21. Puncak Emosi Juandra dan Kehangatan Jerdian
***
Juandra melamun, rasa takut tiba-tiba melingkupi dirinya. Hari ini, ada pembagian nilai ulangan harian, dan nilainya kembali anjlok. Entahlah, pikirannya sedang tidak fokus akhir-akhir ini. Harus buat alasan apalagi untuk menjelaskan pada sang ayah.
Seingat Juandra, dia sudah belajar sekeras yang dia bisa. Belajar sampai larut malam, rela meninggalkan makan siang demi menghafal kisi-kisi, berlatih mengerjakan soal setiap saat sampai waktu bermainnya terbatas, lalu apalagi yang salah? Kenapa nilainya malah menurun? Mungkin ada satu hal yang tak Juandra pahami, bahwa tidak semua hal berjalan sesuai kendali. Hidup memang untuk sebuah tujuan, tapi bukan berarti kita hanya fokus pada tujuan itu, tanpa mengatur strategi yang baik untuk melewati prosesnya. Pernahkan Juandra berpikir jika dia terlalu keras pada dirinya sendiri, yang justru malah membuat pikirannya tak bisa fokus, karena terlalu banyak hal yang coba ia lakukan.
Juandra tersentak kaget ketika Hardian menepuk bahunya. Cowok berkulit kecoklatan itu berkata, "Bengong aja, kesambet baru tahu rasa lo."
"Udah pulang?" tanya Juandra sembari mengedarkam matanya ke penjuru kelas, dan menyadari jika yang tersisa hanya dirinya dan Hardian.
"Lah, dari 24 jam yang lalu."
"Nggak usah lawak!" kata Juandra ketus yang mana malah membuat Hardian terkekeh.
"Udah dari beberapa menit yang lalu. Gue sengaja nungguin lo ngelamun, mau tahu kira-kira sampe berapa lama. Tapi, gue kebelet boker, jadi buru-buru deh gue sadarin. Ngeri kesambet juga kalo kelamaan." Juandra mencebik kesal mendengar penjelasan dari temannya itu. Bisa-bisa Hardian memilih untuk memperhatikan ekspresinya ketika melamun, dibanding menyadarkan dirinya. Cowok dengan model rambut belah tengah yang khas itu pun beranjak dari duduknya. Meninggalkan sosok Hardian yang "Lah, woy, malah di tinggal gue. Makasih kek"
Juandra menyampirkan tas ke bahu sebelah kanannya. Dia melirik kembarannya yang baru saja masuk ke dalam mobil sang ayah. Cowo itu tersenyum miris, hati dan pikirannya sedang tidak sinkron sekarang. Hati nya merasa cemburu melihat ayah yang justru sekarang lebih memperhatikan Jerdian, namun pikirannya berkata jika pemandangan di depannya saat ini hanya sebuah pencitraan, agar sang ayah terlihat sebagai ayah idaman. Ah, entahlah, Juandra bingung.
Juandra menaiki mobilnya, melaju dengan kecepatan yang tak biasa. Dia sengaja memelankan gas nya untuk memperlambat sampai ke rumah. Setidaknya, mengulur waktu kemarahan sang ayah. Rasanya malas sekali, ketika pulang sekolah sudah harus menyodorkan nilai, dan mendapat ocehan yang hanya akan membuat telinganya panas. Katakanlah Juandra anak durhaka karna tak mendengarkan ocehan ayahnya, tapi memang itu kenyataannya. Kalau di tanya siapa yang paling kecewa antara dirinya dan ayahnya atas nilai yang dia peroleh, sudah jelas jawabannya Juandra bukan? Otaknya sudah bekerja keras untuk berpikir, namun hasilnya tak sesuai dengan apa yang ia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi (Selesai)
Novela JuvenilJerdian dan Juandra, si kembar yang berlomba-lomba untuk menutupi lukanya masing-masing. Terlihat saling ingin menjatuhkan, padahal mereka saling sayang. Mereka hanya tak tau bagaimana caranya menunjukkan rasa sayang seperti orang pada umumnya. Mamp...