Eps, 16

1.1K 81 5
                                    

#Faustin Pov

Aku terlalu gengsi untuk ngomong duluan dan dia terlalu gak peka buat ngerti apa mauku, haruskah sekarang aku yang memulai duluan?Sepertinya No! Gengsi adalah bagian dari hidupku, aku tidak ingin terlihat sangat membutuhkannya, aku ingin dia-lah yang membutuhkanku.

Lagipun dia yang menjadikanku gay, dia bejat telah merubahku menjadi masokis seperti ini.

"Mau kemana lagi Fred? Kok rapih banget" Tanyaku ketika sudah jamnya selesai kerja bahkan menjelang malam, 17:45

"Johan ngajakku ke pancoran" Jawab dia

"Mau ngapain mengajakmu?"

"Mau meeting sama kontraktor di gedung... alah namanya gedung apa pula aku malah lupa. Lumayan loh Tin, kontraktor yang di temuin ini kenalannya para Ceo2 yang punya..."

"Udahlah Fred" aku potong perkataannya.

"Kenapa harus ngajak kamu, kan ada Juan adiknya dia atau Jonathan" lanjutku.

"Tin, justru ini kesempatan aku buat nambah kenalan dengan orang-orang penting begini, dengan begini nantinya memudahkanku terhubung sama para kontraktor secara langsung Tin, jika aku semakin di kenal dengan orang-orang ini nantinya mudah saat kita udah buka usaha sendiri, ini kesempatan emas Johan udah percaya sama aku dan mengakui kinerjaku Tin"

Tuh kan, kerjaan terus yang dia bahas.

"Ya tapi kan katanya tadi siang kamu mau nemenin aku ke bekasi Fred!" protesku, seminggu kami kerja si Bos mau memindahkanku di usaha milik anak pertamanya bernama koko Devan, di bekasi. Usaha yang masih kategori merintis.

"Iya, tadi siang aku belum dikasih tau sama Johan, ini barusan belum lama dia ngasih taunya ke aku, nanti sepulang meeting biar aku minta Johan bablasin ke bekasi ya Tin, aktifin WA mu nanti aku kirim foto atau Video aku disana" Kata dia.

Entahlah, aku kesel banget sama Frederik, urusan kerja terus yang dia obrolin. Bahkan dia samasekali gak ngerti perasaanku saat ini!

"Tin"

"Hum"

"Kamu sudah makan belum?"

"Kenapa memangnya?"

"Ya ampun... orang di tanya kok malah nanya kenapa. Aku mau ke warung padang, kamu mau ikut gak? Atau mau aku beliin bungkus? Atau kamu mau nitip beliin apa?"

"Gak!"

"Kamu kenapa sih Tin?"

"Kenapa apanya" Balik tanyaku, sumpah aku tuh kesel banget sama orang yang gak pekak begini!

"Kok bahasanya kayak nyolot sih Tin, kamu marah? atau ada apa?" Tanya dia

Seneng sih aku ditanyain begini, tapi aku gengsi dong? aku ingin dia terus ngejar aku dan menganggapku paling spesial dan mengunggulkan aku dari segala apapun.

"Enggak kenapa-kenapa, yaudah sana pergi!"

"Tin, Faustin!" dia manggil-manggilin aku, bodo amat lah aku tinggalin aja dia naik ke lantai atas, nanti juga dia bakal ngejar aku ke atas.

Lantai atas buat tinggal semua Staff dan tidurnya bareng-bareng. Dari sini lah gak ada kesempatan sedikitpun buat bermesraan. Sebenarnya bisa aja sih dimanapun mah bisa bermesraan, tapi dia-nya oon banget, kerja mulu yang dipikirin! Dia bilang sih mau ngekost tapi nanti nunggu satu-dua bulan biar uangnya kumpul dulu.

Begini ya rasanya ngarep sama orang yang hatinya gak peka' aku tuh butuh sentuhan aku butuh perhatian dan disayang, dulu aja dia semangat banget tanpa izinku lancang ngewein aku, sekarang apa huh?

Dia perhatian sih perhatian, tapi kalo gak mau anu lagi sakit banget tau rasanya. Jika diibaratkan aku menjadi seorang istri, aku adalah istri yang gak dikasih jatah nafkah batin. Akh! Sebel banget aku!

Setelah lima belas menit kemudian...

"Tin," dia memanggilku dari anak tangga, bener kan dia ngejar aku ke atas, emmm... sudah kuduga!

"Loh katanya beli makan? Mana makanannya?" Tanyaku, aku gak lihat apapun di tangan dia.

"Aku mau jalan sekarang, Johan udah nunggu di bawah tadinya aku mau cari makan dulu, eh dia keburu dateng" kata dia.

"Yaudahlah sana pergi aja!"

"Tin" dia ngeliatin aku yang masang muka kesel, karena emang aku tuh kesel!

"Apa?!" Jawabku

"Aku berangkat dulu"

"IYA! kan Aku udah jawab iya" jawabku.

"Ya ampun Tin..."

Mampus kau! muka dia sekarang terlihat lesu banget, makanya pekak dikit dong jadi orang.

____

Tiga puluh menit kemudian koko Devan yang nyamperin aku di lantai atas.

"Tin,"

"Ya ko"

"Yuk berangkat"

"Oke ko" Aku ngambil ransel berisi sedikit pakaianku kemudian datang ke koko. Dan saat diperjalanan kami saling ngobrol-ngobrol. Koko Devan orangnya ramah dan ganteng banget, badannya juga kayak atletis bagus banget bikin aku yang udah homo ini sebenarnya meleleh ngeliat dia.

"Mana abangmu Derik?" Tanya dia.

"Tadi pergi sama Ko Johan"

"Oh, iya tadi Johan bilang mau ketemu kontraktor, ngajak Derik toh" kata ko Devan.

"Iya ko"

"Kamu udah makan belum?"

"Belum ko"

"Yaudah ayuk makan dulu"

Ko Devan ngajak aku mampir makan di resto. Baik banget sih ko Devan inih... uuhh beda banget deh sama Big Boss yang perhitungan banget soal duit!

Setelah selesai makan lanjutin lagi perjalanan, tak seberapa lama sekarang udah sampai di tempat tujuan, maklum lah Jakarta Timur dan kota bekasi hanya 30 menit kalo gak macet.

"Kamu urus sendiri kamarmu di lantai dua ya Tin, ada kasur dan sepreinya juga kok" kata ko Devan sesudah turun dari mobil dan membuka Folding gate.

"Ya ko, disini berapa karyawan ya ko?" Basa-basiku.

"Dua, kamu sama Joko, dia ngontrak gak jauh dari sini sama anak istrinya"

"Oh ..."

Setelahnya aku naik ke loteng, beberes tempat tidur sampai satu jam lebih, sempat tiduran beberapa saat, aku lihat banyak sekali notifikasi WA dari Frederik, sengaja aku biarin gak mau aku buka biar dia kepikiran sama aku!

Aku turun ke lantai bawah lagi buat buang air kecil, karena kamar mandi hanya ada satu di lantai bawah dibelakang ruang kantor yang hanya dimodifikasi sekat kaca tembus pandang.

"Eh" aku kaget saat ngeliat koko Devan sedang kencing pintunya gak di tutup. Dia berbalik badan ke arahku dan aku pun melihat penisnya yang belum dia tutup dengan celana.

"Ak-aku mau kencing ko" Permisiku, tetapi dia diam saja melihatku sambil megangin penisnya yang ku lihat lama kelamaan tegang membesar.

Dia tidak menjawab perkataanku langsung menutupi penisnya dengan baju tanpa ngancingin celana lalu jalan pergi, aku pun masuk kedalam kamar mandi untuk kencing. Saat masih kencing aku dengar suara folding gate di tutup dan di kunci.

Entah mengapa hatiku tiba-tiba rasanya mulai gak enak.

"Ah, mungkin suara dari ruko sebelah" pikirku.

Selesai kencing aku mau naik lagi ke lantai atas.

"Tin," koko Devan memanggilku dari ruang kantor bersekat kaca yang sedang terbuka pintunya.

"Ya ko"

"Ke sini"

Oh AdikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang