Selain mempertanyakan kabar ibu melalui dewi, selebihnya aku tidak pernah menanyakan kabar Faustin dengan segala kronologi keluarga barunya meskipun sebenarnya hati kecilku sangat ingin mengetahui semua hal tentang dia. Ku cari-cari sendiri info tentangnya melalui berbagai media sosial, tetapi nampaknya Faustin sudah tidak menggunakan IG, FB, TT dan media sosial lainnya.
Usahaku disini lancar dan mulai merambah partai besar hingga puji syukur aku berhasil membeli hunian sederhana dan juga dua mobil. Satu pribadi satunya lagi mobil kerja/Pick up dan beberapa motor di tarok toko dan juga aku menanam saham dibeberapa usaha kawan.
Bisa dikatakan aku telah menjadi Bos muda tapi minusnya aku kurang bisa mengontrol keuangan. Sering menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak terlalu diperlukan.
Banyak sekali candaan teman-teman dan para karyawan dengan berkata "Masih bujangan saja sibuknya melelebihi para bapak-bapak yang beranak banyak, emangnya duit yang dikumpulkan mau buat apa? dan buat siapa?"
Aku tidak menggubris apapun perkataan orang walaupun itu benar adanya. Karena semua ini bagian dari konsekuensi atas keputusanku sendiri.
Telah memiliki usaha yang berkembang otomatis pergaulanku disini pun luas. Tetapi soal urusan hati masih belum ada perubahan tetap kosong seperti mati rasa. Sebenarnya sudah berulangkali aku mencoba menepis rasa kesepian dengan berkenalan dengan perempuan, tapi hatiku masih belum bisa terbuka. Dan mencoba membuka hati ke sesama jenis pun masih belum bisa juga.
Soal kebutuhan biologis? sstt... tentu saja cuma tangan doang yang jadi lampiasan, hehe.
Didalam hatiku yang kosong ini masih tetap di huni Faustin dan Faustin. Aku sangat merindukan dia tetapi aku juga dilema oleh perkataan dia yang tersemat dipikiranku (Aku tidak ingin melihatmu lagi)
Hingga pada suatu hari ketika aku sedang putar otak bakal menginvestasikan uangku dalam bentuk tanah, muncullah keinginanku untuk membeli tanah di perkampunganku.
___
Bergegaslah aku pulang kampung dengan mengendarai mobil sendiri. Ketika sudah menjelang sampai di desaku, hatiku masih maju-mundur-maju-mundur dilema. Karena Insiden terakhir itu membuatku sangat ragu bertemu Ibu. Ya, Aku masih ragu-ragu untuk bertemu Ibu.
Akhirnya aku memutuskan mampir di rumah kawan lamaku Faisal terlebih dahulu, barangkali aku mendapat info dari Faisal soal jual-beli tanah dan juga tentang Faustin. Soalnya daridulu Faisal super update soal info.
"Wah, elo Fred? apa kabar lo?"
Faisal menyambutku bersama dengan istrinya yang sedang hamil tua. Dan keputusanku mampir di rumah Faisal tidak sia-sia karena Info pun ku dengar darinya setelah sudah ngobrol panjang lebar dengannya.
Faisal berkata bahwa Faustin saat ini tidak berada di rumah ibu maupun dirumah mertuanya. Justru istri-nya Faustin-lah yang tinggal dirumahku bersama ibuku. Istri-nya Faustin sudah tidak memiliki ibu.
Dan keberadaan Faustin sekarang sedang merantau ikut ayah mertuanya mengurus perkebunan Karet, lada dan kopi di daerah pegunungan.
Dan, rupanya ayah mertua Faustin adalah adik dari pak Abrasya. Yang mana pak Abrasya adalah ayah-nya Jordy yang telah mati olehku saat itu. Pak Abrasya dan adiknya tersebut alias mertua-nya Faustin merupakan sahabat terbaik mendiang ayahku.
"Oalah.. Jadi mertuanya Faustin tuh pak Adrian adiknya pak Abrasya?" Aku cukup terkejut mendengarnya karena baru tahu.
"Iya Fred. Lo gak nyangka juga kan? dulu lo ngebunuh Jordy gegara Faustin ribut sama Jodry. Eh, sekarang Faustin menikahnya malah sama sepupunya si Jordy."
Ya, Kasus kriminal yang telah kulakukan sampek menghilangkan nyawa Jodry dahulu telah ditutup oleh Pak Abrasya, karena beliau sahabat terbaik mendiang ayahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Adikku
General FictionTiada pengalamanku bercumbu dengan seorang pria dan tiada pernah terpikir olehku bergairah dengan sesama pria, semua yang terjadi murni adanya. Sungguh muak kuakui ketagihan akan sensasinya, sesal kuakui mengapa harus terjadi dengan dia? ___ Homopob...