Dua

237 59 14
                                    

Pria dengan jambang palsu serta topi yang sengaja ia gunakan untuk menutupi wajah bagian atasnya tersebut melangkah santai melewati puluhan manusia di mall. Pada tangan kanan pria jangkung tersebut nampak tergenggam satu cup kopi hangat yang bahkan asapnya samar-samar masih terlihat mengepul.

Mata tajam pria tersebut sudah mengunci targetnya sejak beberapa menit lalu, yaitu seorang gadis berambut pendek yang kini tengah asyik memilih baju bersama pemuda yang—tentu saja—ia kenal. Sudah beberapa hari lalu sejak pria tersebut mengintai targetnya 'yang familiar' secara diam-diam.

Menenggak sedikit kopinya, pria tersebut menghentikan langkahnya dan memilih berpura-pura sedang melihat papan iklan di sebuah layar.  Lokasinya dalam radius ±15 meter dari posisi target. Lalu pria tersebut mulai mengambil ponsel di saku mantelnya. Mencoba menghubungi atasannya.

"Halo, Tuan. Ini tentang Nona G. Mungkin anda akan sedikit tertarik dengan informasi yang saya punya ini."

Pria tersebut menyeringai.

*****


BRAKK!

Pria paruh baya dengan setelan rapih tersebut menaruh telepon genggamnya dengan kasar. Air mukanya dingin, keras, ditambah dengan aura mencekam yang kuat. Nyatanya di balik dinginnya wajah tersebut, gerombolan iblis seolah sedang membakar jiwanya.

"Sejak awal aku tidak terlalu percaya pada wajah polosnya," sahut seorang wanita dengan raut wajah lembut nan tenang, yang tak lain adalah Monik.

Berbeda dengan suaminya, Monik dengan santainya menuangkan teh ke cangkir kecilnya. Seolah tak kehilangan keanggunannya, Monik tersenyum lembut pada sang suami, menawarkan secangkir teh favorit keluarganya. "Teh hangat?"

Tak menjawab tawaran sang istri, Tama malah lanjut mendumel. "Gadis itu bahkan tidak jelas berasal dari darah mana. Identitasnya 100% palsu. Tidak ada yang mengenalnya. Lalu dia juga tinggal bersama Sammy?! Dan paling parah, berani-beraninya Sammy menipu kita seperti ini!"

Tama kesal bukan kepalang. Ia bahkan sampai merelakan kesempatan kerjasama emas dengan keluarga Abigail demi menjaga cinta putranya tersebut dengan 'kekasih'nya yang tak jelas dari keluarga mana. Ini tak seperti yang Tama harapkan.

"Sayang, bukankah saat pertama kali melihat Ghea sedikit mengingatkanmu pada sesuatu?" Monik menyela dengan topik lain.

Mendengarnya, Tama sedikit mengerutkan kening. "Apa itu?"

"Teror 16 tahun lalu."

*****


"Samuel, Gege pengin baju yang itu tuh, warnanya baguusss."

Gege sedikit berjingkrak kecil saat menunjuk piyama garis-garis dengan warna lavender. Entah kenapa gadis tersebut jadi suka dengan warna dingin nan cantik tersebut. Namun bagi Samuel, warna tersebut lebih ke kesan misterius yang feminim.

"Ini namanya warna ungu lavender. Lo suka warna itu?" tanya Samuel sembari meraih piyama tersebut.

"Suka banget." Gege nyengir-nyengir saat Samuel mulai mencocokkan piyama tersebut ke tubuh Gege, dan ternyata cocok dengan ukuran tubuhnya.

"Kenapa suka?"

Entah kenapa Samuel sedikit tertarik menanyakan hal itu. Lebih tepatnya, pemuda tersebut cukup tertarik untuk membaca karakter Gege yang sulit ia pahami akhir-akhir ini.

My Puppy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang