•••
Savana baru saja pulang dari kampus saat sang bunda sudah duduk diruang tamu dan memandangnya serius.
Kemarin saat pulang dari Cikuray bersama Bargi, Savana juga ada jadwal di hari senin ini, niat awal ia ingin bolos sehari karena lelah, tapi di rumah saja malah membuatnya gegana-gelisah galau merana, ya karena hubungannya dengan Argo sedang tidak jelas.
"Savana, sini nak,"
Savana yang bingung, mendekat, duduk di samping wanita yang nampak awet muda, dengan pakaian modis-nya. "Ada apa, Bunda?"
"Kenapa kamu gak bilang?" tanya Astrid, membuat kerutan di dahi Savana semakin terlihat jelas.
"Bilang apa, Bun?"
Astrid menarik napas, ia berkata lirih pada anak perempuan semata wayangnya. "Kamu pikir Bunda nggak tahu kalo Argo sama kita itu nggak sama?"
Apalagi ini, Ya Allah? Savana meringis pelan, masalah dengan Argo saja belum selesai. Sekarang apa lagi? Kedua belah pihak sudah tahu?
Savana menelan saliva kasar. Jantungnya berpacu lebih cepat. "B-bunda, dengerin Savana dulu... Savana awalnya nggak tahu kalo Kang Argo beda sama kita. Kang Argo baik banget, Bunda. Bukankah perbedaan itu indah?"
"Bunda tahu, Vana. Berbeda itu indah. Tapi bukan untuk ini konsepnya." Astrid memandang Savana sendu, ia takut anak perempuannya memiliki rasa terlalu jauh pada seorang laki-laki yang tidak menyembah Tuhan yang sama.
"Bun... cinta itu tidak terbatas, kan Bunda? Bukannya kita juga gak bisa menentukan mau jatuh cinta sama siapa?" suara Savana sudah mulai bergetar, sudah dipastikan sebentar lagi ia akan menangis.
"Tapi kenapa harus sama yang beda, Savana?" tanya Astrid. "Bunda gak ngelarang kamu buat deket berteman sama Argo. Bunda cuma takut, nanti perasaan kamu terlalu jauh, nak..."
Savana tiba-tiba menangis. "Bunda, Savana gak tahu kalau akhirnya malah jatuh sama Kang Argo, Bun..."
Ini, ini yang Savana takutkan. Ia bingung mau berjalan ke mana hubungannya dengan Argo. Dulu, saat menerima Argo, Savana hanya bermodalkan nekat "jalanin aja dulu".
"Kamu mau jalan sampai kapan sama Argo, Van? Kapan berhentinya? Ada yang mau ngalah diantara kalian? Kalaupun ada, Bunda harap bukan kamu." Astrid mengusap punggung Savana.
Savana mendongak, memandang sang Bunda dengan tatapan sendu. Bun, aku juga gak sejahat itu untuk ngambil Kang Argo dari Tuhan-Nya," lirih Savana, jujur saja Savana tidak pernah mengobrol seberat ingin dengan Astrid.
"Van, Bunda gak mau desak kamu. Bunda gak larang kamu pacaran sama siapa aja bukan karena Bunda gak tahu dosanya di agama kita. Tapi Bunda pikir kamu masih muda, pacaran cuma buat seneng-seneng. Bunda cuma takut, nak. Argo anak yang baik, Bunda tahu itu. Tapi, kamu jangan memaksakan sesuatu yang memang tidak di ciptakan untuk kita ya, nak? Nanti Allah marah, kamu lebih mencintai umat yang lain daripada-Nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenggala
Teen FictionAwalnya Savana bertekad untuk naik gunung karena ingin membuktikan pada mantannya bahwa ia bisa. Ia tidak ingin diremehkan. Sampai ia ikut organisasi Pecinta Alam di kampusnya, dan bertemu dengan Argo Jenggala--si Ketua Palawa yang mengajarkannya b...