Bab 11

12 2 0
                                    

Sejak hari dimana Hendry mengajak Vendra untuk pergi bermain futsal bersama, mereka kemudian menjadi dekat setelahnya. Vendra juga sering mengajak Gilang dan Yudhi untuk pergi bermain futsal bersama Hendry dan teman-temannya.

Dan Erlin yang melihat itu menjadi agak heran, kok bisa kakaknya dan Vemdra menjadi sangat akrab padahal hanya bermula dari bermain futsal bersama.

Aretha yang beberapa kali bermain ke rumah Erlin pun seketika berubah menjadi cenayang. Gadis itu jadi lebih sering meramal dibanding sebelumnya, dia juga jadi suka halu tapi bukan tentang menjadi kekasih Hendry melainkan halu tentang Erlin yang sebentar lagi akan dekat dengan Vendra. Ada-ada saja sahabatnya itu.

"Kalau si Daiva bisa dekat sama cewek selain lo, ya berarti lo juga bisa dong dekat sama cowok selain dia." Begitu katanya setiap kali Erlin menyuruhnya untuk berhenti menjodoh-jodohkan dirinya dengan Vendra.

"Gue gak suka sama Vendra, Ta, dia itu teman sekolah kita, teman sekompleks gue dan tetangga gue. Oke?"

"Bakal berubah statusnya, yakin deh sama gue."

"Serah lo deh. Mengcapek gue dengan semua perkataan lo."

"Lo liat aja entar, paling juga bentar lagi si Vendra bakal bilang, 'Erlin gue suka sama lo, wanna be my girlfriend?' Tunggu timing yang tepat aja sih dia."

Erlin hanya bisa geleng-geleng kepala, benar-benar lelah dia dengan perkataan Aretha.

"Jujur sama gue, si Vendra cakep kan?"

"Enggak."

"Halah! Elu belum liat aja aslinya gimana."

"Orang gue tetanggan sama dia, tiap hari ketemu, tiap hari gue lihat mukanya."

"Sikap dan sifat aslinya maksud gue! Setelah lo lihat pasti lo bakal kesemsem, percaya deh sama calon kakak iparmu ini."

Erlin menoyor kepala Aretha.

"Calon kakak ipar pala lo gundul! Kalau lo mau jadi penggantinya Hendry yang gue kerjain tiap hari hayuklah, gue suruh Hendry macarin lo jam ini juga."

Nah kalau menjadi korban Erlin, Aretha sih belum siap. Dia belum mau jiwa dan raganya terbebani dengan sifat jahil Erlin yang membuatnya pusing tujuh keliling.

🦌

Daiva dibuat pusing oleh teror yang dikirim ke rumah Rachel, sejam telah berlalu dan ia masih belum dapat menemukan siapa dalang dibalik teror itu. Namun dia mencurigai seseorang -- seseorang yang tidak seharusnya ia curigai.

"Dia sahabat kamu, Dav!"

"Mantan sahabat lebih tepatnya. Aku yakin kalau dia yang kirim."

Daiva kekeuh dengan dugaannya bahwa Erlin lah yang mengirim teror ke rumah Rachel.

"Tapi aku yakin bukan Erlin! Untuk gadis seperti Erlin ini bukan hal yang harus dia lakukan."

"Bisa saja. Dia bisa saja melakukan ini, kamu tidak tahu kalau gadis itu bisa menjelma menjadi seseorang yang jahat."

Rachel lelah berdebat dengan Daiva, pendapatnya sama sekali tidak didengarkan oleh pemuda itu. Rasanya sangat percuma, apalagi jika Daiva terus menyalahkan Erlin hanya karena peristiwa waktu itu.

Peristiwa waktu itu juga bukan Rachel yang melapor pada Daiva, entah siapa yang melakukan itu tapi sejak saat itu hubungan Rachel dan Erlin semakin tidak menemukan titik terang. Erlin terlihat semakin tidak suka padanya; lebih dari sebelumnya.

"Terserah kamu deh! Tapi kalau sampai kamu nuduh Erlin lagi, kita putus!"

Rachel pergi dari taman meninggalkan Daiva yang terus memanggilnya, akan lebih baik jika ia tidak bertemu dulu dengan penuda itu -- lebih baik pulang ke rumah dan merebahkan dirinya dikasur.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang