan itu yang dapat Jake temukan, namun hatinya seakan dihantam oleh ribuan duri yang menyakitkan. Dua hari lagi sampai tanggal 18 Juli.
Cepat-cepat Jake mengantongi kertas tersebut, bertepatan dengan kepulangan Sunghoon dari tugasnya sebagai pengantar pesanan. Jake berlari kepada pria itu dengan raut memprihatinkan.
"Sunghoon, aku merasa tidak enak badan, bisakah kita pulang sekarang?"
"Kau sakit?" Sunghoon yang terkejut langsung menempelkan punggung tangannya di dahi si manis. "Tubuhmu dingin, apa kau kedinginan? Astaga, ayo kita pulang!"
Sesampainya di rumah, yang Jake lakukan pertama kali adalah memeluk tubuh Sunghoon dan tak ingin lepas sedikitpun. Mereka asyik bergumul di atas kasur, tangan Sunghoon tak henti-hentinya mengusap rambut Jake yang sangat halus dan harum.
"Baru kali ini aku melihatmu sakit, apa yang sebenarnya terjadi dan membuatmu seperti ini?" tanya Sunghoon.
"Entahlah," balas Jake singkat, dia justru semakin mengeratkan pelukannya.
Mereka kembali terdiam dan menikmati momen itu dengan tenang. Banyak hal yang tak dapat Jake jelaskan kepada Sunghoon, dia takut menyakiti hati pria itu walau hanya sesaat. Dan Jake sama sekali tidak sakit, dia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya bersama Sunghoon. Tidak ada salahnya jika dia berbohong demi kebaikan, bukan?
"Sunghoon, ketika kau punya masalah, ingatlah kalau selalu ada orang-orang baik di sekitarmu yang siap membantu. Tuhan selalu punya cara untuk membuatmu bertahan, sebanyak apa pun cobaan yang kau dapatkan. Jangan sampai kau lupa diri karena pencapaian yang telah kau raih, jangan lupakan juga orang-orang yang pernah menemanimu saat terpuruk." Jake berhenti sejenak dan menghela napas berat, lalu kembali bicara, "Percuma saja aku berkata seperti ini. Aku yakin kau akan selalu berbuat baik dan benar."
"Tapi, Sunghoon, apa kau bisa berjanji pada dirimu sendiri untuk tetap hidup dan tidak akan pernah menyerah?"
"Iya, aku berjanji."
Jake tersenyum lembut mendengar balasan tegas dari Sunghoon.
"Terima kasih, aku mencintaimu."
_____

KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERPIECE [SungJake]
Fanfiction[REPUBLISH] Hanya tentang Sunghoon yang menemukan kebahagiaan dari sebuah mahakarya, begitu indah dan membuatnya jatuh cinta, hingga sulit untuk percaya bahwa dialah penciptanya. ☆ SUNGHOON X JAKE ☆ Low Fantasy - Romance - Fluff! ☆ Drabble/Short A...