Sambalado

297 85 17
                                    

"Jangan batuk, Samuel. Ini airnya diminum dulu."

Gege benar-benar tak mengerti. Setelah mengatakan itu kenapa orangtua Samuel tertawa? Tidak ada yang lucu, 'kan? Setelah tempo lalu menemani Seno yang terperangkap dalam kamar terbakar, dan tuannya itu terus terbatuk, Gege benar-benar tidak bisa mendengarkan batuk lagi dari orang-orang tersayangnya. Itu seperti gaungan menuju perpisahan maut baginya.

Eh, tunggu. Kalau begitu apa berati Samuel sudah menjadi daftar dari salah satu orang yang dia sayang? Ah, tidak juga. Gege hanya menyukai Samuel saat pemuda tersebut mencoba menolong Seno, dan juga saat memberikannya permen coklat tentu saja. Samuel galak, pelit, jelek—menurutnya—tidak seperti Seno yang selalu memanjakannya.

"Pacar kamu lucu, Sam. Berapa usianya?" tanya Monik sembari terus terkekeh.

"Ah ... saya 20 tahun," jawab Gege kikuk. Ia jadi bingung. Ini Samuel sudah tidak kenapa-napa? Sudah tidak butuh minumannya?

Tapi melihat Samuel yang melotot kecil padanya membuat Gege yakin kalau pemuda itu baik-baik saja.

"Wah, satu tahun lebih muda dari Sammy ya. Tante kira masih 15 tahunan, imut banget soalnya. Tadi sampe mau omelin Sammy karena dikira bawa anak kecil ke sini." Monik terkekeh lagi.

Gege menyengir, hatinya senang dipuji imut begitu. Bahkan pipinya merona. Rasanya lebih senang daripada dipuji cantik. Karena dulu Seno-nya selalu memanggilnya imut tiap kali ia mencoba mencari perhatiannya.

"Ghea emang imut, Tante, hehe."

Monik sedikit terkejut dengan respon Gege. Gadis itu tidak berterima kasih saat dipuji, hmm, malah makin narsis. Apalagi Gege mengatakannya dengan terlalu percaya diri.

"Ngomong-ngomong, Ayah. Bukannya peringatan wedding anniversary nya minggu depan? Kenapa dirayain sekarang?" tanya Samuel sembari meraih segelas minuman dari Gege, lalu meneguknya.

"Kan minggu depan Ayah sama Bunda sudah ada di Jepang. Mau ngerayainnya kapan kalau bukan sekarang, 'kan?" jawab Tama enteng.

"Maksud Sam, bukannya ini terlalu mendadak? Besok juga kalian harus berangkat, 'kan? Entar kecapekan pas mau berangkat gimana?"

"Tenang aja, Sam. Semuanya udah dipertimbangin kok." Kali ini Monik yang menjawab.

Mendengar itu, Samuel tak menjawab lagi, hanya mengangguk-angguk paham. Samuel tahu, bahwa kedua orangtuanya sangat kritis dalam menyusun jadwal. Semuanya penuh pertimbangan, jadi Samuel yakin apapun yang mereka kerjakan ini tidak terlalu beresiko untuk urusan yang lain. Ia meneguk minumannya lagi, lalu menaruhnya pada nampan yang sedang dibawa oleh pelayan yang lewat.

"Oiya, Gheana, kalau boleh tau, kamu tinggal di daerah mana ya?" Kali ini Tama ikut bersuara lagi.

"Di perumahan Greenhouse," jawab Gege yang tak hilang senyum sumringahnya.

Tama nampak berpikir sebentar sebelum akhirnya menjawab, "oo pantesan marga kamu Wijaya. Jadi kamu salah satu penghuni perumahan elit itu ya?"

Gege tak tahu harus jawab apa. Ia menatap Samuel bertanya-tanya. Sementara Samuel dengan cepat mengedipkan satu matanya. Gege tak tahu lagi apa maknanya itu. Tapi menurut naluri anjingnya, ia hanya harus menjawab 'iya' demi kelangsungan hidupnya.

"Iya ... betul," jawab Gege lirih.

"Ghe, katanya tadi kamu mau cari kamar mandi." Samuel memilih mencari jalan keluar untuk pergi dari hadapan orangtuanya sebelum Gege ditanyai lebih detail lagi.

My Puppy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang