Bab 29 ~ EXTRA CHAPTER

19 3 0
                                    

Sesuai dengan apa yang mereka percayai dalam persahabatan, hari ini tepat setelah enam tahun mereka tidak bertemu, Gilang, Erlin dan juga Aretha kembali ke tanah air untuk menemui sahabat mereka.

Erlin telah selesai dengan kuliah S1-nya di jurusan musik dan tengah melanjutkan kuliah S2 dijurusan yang sama. Gilang kini menjadi pebisnis sukses yang berkecimpung di dunia kuliner dan juga sementara melanjutkan kuliahnya. Lalu Aretha, gadis itu telah menjadi model terkenal hampir di seluruh dunia. Sudah banyak negara yang ia kunjungi untuk tampil disana.

"Gue udah di bandara, baru nyampe."

"..."

"Biasalah, siapa lagi yang jemput kalau bukan kakak gue?"

"..."

"It's okay. Nanti lo shareloc aja, mau ketemu dimana."

"..."

"Well, see you."

Erlin memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas yang ia pegang. Matanya memandang sekeliling, manusia bernama Angkara Hendry Danapati belum muncul sama sekali batang hidungnya, awas saja kalau laki-laki itu masih tetap dengan kebiasaannya.

"Tuh manusia molor dimana sih? Gue cepuin ke bunda lagi baru tahu rasa nih."

Ah, tapi sepertinya kali ini Erlin tidak perlu menunggu lama soalnya yang ia cari sedang berjalan dengan angkuhnya bersama kacamata hitam yang bertengger dihidungnya. Siapa lagi kalau bukan kakaknya tersayang. "Gue kirain lo telat lagi kayak waktu itu!"

"Oh enggaklah! Long time no see, adikku." Hendry merentangkan tangannya hendak memeluk Erlin, tapi gadis itu malah menghindar tak ingin dipeluk olehnya. "Eh eh!"

"Jijay gue dipeluk sama lo! Pasti lo belum mandi."

"Sembarangan!" Satu jitakan mengenai kening Erlin. "Gini-gini gue udah wangi, udah bau cogan." Hendry memainkan alisnya, membuat Erlin semakin mencibir kearahnya.

"Bau cogan kere!"

"Sorry bestie, kakakmu ini udah gak kere lagi. Sekarang gue udah punya banyak money!"

"Bagi duit kalau gitu." Erlin langsung menengadahkan tangannya, siapa tahu dua lembar uang seratus ribu menempel di telapak tangannya secara tiba-tiba.

"Lagi bokek gue!"

"Huuuu!! Sama aja, masih kere!"

Ledekan itu tidak bisa Hendry hindari, karena begitu memang adanya, Erlin akan terus meledeknya sampai ia puas dan merasa menang dan Hendry tidak akan bisa berkutik karenanya.

"Buruan deh, mau bermalam lo di bandara?"

"Ngambekan! Ya udah ayo buruan!"

Adik-kakak itu meninggalkan bandara dengan Hendry yang menjadi babu Erlin. Dia dipaksa untuk menyeret dua koper yang Erlin bawa hingga ke mobil, mau marah tapi itu adiknya sendiri jadi Hendry hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya ke tanah sambil berharap adiknya peka tapi ternyata tidak berpengaruh sama sekali.

Sepanjang perjalanan Hendry ribut, namun Erlin hanya diam. Dia bahkan hanya menanggapi ocehan Hendry dengan deheman singkat. Cuaca di bulan Juli ini memang sangat panas, Erlin sampai tidak ingat kapan terakhir kali dia melihat kota Jakarta dengan cuaca sepanas itu.

"Vendra udah balik dari Bogor. Dia kerja di kementrian sekarang, dia juga udah jadi dosen muda di kampusnya dulu."

Hanya sekedar info yang Hendry bagikan, siapa tahu adiknya penasaran dengan Vendra yang sekarang. "Oh." Tapi jawaban yang Erlin berikan malah membuat Hendry semakin banyak mengoceh di mobil.

Adolescence [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang