Cerita selow di setting seperti kehidupan nyata, drama menye-menye agak' lebay.
Enggak Frontal dan vulgar (ada Vulgar dikit sih)
Selamat membaca ~
____
Frustasi gundah dan bimbang yang aku rasakan menuntunku pergi menjauhi kampung halaman. Sudah cukup lama dan jauh aku berkendara lalu tiba di pusat Ibu kota dari propinsi yang aku tinggali. Berjumpa kawan bernama Dirgantara kami berbincang lama, dulunya dia sekolah satu kelas denganku dan juga teman baiku tetapi pindah sekolah. Kebetulan sekali aku bertemu dengannya dan diajaknya aku main ke rumahnya lalu aku bicarakan apa keperluanku.
Dirgantara berkata saat itu dia tidak ada info lokasi kerja. Aku lalu terus terang padanya kalau aku sedang ada masalah dengan keluarga dan sedang minggat dari rumah, tentu saja aku tidak mungkin bisa mengurus persyaratan masuk kerja.
"Oke... sekarang gua mau tanya dulu nih, lo mau gak kira-kira kalo kerja model apapun?" Kata dia.
"Mau" Jawabku.
"Kerja'an ini beresiko banget cuy, beneran lo masih mau?"
"Apapun itu, OKE! Kuli bangunan pun oke, gak masalah, asal gak mencuri aja bisa turun harga diri gua" Aku berusaha melucu dan tetap setuju, meski firasatku mengatakan kalau pekerjaan itu bukan pekerjaan baik-baik.
"Tolong janji jangan seret nama gua, jika terjadi sesuatu."
"Ya, gua janji" jawabku.
Dan semua itu benar seperti tafsiranku, aku seperti semakin terperosok kedalam dunia kelam yang lebih dalam lagi. Menjalani pekerjaan kotor--pengantar Narkoba beragam jenis golongan ke berbagai propinsi.
Uang yang didapatkan dari pekerjaan ilegal ini jumlahnya tidak main-main, tetapi resikonya juga tak main-main. Setelah kurang lebih 7 bulan lamanya aku menggeluti pekerjaan itu, Gembong utama/bos mafia Narkoba atau disebut (Bos kami) tertangkap polisi, sederetan anggota pengedar juga teringkus. Aku sendiri berhasil melarikan diri meskipun harus menyandang status buronan.
Aku kembali ke desa dan tempat singgah utamaku rumah Faisal yang mana rumah Faisal ini berbeda desa dan berjarak jauh dari rumahku.
"Lo kabur kemana selama ini, Fred?" Tanya dia saat aku baru saja duduk semasih dia menyuguhkan secangkir kopi untukku.
"Lo tau darimana kalo gua minggat?"
"Semua orang udah tau Fred, terutama semua orang di desa lo"
"Lo yang ngebeberin kalo gua berantem sama Faustin di rumah lo kah?" Tanyaku.
"Ngapain pula gua ngebeberin masalah orang? Gua denger beritanya udah sekitar enam bulan lalu saat belum lama lo berantem ama Faustin. Gua dengernya saat gua ikut nongkrong. Kata-katanya lo kabur dari rumah gegara berantem hebat ama Faustin"
Kejadian nyaris 8 bulan itu pun kembali terngiang dipikiranku
___
#Flashback on
Faustin adalah adik kembarku, Nama lengkapnya Faustin Eisig Hadar. Dan namaku sendiri Frederik Demitrio hadar, kami kembar Identik.
Sebelumnya kami sekeluarga hidup dalam damai dan sejahtera meskipun kami hidup di desa. Cukup berada dari segi harta benda, Ayah kami pak Hadar merupakan orang terpandang masuk kategori orang kaya.
Tetapi kejayaan itu hilang dalam sekejap mata ulah perbuatan kakak pertama Aryana. Entah apa yang Kakak Aryana lakukan hingga memiliki segudang hutang yang mengharuskan ayah kami turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Adikku
General FictionTiada pengalamanku bercumbu dengan seorang pria dan tiada pernah terpikir olehku bergairah dengan sesama pria, semua yang terjadi murni adanya. Sungguh muak kuakui ketagihan akan sensasinya, sesal kuakui mengapa harus terjadi dengan dia? ___ Homopob...