Eps, 9 🔞

4.8K 115 4
                                    

Suara Faustin terdengar cemas mengira burung murai milikku hilang di curi orang. Tak lama kemudian dia nongol berdiri disebelah tumpukan bata merah melihat ke arahku. Raut wajahnya terlihat kaget saat melihatku.

"Tin," aku senyum menyapanya.

Dia tidak membalas sapa'anku kemudian mundur-mundur masuk rumah lagi. Aku mengikutinya masuk rumah, pertama-tama ku gantung kandang burung di tempat semula, kemudian mencuci tangan di wastafel sebelah kamar mandi.

Selesai mencuci tangan, aku berpapasan dengan dia ketika aku sedang berbalik badan.

Dia telanjang dada tak berbusana, hanya memakai celana kolor pendek saja beserta satu handuk terselampir di pundak kirinya. Sungguh mata dan pikiran ini tidak singkron dengan hati, yang mana mataku sulit berpaling dari pemandangan indah tubuhnya.

"Mau mandi?" Basa-basiku

Dia masih mengacuhkanku tetap akan masuk ke dalam kamar mandi, ku coba meraih pergelangan tangan lalu dia mengibaskan.

"Kamu masih marah sama aku, Tin?"

Dia tidak menjawab pertanyaanku.

"Tin, gimana kabarmu?" aku memegang tangannya lagi

"Apa'an sih!" lagi-lagi dia mengibaskannya lagi.

"Tin, maafin aku" aku senggol prihal kejadian 10 bulan silam.

Namun bukan maaf yang aku dapatkan, tetapi tamparan-lah yang kudapatkan. Apabila hanya Satu kali mungkin tidak akan ku permasalahkan, tetapi dia membubuhi dorongan dan tinjuan di dadaku sampai aku mundur hampir tergelincir ke belakang.

"Faustin!" Teriakku

"Apa hah apa!" Faustin balas teriak

Apabila kebanyakan saudara kembar Sifatnya bertolak belakang, lain hal-nya diantara kita berdua yang nyaris sama prihal emosi. Aku mendorong tubuhnya sampai dia masuk kedalam kamar mandi, lalu aku nyusul masuk dan pintunya aku kunci.

"Fred!!" Dia melotot berusaha berdiri.

Rasa bersalah, rindu, marah, bertumpuk menjadi satu didalam benakku. Seakan niatku pulang untuk meminta maaf menghilang bagai butiran debu. Aku membungkuk lalu mengecup bibirnya. Dia tidak terima, mendorong dadaku kemudian meludahiku

"Cuih! Bajingan tengik kau!" Dia mengumpat membuat kemarahanku meledak, seakan apa yang dia ucapkan ingin segera aku lakukan.

"Bajingan kau bilang?" Aku menghantamnya berulang-ulang lalu kutarik tangannya sampai dia berdiri dan ku membekuk kedua tangannya ke arah belakang.

"Aaarggghh Fred!" Dia menjerit kesakitan, bergarak berusaha melawan lalu ku tekan kuat tubuhnya di dinding, kedua tangannya kucengkram dengan satu tangan sementara tanganku lainnya melucuti celana.

"Fred! Frederick! Ah Bajingan kau Fred! Lepasin Anjing!" Dia terus meronta-ronta

"Kau tahu seperti apa tersiksanya aku atas rasa bersalahku padamu Tin?" Ku berkata pelan didekat telinganya.

"Lepasin bajingan!" Dia masih terus mengumpatiku.

"Aku sedang meminta maaf padamu!"

"Gak usah ngomong apapun bajingan!" dia menggilas kakiku berkali-kali.

Dengan responnya yang begini mambuat Napsu birahi, amarah dan sakit hati bercampur menjadi satu didalam benakku hingga kembali ku tak peduli Faustin siapaku.

"Aku sedang meminta maaf, Kau malah ngatain aku bajingan?" Ku putar tubuhnya menghadapku kemudian ku cekik lehernya kuat-kuat kemudian bibir manisnya ku lumat-lumat.

Oh AdikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang