TAH - 32

4.2K 382 5
                                    

Happy Reading ✨️

***

085×××××××××:
Bisa kita ketemu?

Isi pesan itu persis seperti isi pesan sebelumnya dan pengirimnya pun adalah orang yang sama. Ya, Adam yakin, sangat yakin. Adam menatap tanpa ekspresi pada layar ponsel yang masih menunjukkan pesan singkat dengan tiga kata. Membacanya saja, ia harus mengumpulkan keberanian setelah beberapa hari begitu mendapat pesan pertamanya dari orang yang sudah dirinya ketahui.

Tak ada niat dalam dirinya untuk membalas pesan tersebut, seperti menanyakan kabar, berbasa-basi, atau langsung menuju topik yang sebenarnya ingin Adam tanyakan. Tetapi ia sudah tidak ingin mengingat masa lalu yang bahkan hampir membuatnya gila kala itu. Mungkin dulu orang itu amat berarti bagi Adam dan kehidupannya, tapi kini dia hanyalah orang yang harus Adam hindari keberadaannya. Bahkan ia menganggap orang itu seperti penyakit.

Meski di sudut hatinya yang paling dalam, ada sedikit dorongan ingin membalas pesan yang sama setiap harinya, pesan yang berisi tiga kata itu. Akhir-akhir ini Adam menyadari bahwa dirinya sering melamun di ruang kerjanya yang berada di rumah.

Melamun memikirnya hidupnya dulu yang dibuat hancur oleh si pengirim pesan tiga kata. Berkali-kali Adam berusaha mengusir kenangan itu, tetapi otaknya tidak ingin bekerja sama dengan dirinya. Adam harus apa? Sungguh, pria itu ingin sekali melupakan kenangan menyakitkan empat tahun lalu.

Seolah takdir ingin menyakitinya lebih dalam, orang itu kembali datang meski hanya dengan mengiriminya pesan. Tidak tahu ke depannya, Adam yakin tak lama lagi mereka akan bertemu. Hanya perlu menunggu waktu saja, semuanya akan terjadi.

Adam tersenyum masam saat kembali membaca pesan tersebut. Membaca dan membaca, tanpa membalas.

“Om, kayaknya rambutku udah panjang banget nggak sih? Aku sering banget ngerasa gerah, apa karena emang rambutku penyebabnya, ya?” ujar Cira yang membuat Adam segera menatap istri kecilnya.

Sampe nggak sadar, batin Adam sembari mengamati Cira yang sibuk dengan rambut panjangnya.

“Kalau gerah ya dikuncir aja. Nggak usah dijadiin masalah cuman karena hal sepele kayak gini,” balas Adam.

Haish, tapi aku tetep ngerasa gerah, Om. Bahkan pas tidur juga aku kegerahan gara-gara rambut ini.”

“Setiap hari AC kamar selalu saya nyalain ke suhu yang paling rendah dan kamu bilang masih gerah? Kayaknya bukan rambut kamu penyebabnya, Ci.”

“Terus apa? AC-nya yang rusak?”

Adam berdecak. “Semua barang-barang di rumah itu baru semua, Cira. Dan nggak mungkin kalau AC-nya rusak. Maksudnya saya, kamu gerah itu ya karena kebanyakan dosa!”

“Kebanyakan dosa, Om bilang?!”

Bugh!

Bugh!

Bugh!

“Cira, kamu apa-apaan sih?!” bentak Adam sembari menahan tangan istrinya yang semakin beringas memukuli tubuhnya. Mesti tak merasa sakit, pukulan Cira cukup lumayan untuknya. “Saya ngomong fakta, Cira. Barang-barang elektronik di rumah semuanya baru, nggak mungkin baru dipake beberapa minggu udah rusak! Berarti emang kamunya yang kebanyakan dosa!”

Cira mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Adam yang datar dan dingin. “Denger, ya, Om Adam yang terhormat. Aku emang manusia berdosa, tapi dosaku nggak sebanyak itu sampe bikin aku kegerahan kayak di neraka.”

“Kamu itu manusia banyak dosa, Cira! Sama suami aja ngelawan. Lihat, telunjuk kamu yang ngacung di depan muka saya, maksudnya apa?!” Adam menepis kasar tangan Cira sampai gadis itu meringis.

The Angry Husband [Completed - Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang