27 Arti Sebuah Telpon Masuk

2 0 0
                                    


Saat masuk ke dalam ruangan Danu, Bima dan Tio dibuat takjub oleh hiasan dinding yang terpajang di ruang tengah. Hiasan yang menunjukkan bahwa pemilik sebelumnya sangat mencintai karya seni lukis. Lukisan keunikan Banjar di tahun 1960 an.

"Bagus ya lukisan nya" ucap Bima sambil mengamati setiap detail nya.

"Itu gambaran pasar terapung tahun 60-an." Hwan berjalan menyusuri ruang tengah yang langsung tersambung dengan dapur.

"Oh iya ngomong ngomong, Riris itu udah punya pacar? Tanya Hwan yang berbalik badan dan melihat raut wajah Danu seketika memerah.

"Iya mana gue tau, dia punya pacar atau kaga kan itu privasi dia." Danu menjawab sambil menahani rasa hausnya.

"Elu udah punya pacar sadar diri dong masa cewe sini juga mau lu embat..." Ujar Tio.

"Yee siapa juga yang mau ngembat cewe sini, kan lu tau gue cinta sayangnya sama ayang Riri" Danu dibuat tertawa oleh tingkah para sahabatnya. Atta sudah pulang sejak membantu menurunkan tas bawaan dari Bogor.

"Eh gue punya spot nongkrong yang bagus di sini lu semua mau kaga jalan entar sore?" Hwan menawari mereka.

"Kalo gue sih mau lumayan jalan jalan" Bima menjawab sambil menyapu. [Cowo kalo nyapu serahin Bima keren ya😅]

"Elu gimana mau kaga?" Tanya Hwan pada Tio yang sangat asyik dengan kopernya.

"Mau... Mau.." jawab antusias dari Tio.

"Lu..?" Mata Hwan mengarah kepada Danu.

"Gue ngikut aja yang penting gratis.. gue belum dapat kiriman duit dari orang tua gue" jawab Danu yang seketika membuat para sahabatnya terdiam. Mungkin bagi Danu ini sudah biasa menjadi topik, tetapi mau gimana pun ketiga sahabatnya pun ini bisa ikut merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang Danu yang pada faktanya sudah tidak memiliki orangtua kandung.

"Santai aja.. sama gue mah gratis yang penting lu tetap mau sahabatan sama gue yang blasteran oppa oppa sama bujangan Banjar.... Hehehehe" gelak tawa Hwan mampu memecah keheningan sementara yang terjadi barusan.

"Tapi nanti malam kita kaga bisa tidur bareng soalnya gue harus balik asrama sebelum magrib." Danu mengingatkan para sahabatnya tersebut.

"Iye iye kite ingat mas..." Jawab bima dan Tio bersamaan. Setelah beberes ternyata mobil pribadi Hwan telah tiba.

"Lu beneran Sultan wan..?" Danu, Tio dan Bima dibuat ternganga oleh kebiasaan Hwan yang lainnya.

"Gue kalo dibogor bisa cosplay jadi gembel, tapi kalo disini susah buat ngecosplay nya, karena keluarga nyokap semua disini. Lagi pula gue kaga sultan sultan amat lah.. anggap aja berlebih rezeki" Hwan menjelaskan secara rendah hati.

"Aamiin..." Semua nya mengaminkan ucapan Hwan, karena ucapan adalah doa.

"Makasih paman, salam Sagan Nini." (makasih paman, salam buat nenek).

"Inggih nak, kaina Ulun sampai akan." (Iya den, nanti saya sampaikan).

Danu mulai sedikit demi sedikit paham kalimat Banjar nah sedangkan Tio dan Bima masih kikuk mendengarnya.

"Lu kan 2 bulan lebih awal tinggal disini, mereka ngomong apa?" Bima yang berbisik pada Danu.

"Terimakasih, salam buat neneknya sama nanti saya sampaikan, kitu lah maksud nya." Jelas Danu yang lalu dianggukan oleh Tio.

"Yuk masuk, keburu sore." Ajak Hwan.

Mereka menuju kafe Utopia, tidak terlalu jauh dari komplek tempat tinggal mereka yang baru. Hanya sepuluh menit saja sudah sampai.

ANTARA GARIS SEMU DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang