Bagian 34

822 141 16
                                    

Sesuai yang Aka bilang semalem kalau dia mau nemenin Ziras ke mall beli sepatu buat Sandi. Ziras masuk dari satu toko ketoko yang lain, dia nyari yang sekiranya harganya cukup sama bajetnya yang dia punya. Tapi kok dari tadi Ziras keluar masuk toko harganya mahal-mahal, sampai ada yang puluhan juta segala. Ziras cuma megang uang sejuta, Ziras nyari yang KW super, bukannya yang ori.

"Ka, lo salah ngajak gue ke mall, ini mah mall orang kaya. Tuh mereknya aja gentong, nice. Ada aduh endas yang juga harganya bikin aduh. Ka, gue nyari sepatu yang merakyat, bukan yang sultan."
Protes Ziras.

"Duit lo ada berapa emang?"
Tanya Aka.

"Sejuta, itu juga receh."
Jawab Ziras.

"Di aduh endas tadi ada yang 1,6. Gue tambahin."
Ucap Aka.

"Enggak, masa iya buat kadoin pacar hasil patungan. Tidak Roberto."
Tolak Ziras. Masa iya buat ngasih kado ke pacara kadonya hasil patungan, malu lah.

"Terus lo mau gimana? Gue udah capek kalo nyari ke mall lain."
Tanya Aka.

"Gue ngutang dulu deh ke lo Ka. 3 hari lagi gue bayar. Bengkel masih rame."
Cengir Ziras. Sebenarnya tadi ada sepatu yang Ziras suka di aduh endas, yang menurutnya cocok buat Sandi.

"Dari tadi kek lo anjing! Gue jadi gak cape ngelilingin nih mall seharian."
Ucap Aka sewot.

"Kuy! Balik lagi ke aduh endas."
Ajak Ziras. Aka menghela nafasnya dan ngikutin Ziras balik lagi ke toko yang tadi mereka datangi. Ziras langsung memilih sepatu yang udah dia incer dan langsung di bawanya ke kasir. Ziras jadi gak sabar buat buru-buru ngasih kadonya ke Sandi.

"Totalnya 1.600.000."
Kata kasir

"Nih Ka."
Ziras memberikan pelastik yang berisikan uangnya. Aka memasukannya ke saku jaketnya dan menyerahkan sebuah kartu sebagai alat pembayaran. Ya kali dia bayar pake receh, udah gitu Aka lagi gak bawa uang cash.

"Yuk Ka balik!"
Ajak Ziras seneng dengan tentengan sepatu baru di tangannya. Tapi senyuman Ziras langsung hilang saat dia gak sengaja liat Sandi dan Ibnu lagi berjalan di luar toko sambil bergandengan tangan. Lagi-lagi mereka berdua, dan lagi-lagi tangan mereka saling bertautan.

"Ras."
Panggil Aka, yang juga ikut melihat dengan apa yang Ziras liat.

"Balik Ka!"
Ajak Ziras ketus sambil menyerahkan tengtengan sepatunya pada Aka. Jujur aja Ziras kecewa, semalam sandi bilang mau ngejelasin semuanya, dan sikap Sandipun semalam seolah-olah kalo semuanya cuma salah paham. Tapi buktinya sekarang Sandi malah jalan berduaan di mall sambil gandengan tangan kaya orang pacaran.

"Ras, jangan negatif thinking dulu."
Ucap Aka saat mereka ada di dalam mobil.

"Anterin gue balik Ka."
Pinta Ziras.

"Ok."
Aka cuma manggut dan ngikutin kemauan Ziras. Temennya lagi emosi, kalo Aka terus ngomong takutnya dia kena bogem mentah dari Ziras.

Kurang lebih sejam, mobil Aka udah terparkir di depan rumah Ziras. Aka cuma menghela nafas saat liat Ziras turun dari mobil tanpa sepatah katapun. Tapi baru juga Aka mau pergi, Aka mendengar suara teriakan Ziras. Buru-buru Aka turun dari mobilnya dan masuk kedalam rumah Ziras.

"IBU."
Aka membelalak, di sana Ibu Ziras sudah terbujur kaku mengantung dengan tali menjerat lehernya.

"IBU."
Teriak Ziras memeluk kaki Ibunya yang sudah dingin.

"IBU."
Gak lama tetangga mulai berdatangan karena mendengar teriakan Ziras. Para warga mencoba mejauhkan Ziras dari sang Ibu, tapi Ziras keukeuh memeluk kaki Ibunya. Sampai polisi datang untuk membantu mengefakuasipun sulit untuk menyingkrkan Ziras.

"Ras, biar Ibu lo turun dulu."
Ucap aka menyentuh pundak Ziras dengan tangan yang gemetar. Aka masih shock, tapi dia harus kuat untuk menguatkan temannya itu.

"Ibu gue Ka, Ibu gue."
Isak Ziras.

"Iya, gue tau. Biarin Ibu lo turun dulu Ras. Kasian dia."
Ucap Aka lagi.

Perlahan Ziras mundur, dengan nanar dia melihat bagaimana tubuh Ibunya di turunkan oleh polisi dan waraga, lalu di baringkan di lantai. Dengan langakah bergetar Ziras menghampiri tubuh Ibunya dan duduk di sampingnya.

"Bu, kenapa bisa kaya gini?"
Tanya Ziras menggenggam tangan Ibunya.

"Ibu marah gara-gara Ziras gak pulang semalem?"
Tanya Ziras terisak.

"Maafin Ziras Bu. Ibu bangun ya. Jangan tinggalin Ziras sendiri Bu, Ziras cuma punya Ibu doang. Ziras nanti bakal jadi dokter terus bahagiain Ibu, nanti Ibu gak usah kerja lagi, biar Ziras yang kerja, Ibu nanti boleh ngehambur-hamburin uang Ziras, Ibu bebas ngehabisin uang Ziras."
Iasak Ziras.

"Bangun Bu."

                  ****************

"Heh kunyuk! Lo kan bisa ke mall sendirian."
Sungut Sandi ke Ibnu yang lagi jalan di sampingnya.

"Aku kan gak tau Jakarta San."
Ucap Ibnu.

"Gak tau Jakarta, tapi bisa nyampe kosan gue."
Sindir Sandi.

"Itu kan di kasih tau sama Bang Ical."
Cengir Ibu. Iya, Ibnu bisa tau Sandi ada di mana itu dari Ical. Manusia yang satu itu emang biang onar, gara-gara mulut ember Ical, hubungan dia sama Ziras jadi rusak, bahkan sampai sekarang Ziras belum menelponnya sama sekali.

"Lo jangan nemuin gue lagi deh Nu, jangan maksa-maksa juga buat gue ikut sama lo."
Protes Sandi lagi melepaskan tautan tangannya dengan pakasa.

"Gak mau."
Ibnu menarik lagi tangan Sandi dan menggenggamnya lagi.

"Gue udah punya cowok Nu."

"Baru cowok San, selama janur kuning belum melengkung, aku masih ada kesempatan."
Ibnu gak akan menyerah, selama Sandi belum sah jadi milik seseorang, Ibnu bakal terus mengejar Sandi, dan memperjuangkan perasaannya.

"Lo keras kepala banget sih Nu jadi orang."
Sungut Sandi.

"Kamu juga keras kepala banget gak mau nerima aku lagi."
Ucap balik ibnu.

"Heh panjul! Gue kan udah bilang kalo gue udah punya cowok. Gimana ceritanya gue balikan lagi sama lo."

"Bisa, kamu tinggal putusin aja dia, terus balikan sama aku."

"Najis gue balikan sama lo."
Sandi melepas tautan tangan mereka lagi dan berjalan cepat di depan Ibnu. Ibnu yang ngeliat Sandi jalan sambil marah-marah gitu cuma bisa senyum-senyum sendiri. Dia gak nyangka kalau dia bakal serindu ini sama cowok pereman yang doyan marah-marah itu. Dan Ibnu bertekat buat dapetin Sandi lagi.

Ibnu mngernyit saat melihat Sandi yang di depannya tiba-tiba berhenti. Ibnu langsung buru-buru menghampiri Sandi, di liatnya wajah Sandi mendadak pucat. Apa Sandi lagi sakit? Tapi sampai tadi Sandi baik-baik saja.

"San, kamu kenapa?"
Tanya Ibnu khawatir.

"Perasaan gue gak enak."

.
.
.
.
.

Tbc

Cepet balik San! Samperin si Ziras, kasian itu si Ziras.

TUGAS NGEPETNYA JANGAN LUPA BESTIEEEEEE

KUY DI VOTE!

SandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang