Prolog

9.5K 709 88
                                    

Lisa POV

Namaku Lalisa. Usiaku saat ini, 17 tahun. 3 bulan lagi memasuki 18 tahun. Sekarang aku ada di tahun akhir sekolah menengah atas.

Aku tinggal dengan orang tua angkatku. Ya, mereka orang tua angkatku. Tentang orang tua kandungku? Aku tidak tahu. Mungkin orang tuaku belum siap menjadi orang tua saat aku lahir? Entahlah.

Appa dan Eomma menemukanku di depan kedai mereka, itu yang mereka katakan padaku saat usiaku tepat 17 tahun. Sedih? Ya, itu pasti. Saat anak-anak lain bahagia merayakan hari jadi yang ke-17, aku justru meneteskan air mata saat itu. Tetapi satu hal yang membuatku menerima dan berdamai pada keadaan, kasih sayang Appa dan Eomma padaku selama ini membuatku merasa tidak peduli tentang status itu lagi.

Saat usiaku tepat 17 tahun, aku mencoba mencari keberadaan orang tua kandungku. Tepat hari ini bulan ke 9 dari waktu pertama aku mencari orang tua kandungku dibantu oleh Appa, Eomma, dan kakak-kakakku tetapi nihil hasilnya.

Aku memutuskan untuk tidak mencari apapun tentang orang tua kandungku lagi. Aku sudah mengatakannya pada keluargaku, semalam. Mereka setuju tentang itu. Bukan karena menyerah tetapi mungkin itu takdir? Takdir bahwa selama hidupku aku tidak akan pernah melihat orang tua kandungku. Tidak masalah untukku. Aku hanya berharap mereka hidup bahagia dan diberkati oleh Tuhan.

Aku memiliki 3 saudara dari Appa dan Eomma; Sehun, Joo Hyuk, dan Sungjae. Sehun berusia 24 tahun, Joo Hyuk berusia 23 tahun, dan Sungjae 21 tahun. Ketiga kakakku memanggilku Lili. Eomma bilang semua itu berawal dari Sungjae. Dia membuat panggilan sayang untukku waktu usianya 4 tahun dan panggilan itu diikuti anggota keluargaku yang lain.

Sungjae kecil dan aku sangat akur, dia bahkan cemburu saat aku memiliki teman main yang lain tetapi seiring bertambahnya usia, kami perlahan menjadi musuh walaupun dari dalam hati yang paling dalam aku menyayanginya.

Appa dan Eommaku memiliki sebuah kedai yang menjual ayam, mandu, kue beras, dan kue ikan. Kami hidup dari kedai ini.

Penghasilan orang tuaku tidak banyak tetapi cukup untuk membiayai kami sekolah hingga sekolah menengah atas bahkan ke universitas tetapi tidak ada satupun dari kami yang tertarik untuk itu. Aku menolaknya karena ingin segera bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Malas berpikir, lebih tepatnya. Sudah mencoba berbagai jenis mata pelajaran tetapi tidak ada yang aku minati selain seni dan itupun hanya sedikit minat. Aku tidak ingin melakukan hal jika aku ragu, karena mungkin aku tidak akan maksimal. Walaupun orang tua dan ketiga kakakku berharap aku melanjutkan pendidikan. 

3 tahun terakhir penjualan kedai kami cukup tinggi sampai orang tuaku membuka cabang di 4 distrik: Dongdaemun, Yongsan, Gangnam, dan Myeong-Dong. Dari hasil penjualan 3 tahun itu, Appa dan Eomma bahkan bisa membelikan property berupa apartment untukku dan ketiga kakakku, sebagai investasi katanya. 

Tuhan benar-benar merubah kehidupan kami dalam 3 tahun kemarin sampai dimana Appa bergabung ke sebuah investasi temannya, tahun lalu dan dia ditipu oleh temannya sendiri. Seberapa besar? sangat besar, milyaran won dalam sekejap.

Appa seperti terhipnotis, dia benar-benar tergiur dengan investasinya. Seperti orang yang berjudi, dia merasa lupa diri. Temannya sudah tertangkap tetapi uang Appa sudah habis, hanya tersisa beberapa juta won. Dari sana, aku tahu bahwa Appa benar-benar memiliki hati seperti malaikat sampai tak peduli tentang seberapa besar kerugian yang diterimanya akibat perbuatan temannya, dia memaafkan tetapi hukum tetap berjalan karena korbannya bukan hanya Appaku dan ini tetap masuk ke dalam daftar tindakan kriminal.

Kami memulai hidup dari awal, menata semuanya kembali. Merelakan 4 kedai yang kami miliki karena keadaannya tidak memungkinkan, ditambah pembelian saat ini juga sedang menurun karena pesaingan pasar yang ketat, tetapi bersyukur karena Eommaku pandai mengatur keuangan. Itu sebabnya kami selalu hidup cukup di tengah ekonomi yang sedang tidak baik.

The NormWhere stories live. Discover now