27. Berhak Hidup Lebih Baik
***
Dua cowok yang terkenal pintar dan taat peraturan, sedang berusaha memanjat tembok belakang sekolah. Siapa yang akan mengira bahwa keduanya berusaha untuk bolol. Juandra dan Hardian —mereka berlari menuju sebuah warung dimana Hardian menitipkan motornya tadi pagi. Beberapa menit yang lalu, ketika Juandra sibuk dengan pikirannya, Hardian langsung mengajak dirinya untuk mengecek keadaan di rumah.
"Ayo ngebut, Yan."
"Ini udah paling ngebut, sinting! Yang ada, bukannya sampe rumah lo, malah sampe rumah sakit."
Jujur saja, Hardian ikut panik, namun alih-alih mengikuti perkataan Juandra yang bisa saja membawa bencana, dia lebih memilih untuk mengendarai motornya dengan tenang. Tak ada yang tahu, diam-diam buliran bening sudah jatuh membasahi pipi Juandra. Di satu sisi, dia beruntung memiliki sahabat seperti Hardian, tapi di sisi lain, dia juga merasakan sakit saat tahu sebuah fakta tentang ayahnya. Senang, sedih, kecewa, syok, semuanya melebur jadi satu. Juandra yang selama ini selalu mencoba menata hatinya dengan rapi, harus terobrak-abrik dalam hitungan menit hanya karena sebuah pemberitaan yang ia baca.
Delapan belas menit kemudian, motor hitam Hardian sudah sampai di depan kediaman Enderson. Sudah terdapat garis yang menutup akses masuk rumah. Juandra menatap nanar ke arah ayahnya yang terlihat sedang berbincang dengan salah satu polisi. Samar-sama, cowok itu mendengar apa yang ayahnya ucapkan.
"Setidaknya kasih saya waktu sampai anak saya pulang dari sekolah."
"Ayah," ujar Juandra lirih, yang membuat semua atensi kini tertuju padanya. Entah dorongan dari mana, cowok yang masih berseragam SMA itu langsung menubruk sang ayah, memeluknya erat.
"Juandra dengar! Kamu coba masuk kamar ayah, lalu ambil box coklat kecil yang ada di lemari. Di dalamnya ada dua surat yang sudah ayah kasih nama untuk kamu dan Ian. Maaf, ayah nggak bisa bantu buat cari Ian, tapi ayah yakin, Ian pasti balik. Ayah juga bakal jamin, kalo kalian berdua nggak akan kebawa-bawa dalam masalah ini," bisik Jemian yang membuat Juandra menggeleng lemah.
Kejadiannya secepat kilat, Jemian sudah ditarik untuk di masukkan dalam mobil, sedangkan tubuh Juandra ditahan oleh sahabatnya yang sejak tadi ada di belakang tubuh cowok itu. Hardian berpikir, jika ia jadi Juandra, mungkin untuk berdiri saja dia sudah tak sanggup. Kehilangan yang terlihat sementara, tapi rasanya menyesakkan.
Sampai keheningan pun terjadi. Semua tetangga yang memperhatikan sejak tadi, sudah masuk ke dalam rumah masing-masing. Dengan nekat, Juandra menerobos masuk ke rumah, bermodal duplikat kunci yang dia bawa. Tak lupa, Hardian mengekori cowok bertubuh tegap itu.
Dengan sedikit tergesa-gesa, Juandra membongkar seisi lemari ayahnya. Mencari barang yang dimaksudkan lelaki paruh baya itu. Butuh beberapa menit, akhirnya box itu ada di genggaman tangan Juandra. Dia membuka kotak itu dengan rasa penasaran, dan hal pertama yang ia lihat adalah dua buah kunci dan surat yang dimaksud Jemian. Juandra kenal salah satu dari kunci itu setelah memperhatikan dengan detail —kunci motor Jerdian. Tangannya terulur untuk memegang sebuah surat yang bertuliskan namanya.
List mengenai hal yang Juandra benci kini bertambah. Saat ini, Juandra benci dengan surat, apalagi surat yang berisi tentang ucapan perpisahan. Ingatkan dia untuk tidak perlu menerima surat dari siapa pun, agar dia tidak perlu merasa kehilangan. Kenapa pula, orang-orang gemar menulis surat yang hanya akan menyakiti perasaan seseorang.
From: Ayah
To: Juandra
———————
Malam ini, saya tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan pilihan yang tepat adalah menulis surat ini. Maaf, kalo setelah baca surat ini, kamu dan Ian harus kehilangan semuanya dalam hitungan detik. Saya adalah ayah yang buruk bukan? Tapi, percayalah saya menyayangi kalian berdua dengan sama rata. Berjuta maaf, mungkin tidak akan bisa mengembalikan waktu bermain kamu yang sudah saya renggut untuk saya paksa belajar dan memenangkan segala kompetisi. Tapi, semua semata-mata supaya kamu bisa dengan mudah dapat pekerjaan yang baik, dan hidup layak tanpa kekurangan apapun. Saya tidak ingin kalian mengambil jalan yang salah seperti apa yang saya lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi (Selesai)
Fiksi RemajaJerdian dan Juandra, si kembar yang berlomba-lomba untuk menutupi lukanya masing-masing. Terlihat saling ingin menjatuhkan, padahal mereka saling sayang. Mereka hanya tak tau bagaimana caranya menunjukkan rasa sayang seperti orang pada umumnya. Mamp...