Bab 15

9 2 0
                                    

Erlin, Aretha dan juga Rachel menjadi lebih dekat sejak Rachel ke rumah Erlin, mereka bertiga juga mengawasi setiap teman-teman mereka jika ada dari mereka yang bersikap mencurigakan.

Siang ini tidak seperti biasanya, Rachel, Erlin dan juga Aretha makan siang bersama di kantin sekolah -- sebuah pemandangan baru bagi SMA Tunas Bangsa.

Daiva yang baru melangkahkan kakinya memasuki kantin saja sampai terkejut melihat pemandangan itu, dia bergegas menghampiri ketiganya lalu menarik Rachel untuk pergi dari sana.

Hal itu tentu saja memancing emosi Erlin dan Aretha, namun Daiva adalah orang yang cukup keras kepala -- kalau Erlin ribut dengannya lagi bisa-bisa hubungan mereka yang sudah rusak menjadi semakin rusak.

"Biarin ajalah, Lin."

"Ya gue biarin, malas juga gue ribut sama orang kayak Daiva."

Dulu sahabat sekarang mereka malah bermusuhan. Tidak, Erlin tidak bermaksud memusuhi Daiva, hanya saja Daiva yang menunjukkan rasa tidak suka pada Erlin secara terang-terangan. Lucu bukan?

Vendra memperhatikan gerak-gerik Daiva. Jika seandainya tadi Daiva berlaku kasar pada Erlin, maka Vendra tidak akan segan untuk menghajar pemuda itu sampai babak belur. Tidak ada yang boleh menyakiti Erlin-nya, cukup sekali saja dia melihat Erlin menangis karena ulah Daiva.

"Kalem mas bruuh, dia gak akan berani ngapa-ngapain Erlin lagi."

"No! Lo salah Lang, tuh cowok bisa aja nyakitin Erlin lagi. Apalagi sekarang Erlin dekat sama Rachel, sudah pasti makin menjadi tuh orang."

Memang dasar Yudhi suka sekali menjadi kompor, membuat situasi semakin panas saja. Dia tidak tahu kalau Vendra sedang berusaha mati-matian untuk tidak menonjok Daiva tadi.

"Hai kalian berdua."

Aretha memutar bola matanya malas melihat Yudhi dan juga Gilang. Kenapa setiap ada Vendra disitu juga pasti ada Gilang dan juga Yudhi? Kan Aretha muak melihat wajah kedua orang itu.

"Malas banget gue ngeliat lo berdua."

"Heh gak boleh gitu lo sama sahabat dari pacarnya sahabat lo."

"Serah lo deh Yud, gak ngerti gue lo ngomong apaan."

Vendra duduk disamping Erlin, dia memerhatikan Erlin dari ujung rambut sampai ujung kaki membuat Erlin bingung jadinya.

"Kenapa?"

"Gak kenapa-napa." Jawab Vendra setelah memastikan gadisnya baik-baik saja. "Kamu makan apa?"

"Nih bakso, mau?"

"Enggak, pasti pedas kan?" Erlin mengangguk. Sebagai pecinta rasa pedas, Erlin paling tidak bisa melewatkan memakan bakso tanpa sambal, rasanya akan sangat hambar. "Sudah beli minum belum?"

"Sudah tadi, tapi udah habis."

"Mau minum apa?"

"Eh gak usah, ini sudah selesai juga."

"Harus banyak minum, Erlin. Aku beliin air putih ya."

Tapi bukan Vendra yang langsung pergi membelikan Erlin air, dia meminta Yudhi yang pergi membelinya dengan iming-iming traktiran di warung depan sekolah.

"Ini minum anda Yang Mulia ratu Erlin."

"Hahaha, gila lo. Thanks ya, Yud."

Vendra mengerutkan kening dan menaikkan sebelah alisnya, agaknya masih ada yang kurang dari ucapan Erlin itu namun yang sadar hanya Gilang dan Aretha.

"Ada bau-bau orang cembokur nih, Ta."

"Yoi Lang, bau asapnya sampai sini lagi."

Dan barulah disitu Yudhi sadar kalau Vendra sedang melihat sinis kearahnya, dia sontak mengacungkan dua jarinya dan menyengir.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang