TAH - 28

4.1K 396 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

Tidak ada angin tidak ada hujan, sejak tadi sore Erza telah bertamu ke rumah abangnya. Cira yang membukakan pintu rumah sempat terkejut melihat tamu yang tidak disangka-sangka akan berkunjung ke rumahnya. Meski ada keraguan atas kedatangan adik iparnya, Cira tetap mempersilakan Erza masuk dan menjamu laki-laki itu.

Sangat jarang sekali Erza berkunjung ke rumah Adam atau bahkan hampir tidak pernah, entah apa yang menjadi alasan Erza datang pada hari ini. Jika diingat-ingat, sebelumnya Erza sempat ditawari sang Abang untuk sesekali berkunjung tetapi ia selalu menolaknya dengan berbagai alasan.

Malam hari pun tiba, Adam sangat terkejut saat sampai di rumah dan mendapati sang adik yang sedang rebahan di atas sofa. Tadinya Adam akan memarahi Cira habis-habisan karena mengira bahwa sang istri telah membawa masuk lelaki lain ke dalam rumah mereka.

Untung saja ia belum berteriak memanggil gadis itu saat kakinya melangkah mendekat ke arah sofa untuk melihat siapa orang yang dengan seenak jidatnya merebahkan diri di sofa mahal miliknya.

“Tumben,” ujar Adam setelah mendudukkan bokongnya di salah satu sofa yang berada di ruang tengah. Tangannya bergerak melepas jas dan dasi yang menempel di tubuhnya, sedangkan mata tajam Adam memindai Erza yang bergeming pada posisinya.

“Er?” Adam memanggil sang adik yang tampak nyaman rebahan di sana. Sekali lagi ia memanggil Erza dengan suara yang lumayan kencang dari sebelumnya dan kali ini berhasil.

Erza mengerang sebelum mengubah posisinya menjadi menyamping. Dengan ogah-ogahan, Erza membuka kedua matanya yang memerah tanda bahwa laki-laki itu baru saja bangun tidur. “Hmm?” sahutnya bergumam.

“Kenapa ke sini? Udah lama?” tanya Adam memperhatikan Erza yang perlahan bangkit dan bersandar pada sofa.

“Lumayanlah, udah dari sore gue datengnya. Di rumah sepi, mangkanya gue main ke sini,” jawab Erza.

Adam mengangguk. “Berarti di rumah cuman ada Mama dan Papa? Sekarang ‘kan di rumah cuman ada kalian bertiga, gue udah pisah rumah dan nggak bareng lagi sama kalian. Kalau lo ke sini, Mama dan Papa gimana?”

“Nggak apa-apa, sebelum ke sini gue udah minta izin sama Mama dan ya ... gue diizinin. Gue juga mau nginep di rumah lo, Bang. Boleh, ya? Cuman untuk beberapa hari doang kok.”

“Ada masalah? Lo berantem sama Papa?” Bukannya tidak mengizinkan, Erza ini orangnya sangat anti yang namanya menginap di tempat lain selain rumah kedua orang tuanya dan rumah Raga. Paling jika Erza bertamu, ia hanya pulang ketika sudah larut dan tak sampai bermalam di rumah orang lain.

Mendengar adiknya yang meminta izin untuk menginap di rumahnya, kening Adam mengerut dalam memikirkan sesuatu hal yang menyebabkan Erza seperti ini. Tidak mungkin bukan, laki-laki itu sedang ada masalah dengan Gavin?

“Nggak ada masalah apa-apa, gue juga nggak lagi berantem sama Papa. Alesan gue pengen nginep di sini itu ya karena pengen aja. Nyobain rumah baru lo, Bang, enak nggak buat ditempatin. Begitu, maksud gue. Jarang-jarang juga ‘kan gue ke sini dan bahkan baru kali ini gue masuk ke dalem rumah lo.”

“Yaudah, sesuka hati lo aja,” putus Adam memberi izin Erza untuk menginap di rumahnya. “Cira dan Zaky ke mana? Mereka nggak kelihatan dari tadi.”

Mata Erza memicing sebentar ke arah abangnya, melihat Adam penuh dengan kecurigaan. “Cira lagi bantuin Zaky nyari pensil warna di kamar anak itu. Zaky bilang, besok ada pelajaran menggambar, jadinya dia disuruh bawa peralatan menggambarnya. Anjing, perasaan setiap pelajaran menggambar, pensil warna anak itu kenapa selalu hilang melulu? Udah berapa kali dia beli pensil warnanya, woi? Apa ada tuyul, babi ngepet atau sejenisnya yang ngincer pensil warnanya si Zaky?”

The Angry Husband [Completed - Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang