Bab 25

8 3 0
                                    

Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, Vendra terus duduk melamun di beranda kamarnya sambil memikirkan bagaimana caranya mengatakan pada Erlin mengenai hubungan mereka.

Kalau kata Yudhi, ini sebenarnya adalah urusan simple tapi Vendra saja yang membuatnya menjadi ribet. Padahal tinggal utarakan saja yang sebenarnya, lalu dijelaskan alasannya kemudian mencari jalan keluar bersama.

"Seminggu gue disini, lo masih begini aja. Gak niat apa lo buat bicarain sama dia daripada lo kayak gini mulu?"

Jujur saja, Yudhi yang merasa lelah melihat Vendra seperti itu. Tiap hari sepulang mengantar ibu ke kampus dan juga Erlin ke tempat kursus, kerjaannya duduk di beranda sambil melamun.

"Kalau emang lo rasa gak siap buat LDR-an ya bilang, Ndra." Tutur Gilang.

"Tapi gue juga gak siap buat nyakitin dia,"

"Hadeuh susah nih." Yudhi memilih membaringkan tubuhnya sambil memeluk guling. Memikirkan masalahnya sendiri saja sudah membuatnya pusing, kini malah ditambah dengan Vendra yang membuatnya gemas setengah mati.

"Ngomongin aja sih, Ndra. Gue yakin Erlin bisa nyikapin semuanya secara dewasa."

"Lo kayak gak kenal Erlin tahu gak kalau kayak gini? Padahal lo yang pacaran sama dia, tapi lo sendiri yang ragu sama sikapnya dia akan seperti apa. Erlin bukan bocah, Ndra. Dia sudah cukup dewasa buat memikirkan mana yang baik buat hubungannya dan mana yang enggak. Jangan buat sesuatu yang simple jadi ribet deh. Gemes gue lama-lama sama lo."

Gilang tertawa. Dia juga gemas sih dengan sifat Vendra, tapi tidak segemas Yudhi. Soalnya kan Gilang tidak menjadi saksi atas kegoblokannya Vendra karena cinta setiap saat, dia hanya menyaksikan hal itu kalau berkunjung ke rumah Vendra seperti sekarang.

"Sabar Yud. Cinta emang bisa buat orang jadi gak logis lagi."

"Untung gue gak punya pacar." Celetuknya

"Sampai lo ada pacar nantinya terus lo curhat ke gue dan muka lo kayak orang gak makan karena cinta, gue ketawain habis-habisan lo, Yud! Kalau perlu gue katain juga lo!"

Kali ini Vendra bergabung bersama kedua sahabatnya diatas kasur. Dia benar-benar menantikan saat dimana Yudhi akan menjadi budak cinta.

"Gak bakal gue kayak lo."

"Ngomong sama pohon sana lo!"

Gilang hanya bisa tertawa menyaksikan perdebatan antara Vendra dan juga Yudhi. Biasanya dia yang berdebat habis-habisan dengan Yudhi, sekarang Vendra.

🦌

Erlin menendang tulang kering Hendry saat kakaknya itu mencoba untuk mengambil alih toples berisi kacang goreng beserta remote tv yang dipegangnya.

"Sakit anjing!"

"Lo juga anjing! Makanya jangan nyari gara-gara! Udah tahu gue lagi nonton juga."

Hendry mengusap kakinya yang tadi ditendang oleh Erlin, gila saja kekuatan adiknya sangat luar biasa.

"Ganti chanel kek, kan gue juga mau nonton!"

Erlin berdecak. Beginilah malasnya dia kalau Hendry ada di rumah, mereka kalau tidak ribut ya rasanya sangat kurang. "Lo nonton di kamar lo sono! Udah dibeliin tv sama ayah juga masih mau nrobos bagian gue aja."

Bukan Hendry kalau dia tidak membuat adik sematawayangnya itu emosi dan berteriak kesal padanya. Dia memukul betis Erlin dengan sangat kuat lalu mencubit pipinya gemas.

"ANGKARA HENDRY DANAPATI!! Gue bunuh lo hari ini!!" Erlin mengejar Hendry dengan sangat geram, ah iya jangan lupakan sapu yang dibawanya.

Hari ini untung bunda dan ayah sedang berkunjung ke rumah nenek di Jogja, kalau tidak pasti mereka berdua sudah kena omel lagi. Setiap hari kerjaannya pasti berantem dan saling meneriaki, tidak malu pada tetangga.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang