𝓐𝓫𝓸𝓾𝓽 𝓘𝓶𝓪𝓶 II TIGA PULUH

513 37 0
                                    



•About Imam•


Manusia hanya menerka-nerka, tetapi Allah yang menentukan takdirnya. Manusia hanya insan biasa, tetapi Allah, Tuhan semesta alam yang mampu mengetahui tentang apa yang terjadi pada setiap umatnya.

•••

"Aileen."

Panggilan dari Imam membuat Aileen beralih pada lelaki itu, makanan yang sudah ada di sendoknya tidak jadi ia masukkan ke dalam mulutnya.

"Iya?"

"Habiskan dulu makananmu, nanti saya katakan."

Aileen tidak banyak bertanya, ia kembali fokus menyuapi makanan sesendok-sesendok ke dalam mulutnya. Ia memang penasaran dengan apa yang disampaikan oleh Imam tetapi rasa laparnya lebih ia pentingkan saat ini.

Aileen meneguk teh hangat setelah tidak ada lagi makanan di piringnya.

Imam berdiri dari duduknya, "Dirumah nanti saya katakan."

Seakan mengulur-ulur waktu, Aileen merasa lelaki itu tengah mencoba untuk membuat ia tidak lagi bertanya tentang apa yang akan di katakannya.

Aileen ikut berdiri setelahnya beberapa saat menghela napas berat.

Imam menghampiri penjual itu, membayar makanan yang tadi ia pesan. "Berapa, Pak?" tanya Imam mengeluarkan dompetnya, sembari mencari selembar uang untuk membayar.

"Empat puluh ribu, Nak." ucap sang bapak yang diperkirakan berumur empat puluh tahun.

Imam menyerahkan selembar uang ratusan ribu. "Kembaliannya, buat bapak." Ujar Imam mengulas senyum tipis di sudut bibirnya.

Imam menolak pelan uang kembalian yang disodorkan oleh sang bapak padanya.

"Kembaliannya terlalu banyak, Nak." mencoba menolak uang kembalian yang diberikan oleh Imam padanya.

Imam menarik sudut bibirnya, membentuk senyuman tipis. "Saya ikhlas dan memang kembalian itu adalah sebagian rezeki yang diberikan oleh Allah untuk bapak dengan mungkin perantaranya adalah saya."

"Alhamdulillah, terima kasih, Nak. Semoga rezekinya selalu di lebihkan oleh Allah." balas bapak itu tersenyum haru.

Selesai membayar, Imam dan Aileen kembali masuk ke dalam mobil. Tidak menunggu waktu yang lama, mereka kembali melajukan mobilnya ke jalanan yang sepertinya tidak seramai sebelumnya.

Imam menghela napas, mencoba untuk mencari cara agar bisa mengatakan apa yang dipikirannya.

"Ai..."

Aileen menoleh, sedikit mengangkat sudut alisnya. "Hm?"

"Selepas shalat isya saya akan pergi,"

"Kemana?"

"Ada hal penting yang harus saya bicarakan nanti bersama Habibi." Ujar Imam.

"Apakah tidak apa-apa kamu tinggal sendirian di rumah?" Tanya Imam lagi.

Sesaat Aileen termangu mendengar pertanyaan Imam. Ia mencoba mengangguk sekali sebagai jawaban. Jujur ada satu hal yang membuat ia takut- yaitu kegelapan, ia takut pada kegelapan, tetapi ia tidak ingin mengatakan tentang ketakutannya pada Imam.

𝐀𝐁𝐎𝐔𝐓 𝐈𝐌𝐀𝐌 (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang