TAH - 34

4.7K 386 8
                                    

Happy Reading ✨️

***

Mobil Gavin berhenti tepat di depan rumah yang dua bulan lalu ia berikan kepada putra sulungnya. Gavin pun keluar dan memencet bel yang berada di balik pagar, tak lama kemudian datanglah Cira dan Zaky. Dapat Gavin lihat bocah itu berlari mendekatinya dengan wajah sembabnya.

Kening pria paruh baya itu semakin mengernyit saat Zaky sudah sampai di depannya meski terhalang pagar yang menjulang cukup tinggi. Ia berjongkok menyamai tinggi tubuhnya agar sejajar dengan Zaky, kemudian diusapnya pipi tembam itu yang masih memperlihatkan jejak-jejak air mata. “Kenapa nangis, Za?”

“Daddy ....”

“Adam kenapa? Apa yang dia lakuin ke kamu sampe bikin kamu nangis kayak gini dan pengen pulang?”

“Daddy ... dia ... belum pulang. Zaky khawatir dan langsung nelpon Daddy, tapi ... tapi ... yang ngangkat teleponnya bukan Daddy, Kek. Itu suara cewek dan Zaky tahu—“

Sstt, diem. Cira dateng,” potong Gavin agar Zaky tak lagi melanjutkan ucapannya.

“Papa mertua,” sapa Cira tersenyum sesopan mungkin. “Permisi sebentar, Za, Mommy mau buka gerbangnya dulu.” Zaky sedikit menyingkir, membiarkan Cira membuka gerbang berwarna cokelat tua dengan begitu lebar.

Saat gerbang telah terbuka, Zaky segera menghambur ke pelukan Gavin. Cira yang melihatnya dibuat tak enak hati, mertuanya pagi-pagi buta sampai rela datang untuk menjemput anak sambungnya yang merengek ingin pergi dari sini. Andai Erza sedang tak ada di luar negeri, pasti laki-laki itu yang akan menjemput Zaky.

“Udah, jangan nangis lagi, boy,” ujar Gavin mengusap rambut lembat bocah ini, menenangkannya.

“Pa, maaf udah ganggu waktu tidurnya karena aku dan Zaky. Papa bahkan sampe rela dateng ke sini cuman buat ngejemput Zaky. Seharusnya nggak usah, aku sebenernya bisa kok nganter Zaky ke sana,” ucap Cira yang merasa tidak enak karena telah merepotkan pria paruh baya di depannya ini.

“Nggak apa-apa, Ci, jarak dari rumah ke sini nggak jauh. Seharusnya Papa yang minta maaf karena Zaky selalu ngerepotin kamu ini itu.”

“Tapi, Pa, angin malem nggak bagus buat orang tua. Aku takut Papa kenapa-napa.”

“Papa bawa mobil, aman.” Untuk sesaat Gavin memperhatikan rumah sang anak, lalu kembali menatap sang menantu dan bertanya, “Adam beneran belum pulang?”

“Belum. Zaky sampe nangis kayak gini juga ya karena Om Adam belum pulang, Pa,” jawab Cira sembari mengusap tengkuknya.

Zaky melepaskan pelukannya dari tubuh Gavin, tubuh mungilnya berbalik menghadap sang Mommy. “Mommy, jangan deket-deket sama Daddy. Kalau perlu, jauhin Daddy. Pergi sekarang, Mom, tinggalin Daddy.”

Gavin baru akan menegur Zaky karena sudah berbicara yang tidak-tidak dan terkesan ambigu, tetapi anak itu telah berlalu dan memasuki mobil lebih dulu.

“Maksudnya Zaky apa ya, Pa? Kenapa aku harus ninggalin Om Adam? Terus, Zaky nantinya gimana?”

Mendengar suara menantunya, Gavin langsung menoleh. “Zaky ngelindur, Ci. Nggak usah dengerin dia. Adam belum pulang dan di rumah kalian nggak ada siapa-siapa. Kamu yakin mau tetep di sini aja dan nggak mau ikut Zaky ke rumah Papa?” Ia sengaja mengalihkan pembicaraan.

“Nggak dulu, Pa. Aku di sini aja sekalian nungguin Om Adam pulang, siapa tahu dia bentar lagi dateng. Biar Zaky untuk malem ini di rumah Mama Papa dulu, mungkin anak itu butuh istirahat. Aku titip Zaky ke Papa,” ujar Cira menolak ajakan Gavin. Ia memandang kaca mobil yang hitam tak tembus pandang, hatinya ikut merasa sedih saat melihat Zaky menangis histeris karena Daddy bocah itu tak kunjung datang.

The Angry Husband [Completed - Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang