Bab 26

16 2 0
                                    

Vendra sudah menyusun kata-katanya serapi mungkin dan se...baik mungkin, dia hanya berharap semoga dia tidak mematahkan hati gadisnya teramat sangat.

Hari ini, dimalam minggu yang kesekian ini, Vendra mengajak Erlin untuk pergi ke Kota Tua, tempat yang sangat ingin Erlin datangi beberapa minggu lalu. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, padahal rasanya baru kemarin gadis itu mengatakan ingin mengunjungi Kota Tua.

"Kamu sudah ngantongin izin dari ayah sama bunda kan buat ngajak aku ke sana?" Vendra terkekeh. Bahkan tanpa sepengetahuan Erlin, Vendra sudah meminta izin pada kedua orang tuanya jauh hari sebelum ia mengajak Erlin pergi. Vendra juga mengantongi izin dari Hendry. "Kok malah ketawa sih? Aku nanya serius loh."

"Sudah lah. Gak mungkin aku ajak kamu jalan-jalan ke tempat jauh kalau gak minta izin ke ayah sama bunda. Aku bahkan izin kek Hendry juga." Katanya membanggakan diri.

Erlin mencibir, "alah kalau dia gak perlu dimintai izin." Vendra mengacak gemas rambut kekasihnya itu, Erlin memang selalu nampak menggemaskan dimatanya. "Jangan diberantakin! Aku sisirnya susah payah ini!"

"Masa sih? Kok gak keliatan ya effortnya?" Erlin memukul lengan Vendra, cukup kuat untuk membuat Vendra meringis karenanya, tapi pemuda itu justru tergelak. "Jangan main pukul-pukul ih!"

"Ya kamunya rese!" Erlin bersedekap. Vendra itu memang usil orangnya, sama kayak kak Hendry. "Buruan jalan gih sebelum makin terik mataharinya."

"Siap tuan putri!" Kali ini giliran Erlin yang tersenyum lebar karena Vendra. "Buruan naik."

Berkendara disiang hari dengan kekasihnya seperti ini, membuat Vendra merasa bahagia. Ada perasaan berbeda ketika Erlin melingkarkan tangannya diperut Vendra, rasanya dia ingin ikut serta dengan Hendry untuk menjaga dan melindungi gadis itu. Gadis yang ambisius pada mimpinya dan juga terkenal garang itu memiliki sisi manja yang tidak diketahui siapapun, kecuali orang-orang terdekatnya.

"Nanti disana kita naik sepeda ya?"

"Terus apa lagi?" Sahut Vendra. Dia terus mendengarkan apa yang dikatakan oleh gadisnya.

"Foto-foto? Aku pengen punya banyak foto sama kamu, soalnya stok foto bareng kamu masih sedikit banget."

"Mau ngapain lagi?"

"Apa aja deh, yang penting kita senang-senang bareng."

Tanpa Erlin sadari, Vendra mengulum senyum dibalik helmnya. Dia juga ingin bersenang-senang dengan gadis itu, kalau bisa lebih dari sehari maka Vendra akan bersenang-senang dengan Erlin menggunakan waktu itu, dan dia tidak akan mengingat waktu untuk kembali.

🦌

"Dave, ayo ke sana!" Panggilan itu otomatis membuat Vendra mengalihkan perhatiannya. Erlin yang memanggil dirinya sambil melambaikan tangan padanya. "Buruan! Keburu mataharinya hilang!"

Iya, gadis itu mengejar sunset yang dapat dia lihat dari jarak yang cukup dekat. Setelah menghabiskan waktu hampir setengah hari berjalan-jalan di Kota Tua, Vendra mengajak Erlin berkeliling lagi hingga mereka tiba di sebuah danau. Danau yang sering Vendra datangi disaat merindukan ayahnya. Danau itu, ayahnya yang menunjukkannya, dulu ketika dia masih sangat muda.

"Berdiri disitu deh." Pinta Vendra pada Erlin. Segera setelah Erlin bergaya, Vendra langsung menangkap gambarnya. Dia mungkin tidak semahir fotografer handal diluar sana, tapi hasilnya tidak buruk. "Satu kali lagi."

Erlin kembali mencari gaya yang cocok dengannya kali ini. Hari ini dia menjadi model bagi Vendra, mungkin di galeri ponsel Vendra sekarang stok fotonya sudah lebih dari 20.

"Gantian." Vendra menggeleng. "Ih gantian! Kan dari tadi udah aku terus, sekarang giliran kamu yang aku fotoin."

"Gak usah. Sana berdiri lagi, buat gaya yang bagus."

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang