Eh

342 83 28
                                    

Pagi yang lain dimulai. Terlalu klise jika harus menjelaskan detail bagaimana tokoh utama kita mengerjapkan mata ketika cahaya matahari mencoba mengintip melalui gorden kamar. Jadi, Samuel kami akan to the point saja. Pemuda tersebut sekali lagi menguap untuk mengumpulkan nyawanya.

Badannya masih terasa lemas setelah hari yang cukup melelahkan kemarin. Dan herannya, Samuel tak begitu ingat kenapa hari kemarin begitu melelahkan. Bahkan bangun pagi kali ini terasa seperti ada yang kurang. Tak mau banyak berpikir di pagi hari, Samuel segera bangkit dari kasurnya, melangkah menuju dapur.

Samuel mendapatkan minumannya, lalu menenggak habis satu gelas besar tanpa sisa. Meminum air putih di pagi hari membuat pikirannya jauh lebih jernih. Bahkan apa yang tadi sempat Samuel lupakan seketika muncul di permukaan.

"Kok gue gak liat Gege ya?" gumam Samuel. Pemuda tersebut segera berkeliling apartemennya, mencari Gege.

"Perasaan semalem dia masih sama gue deh." Samuel membuka lemari baju, barangkali ada Gege di sana. Namun tentu saja hasilnya nihil. Samuel linglung. Semalam jelas dia menyuruh Gege tidur di ruang tamu depan tv. Bahkan ia sempat melihat gadis tersebut terlelap dan menyelimutinya.

Tunggu, apa ini semua hanya mimpi? Lagipula jika dipikir-pikir, kehadiran Gege sangat tidak masuk akal. Anjing jadi-jadian? Manusia jadi-jadian? Seketika Samuel tergelak sendirian, menepuk jidatnya. "Gila sih, mimpi gue kayak nyata banget."

Oke, fiks, itu semua pasti memang mimpi. Itu berarti Gege dan pesta anniversary orangtuanya semalam tidak nyata. Samuel tertawa lagi sembari mengamati gelangnya yang masih terpakai. Tidak ada niatan baginya untuk melepas gelang tersebut, entah kenapa.

"Lo kenapa ketawa-ketawa sendiri dah?"

Mendengar ada makhluk lain yang bersuara, Samuel sontak menghentikan tawa bodohnya. Mata minimalisnya menatap bingung pada dua manusia yang sudah masuk begitu saja ke apartemennya.

"Eh, ditanyain malah bengong ni bocah!"

Salah satu dari manusia tersebut, Azka, mendekat dan menjentikkan jarinya di depan wajah Samuel.

"Samuel udah bangun?" Satu manusia yang lainnya, tentu saja dengan nada bicara khas yang sudah familiar di telinga Samuel, dia adalah Gege. Gadis tersebut nampak membawakan totebag berisi tiga bubur ayam. Pakaiannya sama seperti yang diberikan Samuel semalam—baju tidur biru dongker—tepat sepulang dari pesta kedua orangtua Samuel.

"Loh, kok lo ada di sini?" tanya Samuel sembari menatap Gege tak percaya.

Namun Azka yang tak memperhatikan tatapan Samuel, mengira pertanyaan tersebut untuk dirinya. "Bentar doang elah, numpang sarapan. Gue mana tau bakal ganggu acara berduaan lu ama ayang pagi-pagi gini," jawabnya sembari berlalu ke dapur, mengambil beberapa mangkok dan sendok.

Sahabat Samuel yang satu ini memang sudah tau kode apartemen Samuel sejak lama. Mereka sudah berteman sejak kecil, maka tak ada keraguan bagi keduanya untuk saling berbagi. Dan Azka yang paling sering berkunjung ke apartemen Samuel. Biasanya ia berkunjung saat suasana rumah sedang tidak damai—kedua orangtuanya kerap kali cekcok.

"Loh, lo kok bisa sama Azka?" tanya Samuel sekali lagi pada Gege.

Namun, sebelum Gege menjawab, lagi-lagi Azka yang bersuara lebih dulu. "Bawel lo, lah loh lah loh mulu. Buruan cuci muka dulu sono, ciloh lu tuh bersihin."

Mendengar kritikan Azka, sontak Samuel segera memeriksa matanya apakah benar masih ada kotoran matanya di sana atau tidak. Dan ternyata tidak ada. Pemuda tersebut segera menendang bokong Azka begitu sahabatnya itu keluar dari dapur membawa tiga mangkok.

"Sialan lo!" sinis Samuel.

Sementara Azka malah tergelak karena tendangan Samuel meleset. "Napa? Malu lo ama si ayang?" goda Azka sembari mengedipkan matanya, sementara dagunya menunjuk pada Gege.

My Puppy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang