RLS | 16

435 41 17
                                    

Ceklek

Seorang pria dengan jas putihnya keluar dari ruangan di mana Max di periksa dan di rawat di dalamnya. Pria itu pun tersenyum menatap 2 manusia berbeda gender itu.

"Seperti perkataan saya tadi pagi dan sebelum pasien pergi, jika pasien kembali maka harus di rawat inap. Terlebih pasien terguyur hujan cukup lama membuat tubuhnya semakin drop. Sekian, saya permisi." Ujar sang dokter sebelum mereka berkata apapun dan pergi dengan kondisi yang sama.

Wanita yang sedari tadi terdiam pun menatap pria yang cukup asing menurutnya, meski ia tau dia adalah bawahan suaminya tapi ia tak mengenalnya karena belum pernah bertemu sebelumnya.

"Bisa jelaskan?" Tanya Rachel dengan wajah datarnya.

"Tadi pagi tuan di bawa kesini setelah drop karena selama nyonya pergi tuan kurang istirahat dan tidak mengabaikan pola makannya bahkan jika tuan Roy tidak memaksanya tuan tidak akan makan nyonya. Beberapa minggu ini setiap pulang kantor tuan akan pergi mengelilingi New York hingga dini hari untuk mencari nyonya, bahkan tuan sering ketiduran di atas kemudinya jika malas pulang ke apartemennya. Dan semalam tuan baru saja tiba pukul 2 dini hari dan paginya saya menemukan tuan tidak sadarkan diri di tempat tidurnya. Maaf nyonya selama ini juga tuan telah menyebarkan orang-orangnya di berbagai negara untuk mencari nyonya." Ujar Ryan dengan menundukan kepalanya hormat.

Tubuh wanita itu kini melemas, ia tak menyangka jika suaminya akan melakukan itu semua. Ia pikir selama ini hanya dia saja yang tersiksa dan menderita karena terlalu memikirkan dirinya sendiri dengan semua kesalahan-kesalahan suaminya itu. Tanpa ia sadari tenyata pria itu jauh lebih menderita di banding dirinya.

Terlalu sibuk memikirkan perasaannya sendiri sampai ia tidak pernah menyangka jika pria yang menjadikannya alasannya pergi dan menyerah justru lebih menderita darinya.

Ia pun kembali teringat kejadian beberapa jam yang lalu saat pertama kali mereka bertabrakan di koridor rumah sakit hingga pria itu berlutut dan memohon di bawah derasnya air hujan. Ia dapat melihat betapa kacaunya prianya itu, kantung mata menghitam, pipi menirus dengan kumis dan jambang tumbuh liar di sekitaran wajahnya. Ah bahkan ia bisa merasakan kala pria itu memeluknya tubuh pria itu semakin mengurus dan tak terawat. Padahal baru 2 minggu mereka berpisah. Jika ia memutuskan berceria, apa pria itu masih bernafas di dunia ini? Entahlah mungkin pria itu memutuskan untuk mati.

Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan menghilangkan pikiran buruk tentang suaminya itu. Ia tak ingin pria itu pergi dan membiarkan kedua anaknya tumbuh tanpa sosoknya, jika pun nanti akhirnya harus berpisah ia ingin kedua anaknya tetap merasakan kasih sayang kedua orang tuanya lengkap.

"Apa mama sama papa tau dia disini?"

"Tidak nyonya, tuan tidak memberi tau tentang kedatangannya kesini. Karena ia kesini untuk mencari dan menjemput nyonya."

Wanita itu pun memijat pelipisnya pelan, sungguh ia pusing. Bukan karena memikirkan kondisi sang suami saja namun juga efek dari kehamilannya itu.

"Kamu boleh pergi dan katakan pada temanmu untuk berhenti mencariku."

"Baik nyonya. Saya permisi." Pamit pria itu dengan menunduk hormat sebelum pergi.

Setelah kepergian pria itu, Rachel pun memasuki ruangan dimana suaminya di rawat. Ia pun menatap sendu saat netranya menangkap sosok yang kini tengah tertidur pulas di atas brangkar, sosok itu tampak begitu pucat dengan kantung mata menghitam dan pipinya semakin menirus dari terakhir mereka bertemu. Perlahan ia mengusap lembut surai pria itu yang di biarkan memanjang, tak pernah berubah jika bukan ia yang memaksa memotongnya maka pria itu akan membiarkan rambutnya tumbuh memanjang.

Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah sang suami dan mengecup lama kening itu. Bisa ia rasakan suhu panas sang suami membuatnya meneteskan air matanya hingga mengenai pipi suaminya.

Rᴀᴄʜᴇʟ's Lᴀsᴛ Sᴛᴏʀʏ (#SFS2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang