Bagian 23

882 158 4
                                    

"Ziras, Ibu kamu di tangkap polisi."
Ziras yang baru sampai rumahnya langsung kaget saat mendapati kabar dari yang setau Ziras temen Ibunya itu.

"Ibu di tangkap polisi? Kok bisa?"
Tanya Ziras. Kenapa Ibunya bisa ketangkap polisi? Emang Ibunya ngelakuin kejahatan apa? Setaunya Ibunya itu bukan penjahat. Ibunya cuma PSK aja. Kalo mau di tangkapun harusnya Ibunya di tangkap sama sapol PP karena kerajia, bukannya sama polisi.

"Ibu kamu kegerebeg lagi sama bandar narkoba."

"Maksudnya Ibu lagi transaksi narkoba?"
Tanya Ziras kaget.

"Bukaan. Ibu kamu lagi tidur di hotel sama bandar narkoba itu. Jadi Ibu kamu kebawa-bawa."
Ziras bernafas lega, untungnya Ibunya bukan pengedar narkoba, dia cuma gak sengaja ikut kegerbeg aja. Ibunya masih bisa di bebasin.

"Ibu di kantor polisi mana?"
Tanya Ziras.

"Tante gak tau."

"Ok, nanti aku cari sendiri. Makasih infonya."
Ucap Ziras menjalankan kembali motornya buat nyari keberadaan Ibunya. Walau Ziras yakin Ibunya bakal di bebasain, tapi tetep aja pasti harus ada yang ngurusin ini itunya, belom lagi kalo harus ada tebusannya. Di dunia ini kan gak ada yang geratis, termasuk kalo urusannya sama polisipun, pasti harus ada duit yang keluar.

"Dian, lo punya anak baik gitu, tapi lo sia-siain. Dia rela buat nyariin lo."
Gumam temen ibunya Ziras.

Malam itu Ziras ngelilingin hampir satu kota Jakarta buat nyari ibu nya dari satu kantor polisi ke kantor polisi lainnya. Kantor polisi di Jakarta kan banyak, bukan satu atau dua doang, dan Ziras baru nemuin keberadaan Ibunya jam 3 pagi setelah berbagai tragedi motor mogok keabisan bensin dan ban bocor kena paku.

"Ngapain kamu malem-malem kesini?"
Tanya Ibunya saat ketemu sama Ziras yang masih pake seragam yang udah kucel karena seharian di pake.

"Ibu gak kenapa-napa kan?"
Tanya Ziras khawatir. Dia takut kalo Ibunya di apa-apain.

"Kamu bisa liat sendiri Ibu gak kenapa-napa."
Ziras bisa liat kalo Ibunya masih sehat walafiat, tapi kan tetep aja Ziras takut kalo Ibunya di bentak-bentak, atau bahkan di katain yang macem-macem.

"Kamu mending pulanga aja."
Usir Ibunya.

"Aku mau tanya apa Ibu bisa di bebasin apa enggak."
Kata Ziras yang pergi ninggalin Ibunya. Ziras kesini buat ngebawa pulang Ibunya, masa iya dia pulang dengan tangan hampa.

"Pak, apa Ibu saya bisa pulang?"
Tanya Ziras ke salah satu petugas.

"Ibu kamu terjerat kasus prostitusi, di tambah dia tertangkap lagi sama bandar narkoba."

"Tapi Ibu saya cuma PSK aja Pak, dia gak ada sangkut pautnya sama bandar narkoba itu. Dia cuma pelanggan Ibu saya aja. Dan setau saya yang di tangkap sama sapol PP pun di bebaskan lagi."
Setau Ziras pekerja malam yang di tangkap sama Sapol PP pun di benasin lagi, mereka cuma di kasih penyuluhan di dinas sosial abis itu udah di bebasin, terus di tangkapin lagi. Terus aja gitu sampe emas monas berubah jadi berlian.

"Tapi kita masih perlu keterangan ibu kamu sebagai saksi."

"Tapi gak harus di tahan juga kan Pak. Bapak bisa panggil Ibu saya sebagai saksi tanpa harus menahan Ibu saya."

"Kamu masih anak SMA, tau apa kamu soal hukum?"

"Berapa yang harus saya bayar?"
Tanya Ziras dingin.

"Kamu...."

"Saya tau Ibu saya bisa bebas kalo ada uang. Jadi berapa saya harus bayar?"

"Kamu cuma anak kecil. Jangan ikut campur sama hukum. Lebih baik kamu pulang."
Ziras mengepalkan tangannya, dan pergi keluar dari kantor polisi.

Dia mengambil HP dari kantong celananya.

"Halo Ka."
Kata Ziras ke Aka yang di sebrang sana.

"Lo ngapain nelpon gue jam segini babi! Ganggu gue lagi molor."
Sungut Aka di sebrang sana yang merasa terganggu.

"Ka, gue mau minta tolong."
Ziras sadar kalo dia gak bisa ngelakuin ini seorang diri. Ziras gak ada kuasa apapun.

"Minta tolong apa?"
Aka mengernyit, tumbenan banget Ziras meminta tolong padanya. Biasanya sesusah apapun Ziras, dia gak pernah minta tolong ke dia. Ziras selalu bersikeras menyelesaikan semua masalahnya sendirian. Jadi Aka yakin kalo kali ini masalah yang di hadapi Ziras adalah masalah yanga besar.

"Gue di kantor polisi."
Aka yang ngedenger Ziras yang lagi di kantor polisi langsung bangun dari posisi tidurnya.

"Lo di tangkep sama polisi? Kasus apa anjing?"
Tanya Aka cemas.

"Bukan gue, tapi Emak gue."
Jawab Ziras yang bikin Aka bernafas lega.

"Ibu lo kenapa?"
Tanya Aka.

"Dia kegerbeg lagi tidur sama bandar narkoba."
Jawab Ziras.

"Gue mau minta tolong buat bebasin Emak gue Ka. Gue udah ngomong sama polisinya, tapi dia keukeuh gak mau bebasin Emak gue."
Lanjut Ziras.

"Share lokasi lo, sekarang gue kesana bareng pengacara keluarga gue."
Kata Aka yang menutup telpon dan pergi ke kamar Bapaknya yang lagi tidur.

"Pih, minta nomer Pak Fahri."
Kata Aka.

"Mau ngapain? Kamu mau bikin surat wasiat?"
Tanya Bapaknya Aka yang masih setengah sadar.

"Ibunya si Ziras di tangkap polisi."

"Apa? Si Ziras di tangkap polisi?"
Tanya Bapaknya Aka yang langsung bangun dari tidurnya.

"Bukan si Ziras, tapi Ibunya. Si Ziras sekarang lagi ada di kantor polisi buat bebasin Ibunya, tapi gak bisa."
Jelas Aka.

"Ya tuhan, itu anak kasian banget malem-melem gini di kantor polisi. Tunggu bentar, Papih telpon Pak Fahri. Kamu sekatang susulin si Ziras, nanti Papih nyusul sama Pak Fahri."
Suruh Bapaknya Aka.

"Jangan lama-lama Pih."
Ucap Aka sambil berlalu pergi.

Saat Aka datang Ziras lagi duduk dengan kepala yang menunduk di depan kantor polisi dengan seragam sekolahnya yang masih melekat di tubuhnya.

"Ras."
Panggil Aka ikut duduk di samping Ziras.

"Lo udah datang Ka. Kok cepet amat?"
Tanya Ziras.

"Lo pake roket apolo apa pake karpet aladin ke sini Ka?"
Tanya Ziras lagi. Aka gak habis pikir sama temennya yang satu ini. Lagi situasi kaya gini aja Ziras masih aja serandom ini.

"Naek onta beroket."
Jawab Aka ngasal.

"Wih canggih."
Ucap Ziras.

"Bego! Lagi situasi gini aja lo masih aja gak jelas."
Ucap Aka menggeplak kepala Ziras.

"Ka, apa gue berhenti sekolah aja ya, terus kerja? Biar Emak gue gak mangkal lagi?"
Tanya Ziras dengan pandangan lurus kedepan.

"Gak akan ngaruh juga lo berhenti sekolah Ras. Kalo Emak lo emang gak mau jadi kupu-kupu dari dulu pasti dia udah berhenti. Lo jangan mikirin hal yang enggak-enggak, inget cita-cita lo buat jadi dokter gadungan."
Toh Ziras berhenti sekolahpun bakal percuma, kalo Ibunya Ziras gak ada niatan dari hatinya buat berhenti jadi PSK.

"Gue pengen jadi dokter beneran bego!"

"Lagian Ras, lo kalopun mau kerja, lo mau kerja apa? Kerja di bengkel yang gajinya gak seberapa? Atau jadi tukang parkir? Itu gak akan cukup juga buat menghidupi lo sama Ibu lo Ras."
Apa yang di omongin Aka bener, kalopun dia mau kerja dia mau kerja apa? Kalo penghasilannya sedikit jatuhnya dia juga bikin susah Ibunya, apa lagi Ibunya biasa pegang uang yang cukup, pasti Ibunya gak mau kalo di kasih duit sedikit sama Ziras.

"Lo tenang aja Ras, masalah Ibu lo nanti di urusin sama Bapak gue juga pengacaranya."
Ucap Aka menepuk pundak Ziras.

"Thanks Ka, maaf gue ngerepotin lo."

"Selow aja Ras."

.
.
.
.
.

Tbc

Peluk Ziras.......

Kuy di vote!

SandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang