Bab 22

20 2 0
                                    

Semalam Erlin duduk dihadapan kedua orang tuanya setelah semua temannya tertidur. Bukan karena apa, namun ayah dan bunda menanyakan fakta yang terjadi saat itu.

Dan pagi ini, Erlin berakhir di ruang kepala sekolah bersama sang bunda. Jujur saja Erlin lebih memilih ayah yang datang, karena episode berikutnya akan segera tayang dalam ruangan ini.

"Seharusnya saya yang melayangkan tuntutan atas tindakan anak bapak-ibu terhadap anak saya." Tegas bunda. Beliau hanya berdua dengan Erlin, tapi jangan diragukan.

Oleh sebab itu tadi saat di rumah ayah berkata, "sama bunda aja, ayah gak usah. Bunda tuh biar sendirian juga bisa menang." Bahkan ayah saja sudah sangat hapal, kalau bunda diajak berdebat maka akan menang. Sekalipun diajak adu otot juga, masih bisa menang. Bunda kan punya power tersembunyi, hanya Erlin tidak tahu saja akan hal itu.

"Loh tidak bisa! Anak ibu mengikat anak saya dikursi, mulutnya juga dilakban sama dia."

"What?!" Erlin benar-benar terkejut dengan pengakuan ibu Ryuna. Apa-apaan, padahal kemarin Erlin melepaskan gadis itu begitu saja bahkan dia tidak melakban mulutnya. "Wah, cari gara-gara lo!"

Bunda melirik Erlin, dan seakan tahu maksud dari bunda - Erlin segera buka suara. Mari kita adu debat di dalam ruang kepala sekolah.

"Aku gak bikin dia kayak gitu bun. Dia juga ikat aku kemarin, nih buktinya nih tangan aku merah-merah bekas lilit. Itu ulah dia! Malah dia yang lakban mulut aku bun, aku ngikat dia doang gak lakban."

"See? Anak ibu yang ngelakban mulut anak saya, terus sekarang kalian nyalahin anak saya? Wah, benar-benar!"

"Anda tidak tahu siapa saya? Saya bisa tuntut kalian atas tuduhan palsu yang kalian layangkan."

"Tuduhan palsu?! Saya rasa di rumah kalian ada CCTV, kita bisa periksa itu untuk membuktikan. Saya juga bisa ya tuntut anak ibu atas kasus penculikan yang dia lakukan! Jangan kira saya takut sama kalian!"

Mantap, seru nih. Kalau kak Hendry ada disini, pasti dia sudah duduk makan popcorn sambil menikmati tontonan gratis -- kalau ada korban, nah baru kak Hendry maju.

Kepala sekolah memegang kepalanya, beliau pusing mendengarkan perdebatan tak berujung antara orang tua Ryuna dan juga ibunda Erlin.

"Bu Tasya, Bu Fira, tenang dulu kita bicarakan ini baik-baik."

"TIDAK BISA!" Jawab keduanya serempak. Kepala sekolah langsung mengatupkan mulutnya, Erlin bahkan memberi kode pada kepala sekolah agar lebih diam saja dulu untuk sementara.

"Kalau anak ibu salah ya salah! Jangan bawa-bawa anak saya dong!"

"Loh anak ibu yang duluan cari gara-gara ya! Ibu kira penculikan yang dilakukan anak ibu bisa dibenarkan? Saya juga bisa laporkan ke polisi!"

Ada cemilan tidak? Erlin benar-benar menikmati ini. Iya tahu, seharusnya dia jangan begitu, tapi ini terlalu seru untuk diabaikan.

Namun rupanya Ryuna masih memiliki dendam terhadap Erlin, gadis itu menjambak rambut Erlin sembari ibu dan juga bunda Erlin saling adu mulut.

"Anjing rambut gue!" Pekik Erlin. Jambakan Ryuna pada rambutnya sangat terasa, Erlin tiba-tiba merasa takut rambutnya akan rontok banyak setelah ini. "Weh sialan lo!"

Erlin tidak ingin kalah dari Ryuna, dia bahkan menjambak rambut gadis itu lebih kuat dari sebelumnya. Kalau nanti rambut Ryuna rontok, jangan salahkan Erlin karena Ryuna lah yang duluan cari masalah pada Erlin.

"Lepasin gue!"

"Lo yang lepasin!"

Ibu mereka saling ribut adu mulut, dan anak-anak mereka asik saling menjambak rambut. Padahal kepala sekolah baru keluar sebentar untuk menghirup udara segar sekalian meminta Vendra dan yang lain untuk ke ruangannya, tapi saat berbalik keadaan di dalam ruangannya sudah sangat kacau.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang