Demi

268 37 27
                                    

"Good morning, Lylia."

Di ruangan yang gelap nan sempit tanpa ventilasi udara tersebut Lila mendengus untuk ke sekian kalinya. Ia menatap sengit pada pria tua bertongkat yang baru saja memasuki ruangan tempatnya ditahan sekarang.

"Saya ndak nyangka kamu masih bisa menatap dengan mata seperti itu." Pria tersebut tiba-tiba terkekeh, mendekat pada Lila yang satu kakinya sudah terikat pada rantai besar sejak kemarin siang. Menyisakan bekas merah dan luka pada pergelangan kakinya itu karena tergesek saat ia terus mencoba melepaskan diri.

Keadaan gadis itu cukup memprihatinkan. Sudut bibir pucatnya sobek, bekas pukulan yang ia terima saat mencoba berontak. Pelipis sekitar matanya juga keunguan. Sementara seluruh tubuhnya terasa mati rasa karena tidak bisa bergerak bebas dalam beberapa jam terakhir.

Begitu matanya yang mulai sayu menangkap pemandangan sosok yang ia benci berdiri di dekatnya, tanpa aba-aba, Lila meraih kerah pria tersebut dan memukul wajah keriputnya dengan sisa tenaga.

BUG!

"Itu buat lo yang udah bikin adek-adek gue kelaparan nunggu gue pulang, Bangsat!"

Salah satu penjaga yang mengawasi di depan pintu pun sontak maju hendak membalas perbuatan gadis itu. Dengan satu tinjuan di perutnya, gadis itu kembali terjatuh lemas sembari terbatuk.

Lila bergantian menatap sinis pada sang penjaga, yang tak lain adalah pemuda berwajah tegas yang kemarin meminta izin cuti untuknya itu. Mendengar penuturan pemuda tersebut saat menceritakan soal masa lalu ibunya, membuat Lila dengan bodohnya mau saja percaya dan mengikuti pemuda tersebut. Lila pikir hanya sedikit orang yang tahu tentang kutukan ibunya itu, jadi ia berusaha mempercayai siapapun yang tahu tentangnya. Ia pikir itu akan membantunya mendapatkan beberapa informasi soal ibunya, dan menghilangkan kutukannya seperti yang Samuel ceritakan tempo lalu.

"Ah ... jika saja saya tidak sibuk, mungkin bermain-main sebentar dengan gadis cantik sepertimu sangat menyenangkan. Sayang sekali."

Pria tua tersebut menyeringai menjijikan meski satu pipinya mulai memar bekas pukulan Lila tadi.

"Cuih. Udah bau tanah aja banyak gaya," sinis Lila hendak bangkit meraih pria tua itu lagi, namun rantai yang masih mengikat kuat di kakinya membatasi pergerakan Lila. Gadis tersebut tanpa sengaja terjatuh lagi karena terpancal. Lututnya terantuk keras pada lantai kayu. Membuatnya meringis menahan nyeri.

"Kau gadis ceroboh."

Mendengar itu Lila mendesis.

"Mau lo apa sih, Bangsat?! Adek-adek gue pasti lagi nangis sekarang nungguin gue pulang dari kemarin!" teriak Lila frustasi. Matanya makin memerah menahan amarah. Ia sudah lelah fisik dan pikiran sejak kemarin siang karena terus memikirkan nasib kedua adiknya di rumah.

Bahkan makanan yang diberikan pelayan di sini pun tidak Lila sentuh sejak kemarin karena ia terlalu mengkhawatirkan kedua adiknya. Ia tidak peduli pada keadaannya sekarang yang kian berantakan.

"Kau tunggu saja. Ibumu, si penghianat itu, pasti akan datang mengambil umpannya yang tersangkut," ujar pria tua tersebut sembari merapihkan setelan hitamnya.

"Hah, dia yang memancing duluan tapi malah dia yang terkena pancingan. Bodoh sekali wanita sialan itu," lanjutnya sembari tertawa congkak.

Lila jadi semakin muak melihat wajah si tua bangka itu. "Apa untungnya buat lo kalo udah ketemu ibu gue?"

Sebelum menjawab Lila, pria itu menyeringai lebih lebar. "Keuntungan saya? Melihat si 'tukang keluyuran' itu mati nampaknya keuntungan yang menyenangkan."

*****

Gege membuka mata sayunya perlahan. Perutnya terasa lebih berat begitu menyadari sebuah kaki sedang menindihinya. Kaki siapa lagi jika bukan punya Samuel. Pemuda tersebut masih tertidur dengan posisi memeluk Gege seperti sedang memeluk bantal guling.

My Puppy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang