Eps, 5

1.5K 93 1
                                    

Tak pernah melihatnya selama hampir 10 bulan fisik Faustin sedikit ada perubahan, Body-nya bertambah berisi, memakai kaos oblong dan celana Parka warna putih tulang terlihat Fresh dan tampan, tetapi mata sialan ini malah lebih fokus melihat ke arah bokongnya lebih semok daripada dulu.

"Darimana mau kemana nih Sal" basa-basi Faustin pada Faisal, sesekali menoleh ke arahku.

"Habis maen tempat kawan, itu burung murai punya lo Tin?" Pertanyaan basa-basi dari Faisal seakan mewakili keingintahuanku tanpa aku minta.

"Burung punya Frederik. Mampir ke rumah gih ngopi-ngopi, ngapain pula duduk disini gak gerah emang?" ajak dia, meski sifat dia sama sepertiku tetapi dulu Faustin tidak seramah ini. Gaya bicara yang dia pakai Sekarang mirip sekali dengan gayaku. Dan, aku bahagia sekali dia masih mengingatku bahkan sudi mengurus burung peliharaanku.

Terlintas dipikiranku Faustin telah memaafkanku, ingin sekali aku melepaskan helm ini dan menyapanya, tetapi aku tidak ingin gegabah dan membuat masalah.

"Makasih, lain waktu gua mampir Tin. Ni motor abis kehabisan bensin lalu ngisi bensin di warung ini." Kata Faisal

"Ini kawan lo?" Faustin bertanya pada Faisal, mengunjuk jari ke arahku sembari bertanya langsung padaku "Orang mana bang?"

"Terbanggi" jawaban Satu kata yang aku ucapkan, Faustin langsung melihat keseluruhan tubuhku kemudian berpamitan

"Gua tinggal balik dulu Sal, mau nganter emak kondangan" Katanya.

"Oke sip" Jawab Faisal.

Wajah Faustin sama sepertiku tentunya aku sangat bisa membaca gelagatnya. Gelagat itu adalah gelagat ketika mengetahui sesuatu. Ya, dia pasti tau ini aku Frederik, abangnya.

"Fred, gua ngerasa Faustin tau kalo ini elo deh Fred"  Bisik Faisal.

"Balik yuk" Aku mengalihkan pembicaraan sambil ku nyalakan mesin motor.

Rasa puas dan lega cukup kurasakan setelah melihat Ibu dan Juga Faustin kondisinya sehat dan baik-baik saja.

___

Sepulang dari mengintai rumah dan sudah kembali lagi di rumah Faisal kurang lebih pukul 15:00. Ku tengok-tengok barang peninggalan mendiang kakek Faisal didalam gudang.

"Badik ni punya siapa Sal?" Tanyaku.

"Kakek"

"Keren, gua pinjem ya?"

"Ambil aja kalo lo mau"

"Beneran?"

"Ya bener lah, udah karatan dan gak kepakek juga kok" kata Faisal.

Mayoritas (walau tidak semuanya) para pemuda didesaku selalu membawa badik/sajam disisipkan diantara ikat pinggang dan selalu dibawa kemanapun mereka pergi. Badik milik mendiang kakek Faisal itupun aku asah sampai mengkilap dan tajam kembali.

"Sal, mancing yuk" Ajakku.

"Males ah" Faisal sibuk mainan hape.

"Gua pengen ikan"

"Kenapa tadi pagi kagak bilang kalo lo pengen ikan, kan bisa gua bawain sepulang dari pasar"

"Pengennya sekarang bukan tadi pagi. Yuk mancing" aku sambil mengambil gagang pancing yang ada diantara barang-barang lain didalam gudang tadi.

"Kemana mancingnya? Ke Pemancingan? Daripada ke pemancingan mah mending langsung beli ikan kiloan Fred, gak ribet"

"Ah elah... gua juga tau, maksudnya biar kita sekalian main, yuk!"

"Oke deh" Faisal setuju lalu kami langsung berangkat kesana.

Tempat mancing yang kami tuju bukan sungai bukan pula tempat pemancingan melainkan danau buatan bekas galian marmer. Pemandangan bagus dan sejuk, di atasnya danau itu kebun sawit tetapi tertata sangat rapih dan indah. Dijadikan tempat rekreasi ala kadarnya oleh para anak-anak muda lebih gamblangnya disebut (tempat pacaran) dan juga terkadang dijadikan objek haiking oleh anak-anak Pramuka. Tetapi minusnya... tempat itu dijadikan para preman untuk malakin orang dan dijadikan tempat  terasik untuk nge tho the we alias ngewe

Oh AdikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang