Happy Reading ✨️
***
“Mana, udah siap belum makanannya?” tanya Adam yang baru tiba di dapur selepas membersihkan tubuhnya.
Cira menoleh ke arah Adam yang tepat berada di belakangnya, decakan kesal dari bibirnya terdengar jelas di kesunyian malam ini. “Belum.”
“Lama banget ketimbang manasin satu makanan aja.” Pria itu menggerutu di dalam langkahnya menuju meja makan.
“Om bisa diem, nggak? Masih untung lho aku mau bangun tengah malem kayak gini cuman untuk manasin capcay doang, padahal Om sendiri yang manasin pasti bisa. Nggak harus selalu apa-apa aku.”
“Kalau saya bisa, mending saya sendiri yang manasin atau buat makanan baru sekalian. Daripada capek-capek bangunin kamu yang cosplay jadi mayat, dibangunin nggak bangun-bangun. Kalau nggak inget sekarang malem, udah saya teriakin kamu, Ci!”
Adam menuangkan air ke dalam gelas kosong dan meminumnya hingga tandas. Matanya mengamati Cira dari jauh yang sedang menyiapkan nasi hangat dan capcay untuknya dengan begitu gesit. Adam mendengus, andai saja dirinya bisa, ia tak akan meminta bantuan Cira untuk menyiapkan makan malam. Melakukan seorang diri lebih baik ketimbang menyuruh.
Andaikan saja, ya. Pada kenyataannya dirinya memang tidak bisa apa-apa selain mengurusi perusahaan. Mencari uang adalah hal yang paling senang dilakukannya, dibanding membersihkan kamar, menyapu, mengepel, membenarkan seprai.
“Mangkanya belajar, Om, biar nggak bergantung sama orang terus. Bayangin kalau Om hidup sendiri di rumah sebesar ini dan Om yang nggak bisa ngapa-ngapain, mau bikin rumah ini berantakan kayak kapal pecah dengan keadaan Om yang kelaperan?” ujar Cira sembari meletakkan sepiring nasi dan mangkuk kecil berisi capcay.
“Kamu ‘kan ada. Apa gunanya ada kamu di sini,” balas Adam lalu memakan suapan pertamanya.
“Om lupa? Aku nggak bakal selamanya tinggal di sini. Om sendiri yang bilang kalau pernikahan ini nggak berlangsung lama. Secepatnya kita pasti bakal bercerai ‘kan, Om?” Cira melirik sebentar ke arah Adam yang terdiam dengan tangan memegang sendok lewat ekor matanya, kemudian kembali melangkah untuk mengambil telur dadar buatannya.
Tak lama Cira kembali membawa telur dadar pesanan sang suami dan meletakkannya di sebelah mangkuk capcay. “Ini telor dadarnya biar makannya tambah enak,” ucapnya yang melihat Adam terdiam memandang kosong nasi. “Kenapa? Capcaynya pedes? Kok malah ngelamun? Om Adam!”
Mendapat sentuhan di tangannya, langsung membuat Adam terdasar dari lamunan rumitnya. Ia mengerjap, mata yang tadi tampak terlihat kosong kini kembali pada setelan aslinya. Tajam. Mata yang menyorot tajam itu menatap sebuah tangan kecil yang menyentuh punggung tangannya, lantas ia segera menepis tangan kecil tersebut agar tak menyentuh lebih lama lagi di sana.
“Capcay buatan kamu nggak ada kuahnya,” ucap Adam ketus.
“Hah? Nggak ada kuahnya?” beo Cira untuk sesaat. “Ck, capcay ‘kan emang nggak ada kuahnya, Om. Kalau yang mau banyak kuahnya ya sayur asem. Besok deh aku buatin sayur asem kalau Om mau.”
“Boleh.”
Cira mengangguk, ia menuangkan air ke dalam gelas Adam yang kosong dan mendekatkannya kepada pria itu. Cira berjalan memutari meja makan agar bisa mendekati Adam yang sudah kembali fokus pada makanannya. Menarik kursi yang ada di sebelah sang suami, kemudian mendudukinya.
“Capcaynya masih enak nggak kalau udah diangetin kayak gini?” Kepala Cira bertumpu pada tangan kanannya, mengamati Adam yang terbilang lahap menghabisi makanan buatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Angry Husband [Completed - Revisi]
Любовные романы[Yuk, follow dulu akun ini sebelum membaca] * Sequel 'Gavin Is My Husband' * Disarankan untuk membaca 'Gavin Is My Husband' terlebih dahulu. 📢 𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗺𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗿𝘂𝗽𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝘀𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁�...