Bab 27

12 2 0
                                    

Erlin memeluk bantalnya erat, dia menangis sejadi-jadinya di dalam kamar dan tidak ada satupun yang ia biarkan masuk, bahkan bunda sekalipun.

"Anak gadismu kenapa bun?" Tanya ayah yang baru pulang kerja dan mendengar suara tangisan Erlin.

Bunda menaruh sendok yang dipakai mengaduk teh diatas meja lalu membawanya pada ayah yang berdiri dibawah tangga sambil melihat kearah kamar Erlin. "Biasa anak muda, putus cinta kayaknya." Ayah mengambil alih gelas teh yang dipegang oleh bunda kemudian menyeduhnya meski sedetik kemudian beliau mengaduh panas. "Makanya hati-hati. Sudah tahu masih panas juga asal seduh aja." Omel bunda.

Ayah menggigit ujung lidahnya yang terasa perih akibat menyeduh teh panas sambil berjalan kearah sofa dan kemudian beliau meletakkan gelas tehnya di meja. "Erlin kayak kamu waktu remaja ya, bun."

"Masa sih?"

"Lah iya. Mukanya mirip, kelakuannya mirip, kisahnya juga mirip."

"Kisah apa coba?"

"Kisah cintanya. Kita kan dulu pernah LDR juga, bun."

"Ayah sama bunda pernah LDR-an?" Tanya Hendry yang baru saja kembali dari halaman belakang. Tadi dia membersihkan disana sekaligus memberi makan ayam kesayangan ayah.

"Pernah dong. Bundamu nih manusia paling gak bisa LDR-an, berkali-kali minta putus ke ayah karena curiga ayah punya pacar baru padahal sih gak ada." Jelas ayah cukup percaya diri.

"Wah wah! Aku baru tahu nih kisah ini, kok kalian gak pernah cerita sih?"

"Untuk apa coba? Itu mah bagian pelengkap dari masa muda ayah sama bunda, kalian tahu garis-garis besarnya aja."

Hendry mencibir, dasar bunda pelit berbagi informasi.

"Sana kamu tenangin adikmu."

"Loh bunda dong yang harusnya tenangin, kan bunda berpengalaman soal beginian. Aku mah apa, pacaran aja gak pernah apalagi mau LDR." Hendry kemudian melenggang pergi meninggalkan ayah yang tertawa melihat tingkah tengiknya, dan bunda yang menatap kesal anak sulungnya yang berjalan menuju dapur.

"Biar ayah yang bicara sama Erlin."

Bunda hanya bisa melongo saat ayah mulai menaiki satu per satu anak tangga. Baru kali ini suaminya itu mau ikut campur urusan percintaan anaknya, biasanya juga pasti diserahkan pada dirinya.

Tok tok

"Erlin, ini ayah!"

"Erlin lagi gak mau diganggu, yah!"

"Buka dulu, ayah mau bicara. Penting banget loh ini."

Erlin berdecak, padahal dia sudah mengatakan tidak ingin diganggu siapapun dan ayah malah bersikeras untuk berbicara dengannya. Ayah itu keras kepala seperti Hendry.

Gadis itu menghapus jejak air mata pada pipinya lalu berjalan membukakan pintu untuk ayahnya.

"Idih mata bengkak gitu, habis nangis kamu?" Sumpah, ayah itu rese banget kayak Hendry. "Siapa yang bikin princess ayah nangis?" Kalau perasaan Erlin sedang baik sekarang pasti dia langsung mode manja pada ayah.

"Ayah ngapain sih?" Protes Erlin saat ayah menyerobot masuk ke dalam kamarnya, capek ayah tuh berdiri terus di luar.

"Ayah tuh mau bicara empat mata sama putri ayah, udah lama kan kita gak cerita-cerita."

Iya sih memang benar kalau Erlin sudah lama tidak cerita-cerita dengan ayah, dulu semasa SMP Erlin selalu duduk berdua dengan ayah di depan rumah bercerita sambil mencabut rumput. Menyenangkan saja rasanya bercerita dengan ayah, walaupun ceritanya sering ditanggapi dengan candaan retjeh ala bapack-bapack.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang