Eps, 11

1.4K 93 8
                                    

Faustin turun dari motor, langsung menyerangku

"Bangsat kau!"

"Tin, Stop Tin!"

"Brengsek!" Dia terus memukul dadaku tetapi seperti tidak bertenaga.

Dia tetap menyerang berakhir ku biarkan dia memukul sepuasnya, kedua tangannya mencengkram bajuku di bagian leher di angkat sedikit sampai aku sedikit menjinjit. Dibalik kemarahannya dan kata-kata kotor yang terlontar dari mulutnya dia juga masih menangis terisak-isak.

"Kenapa hah! Kenapa! kenapa seperti ini!"

"Tin..."

Dia lepaskan cengkraman dibajuku, sedikit menundukan kepalanya lambang suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, aku mau memeluknya tapi kemudian dia mendorong tubuhku hingga aku tersungkur ke tanah

"Tak usah sentuh aku!"

"Tin" Aku berdiri dia akan mendorongku lagi lalu aku menghalau serangannya dan kemudian ku tarik tangannya mendekat kudekap tubuhnya erat-erat.

Dia meronta-ronta hendak melepaskan, tangisannya pun semakin kencang. "Hiks, hiks, hiks kenapa Fred, kenapa! Kenapa hiks, hiks"

Kata-kata 'Kenapa' itu masih dia sebut berulang-ulang ketika sedang dalam pelukanku. Aku semakin memeluknya erat aku usap punggungnya dan sesekali ku mencium lehernya. Dia diam masih terus menangis didalam pelukanku.

"Jangan menangis Tin"

"Aku sangat menyesal!" Dia melepaskan pelukanku, mundur satu langkah

"Menyesal? Menyesal apa Tin?" Aku maju satu langkah.

"Menyesal telah lahir dari rahim yang sama denganmu" mundur lagi satu langkah

"Tin," aku maju kembali satu langkah

"Aku menyesal punya saudara kembar sepertimu!" Mundur seperti tadi

"Kalo kamu berkata seperti itu, aku pun menyesal Tin, andai aku bisa menentukan takdir sendiri aku ingin kamu bukan adikku, karena aku..."

"Cukup!" Faustin menampar pipiku.

"Tin,"

"Jangan jadikan aku cowok homo sepertimu!"

"Tin, aku samasekali gak punya pikiran seperti itu, aku gak homo"

"Udah jelas-jelas kau itu homo, anjing!"

"Aku gak homo Tin!"

"Lalu apa yang kau lakukan padaku kalau kau bukan homo!"

Aku diam beberapa saat, jika Faustin hanya sekedar laki-laki mungkin tidak akan sesulit ini untuk ku ungkapkan rasa aneh ini didalam hati, inilah kesulitan terbesarku, karena dia saudara kembarku sendiri.

Ketika Faustin mendorong dadaku lagi keraguan yang aku rasakan seketika lenyap di telan alam "KARENA AKU SUKA KAMU TIN, AKU CINTA SAMA KAMU!"

Faustin terpaku beberapa saat, memandang mataku silih berganti.

"AKU GAK TAU APA ITU HOMO, YANG AKU TAU AKU SUKA KAMU"

"Terkutuklah kami" Faustin berucap lirih sambil menyapu air matanya.

"Tin..."

"Kau itu laki-laki pencundang, suka menghilang tanpa kabar tidak mikirin perasaan orang fred!"

Rasanya hatiku seperti tersambar berjuta warna yang indah dimalam hari, apakah maksud Faustin selama ini merasakan sama seperti yang aku rasakan? Cinta, sayang, rindu, menginginkan tapi terhalang oleh perasaan bersalah, bimbang dan juga karena ruang, lingkungan dan status kami adalah family?

"Tin," Aku sangat semringah sekali.

"Kemana kau selama ini Fred, setelah berbuat lancang langsung menghilang, bangsat!"

"Ak-aku..." aku benar-benar kebingungan menjawab, yang aku tahu aku salah telah berbuat itu padanya lalu dia marah padaku dan mengusirku pergi.

"Bahkan dengan mudahnya kau melupakan janjimu sendiri"

"Janji?" Tanyaku bingung

"Kau udah janji mau beliin aku martabak telor kan?!" Dia mengusap-usap air matanya dan mengerucutkan bibirnya.

Itu... hei, itukan janjiku sebelum mengajak dia pergi 10 bulan silam dan dia ingat moment terakhir itu? Oh my God! Imut sekali woiiii

Hatiku benar-benar berbunga sekali, tak bisa lagi aku berkata-kata aku langsung memeluknya erat, kali ini kurasakan dia pun mendekap tubuhku.

Aku melepaskan pelukanku, satu tangan kiriku memegang pinggulnya tanganku lainnya menyentuh lembut dagunya, aku kecup bibirnya dengan mesra dan dia membalas kecupanku.

Setelahnya kami duduk berdua di gorong-gorong terdekat kami sambil menatap rembulan yang bersinar terang bersama-sama.

Aku mengambil satu batang padi yang tumbuh segar di sawah itu.

"Sini kemarikan tanganmu" pintaku

Dia menuruti, kemudian ku lilitkan satu batang padi itu di jari telunjuknya membentuk cincin yang melingkar.

"Apa ini?" Dia senyum melihat tingkah yang ku lakukan.

"Kelak nanti aku ganti dengan cincin asli"

Dia senyum-senyum melihat cincin batang padi itu setelahnya kembali mendongak kepala menatap rembulan malam yang bersinar indah di malam ini.

____

Author
Kedepan akan ada pov Faustin dan akan dijelaskan di ending dibalik mengapa ada Pov Faustin.

Oh AdikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang