Tanggal penulisan :
19 April 2021 pukul 18.33 - 20 April 2021 pukul 00.14 (belum termasuk redisi)
Jika ada cara lain untuk mengekspresikan kebahagiannya selain tersenyum, mungkin Hak Yeon akan melakukannya saat ini juga. Sayangnya, yang bisa dia lakukan sekarang ini hanyalah terus tersenyum kepada siapapun yang berpapasan dengannya. Mungkin saja, dia sudah di anggap orang gila karena tak pernah henti memperlihatkan senyumannya.
Setelah mengantarkan Nona mudanya ke sekolah, Hak Yeon mendapat telfon dari salah seorang teman sekaligus rekan satu timnya di TNI dulu. Dan setelah bertemu dengan temannya itulah Hak Yeon berubah menjadi sangat bahagia seperti sekarang ini. Apalagi, pandangannya tak pernah beralih dari berkas berwarna biru yang sedari tadi di genggamnya.
"Apa amplop itu begitu menyenangkan sampai membuatmu terus tersenyum seperti itu." Tegur seseorang menyadarkan Hakyeon dari lamunannya.
"Eoh, Tuan. Maaf saya tidak tahu kalau Tuan sudah datang." Bergegas, Hak Yeon menormalkan ekspresinya dan menyimpan lembaran kertas itu ke dalam amplop kembali.
"Gwenchana. Ada apa? Baru kali ini aku melihatmu tersenyum sebahagia itu." Rasa penasaran Seulong seketika muncul saat dia teringat kalau orang dihadapannya sekarang begitu jarang menunjukkan ekspresi kebahagiannya kepda orang lain.
"Saya hanya senang karena Jae Hean akhirnya lulus dari akademi militernya." Ungkap Hakyeon mengutarakan sumber yang menjadi kebahagiannya sekarang.
"Benarkah? Bagus itu. Selamat. Aku turut senang mendengarnya. Artinya, perjuangannya selama 10 tahun ini tidak sia-sia."
"Tuan benar. Terimakasih Tuan."
"Lalu selanjutnya? Dia akan bekerja dimana?"
"Katanya, dia akan bekerja di BIN."
"Bagaimana kalau minta dia untuk bekerja denganku saja? Anggap saja agar kau dan Taek Woon punya temen baru." Seulong tersenyum memberi tawaran.
"Apa Tuan tidak masalah? Maksud saya, Tuan tidak keberatan memperkerjakan Jae Hwan?"
Sebenarnya, Hakyeon sudah memiliki rencana untuk itu. Hanya saja, dia belum sempat mengatakannya pada Jaehwan karena dia juga sedikit ragu. Bukan karena Seulong yang tidak akan menerimanya, tapi karena dia yang tidak enak hati dengan keluarga itu sebab sudah terlalu banyak membantu.
"Kenapa harus keberatan? Jae Hwan sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri. Sama sepertimu dan juga Taek Woon. Lagipula, Nayeon sudah menganggapnya seperti seorang kakak. Jadi untuk apa mempermasalahkannya."
"Baiklah Tuan, nanti saya akan sampaikan pada Jae Hean."
***
Rasanya benar-benar melelahkan ketika semua energi harus terkuras satu hari penuh. Setelah hampir 5 jam berkutat dengan bola dan berbagai teori serta praktek yang di berikan pelatih, akhirnya Chaeyoung dan teman-temannya bisa bernafas lega karena sesi latihan yang telah usai.
Peluit tanda berakhirnya pertandingan, menjadi penutup latihan mereka hari ini. Dan dengan serempak, mereka semua menjatuhkan tubuh mereka di atas lantai dengan kaki terjulur ke dapan serta nafas yang terengah-engah.
"Astaga, aku lelah sekali." Keluh Dahyun yang sudah tak sanggup lagi untuk duduk. Merebahkan tubuhnya di atas lantai, sama sekali tak peduli jika lantai lapangan itu kotor.
"Aku juga." Chaeyoung yang sama lelahnya ikut menanggapi. Bedanya, dia tidak mengikuti Dahyun yang terbaring terlentang tak berdaya.
"Semalam, kau tidur dimana?" Dahyun bertanya seraya menormalkan aliran nafasnya yang entah kenapa hari ini sedikit terasa tersendat-sendat. Tidak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM MINA
FanfictionHarta tahta dan wanita menjadi penghancur sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia. kehilangan seorang putri yang teramat sangat di sayangi, dicintai dan di jaga sepenuh hati bak bom nuklir yang menghempas ketenangan nurani. semua berubah, kala k...