“Pak Haga tidak punya saudara bernama Kania, Non. Bahkan Pak Hagantara juga tidak mempunyai saudara setahu saya. Soalnya sejak beliau memperkerjakan saya di sini, saya tidak pernah melihat kerabat dari Pak Haga datang ke sini selain Nona Azalea.”
Sederet kalimat dari salah seorang asisten rumah tangga dan sekaligus penjaga rumah lama Hagantara itu bergema nyaring di dalam kepalanya. Pernyataan mengenai Kania yang disangkal oleh perempuan paruh baya itu sebagai sepupu jauh suaminya membuat perasaan Azalea mendadak berdegup ketika sebuah dugaan mampir di dalam benaknya.
Hagantara, lelaki itu nyatanya telah berbohong kepadanya. Yang mungkin saja masih ada sesuatu yang lelaki itu sembunyikan lebih dalam darinya.
“Aku enggak tahu masih ada berapa banyak lagi kebohongan-kebohongan yang kamu sembunyikan dariku hingga hari ini, Haga,” ujarnya dengan suara yang terdengar kecewa.
Di tengah keresahan itu kemudian terdengar dentuman petir yang mulai menyambar dari atas sana. Azalea mendongak, netranya menatap langit yang tampak kelabu.
Lalu, ingatan itu bergejolak, mendobrak kuat dari persemayaman sementara yang telah terkubur di dalam ingatan lamanya. Yang kemudian memunculkan sebuah memori kilas balik tentang hari itu. Memori mengerikan yang berusaha ia kubur dalam-dalam di dalam kepalanya.
“Sepertinya kamu menginginkan aku untuk selalu mengingat kejadian tentang hari itu, Dinara.”
Kala itu, adalah satu hari yang sama seperti hari ini. Langit mendung mengepung, awan kelabu dan gelap, menggantung hitam mengalungi lautan atas. Lalu, angin yang bertiup bergerak lebih kencang dari kemarin, dingin dan mencekam.
Kemudian bau basah mulai tercium, aroma petrikor telah datang sebagai pertanda gerimis mulai tiba. Persis seperti hari itu, satu hari yang telah menjadikan tragedi di empat tahun yang lalu.
Sejak saat itulah hujan tidak lagi menyenangkan baginya, semuanya berubah menjadi menakutkan setiap kali rintik-rintik air itu mulai berjatuhan. Ingatan-ingatan menyakitkan tentang hari itu akan kembali hadir ketika gerimis itu tiba. Hujan yang ia sukai tidak lagi ia tunggu kehadirannya. Dan Azalea telah membencinya.
Azalea menunduk, matanya memanas. Perempuan itu telah menangis diam-diam, tanpa suara, dan isakannya telah teredam samar dibalik indahnya irama rintik hujan sore hari.
“Dinara, aku akan datang kepadamu. Aku akan mengunjungimu kamu sesuai janjiku dulu,” ujarnya dengan suara yang mulai terdengar patah-patah.
°°°
Suara musik yang saling beradu terdengar nyaring memenuhi seluruh penjuru ruangan. Lampu-lampu disko tampak menyala-nyala mengikuti irama lagu. Kemudian bau alkohol yang bercampur parfum dan keringat menjadi aroma khas dari tempat haram ini yang selalu lelaki itu kunjungi setiap kali dirinya merasa agak kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH : Rain In Paradise (END)
General FictionIni tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dalam hubungan mengerikan bersama Hagantara. Atau ini tentang Hagantara Kalandra yang telah kembali. Hag...