Hari masih gelap ketika bagaskara belum datang untuk menjamah kepada semesta. Jakarta sebelum pagi nyatanya terasa sangat menenangkan. Tidak ada lalu lalang kendaraan yang melintas. Tidak ada polusi yang muncul menghalangi pandang. Dan semua terasa menyenangkan ketika kuda besi itu melintas membelah jalan tol menuju provinsi Banten.
Kemudian, di sebelahnya ada Azalea yang terdiam menatap jalanan. Sepasang netranya yang sipit memandang langit-langit gelap yang terekam dalam jarak pandang itu. Tak ada sepatah kata yang tercipta di antara keduanya. Dan Hagantara memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat sembari menikmati setiap detik yang terlalui bersama istrinya kali ini.
“Kita sampai sana jam berapa?” Suara itu pada akhirnya mampu memecah keheningan.
“Mungkin sekitar jam tujuh.” Perjalanan menggunakan mobil memakan waktu sekitar tiga jam. Mengingat hari masih pagi, sepertinya mereka akan sampai lebih cepat daripada yang tertera dalam google maps.
“Kenapa? Kamu ngantuk, ya?” Hagantara tahu bahwa Azalea hanya tidur sebentar tadi malam. Istrinya itu baru terlelap dua jam sebelum ia kembali terbangun untuk bersiap-siap.
Gelengan Azalea membalas pertanyaan dari Hagantara. “Enggak kok. Ngantuk dikit doang.”
“Ya sudah kamu tidur saja. Nanti kalau sudah sampai aku bangunin kamu.”
Azalea tidak memberikan jawaban, namun kelopak matanya yang semakin lama semakin menutup memberi tanda bahwa perempuan itu benar-benar terjatuh dalam lelap untuk sejenak.
Sementara itu pikiran Hagantara kemudian beranjak pada kejadian kemarin.
Kemarin ia merendahkan tubuhnya di hadapan perempuan paruh baya itu. Menundukkan kepala dalam sembari mengucap kata maaf berkali-kali. Memohon ampun ketika ia dengan teganya menjadikan Kinara pelarian semata di kala hatinya menyimpan patah yang teramat dalam. Dengan mengumbar janji yang kemudian ia patahkan karena ia mengingkari janji itu sendiri. Meninggalkan Kinara ketika ia tak lagi membutuhkan kehadiran perempuan itu.
Tentang kematian Dinara Ayudia, ia juga memohon ampunan atas semua yang telah menimpa gadis malang itu.
Harim Kusuma Wardhana pada awalnya datang untuk menjebak Azalea di sebuah gedung tua malam itu. Ia yang menjadi musuh Adrian Hafnan Atmaja berniat menghancurkannya melalui putri satu-satunya itu.
Lalu hal yang tak disangka terjadi. Azalea meminta bantuan kepada Dinara untuk menemaninya datang ke sana hari itu. Namun, naas bagi Dinara. Karena ia yang datang terlebih dahulu daripada Azalea harus mengalami sesuatu yang seharusnya itu tertuju kepada Azalea.
Dalam gelap tanpa cahaya kala itu, anak buah Harim Kusuma Wardhana mengira bahwa gadis itu benar-benar Azalea. Yang kemudian mereka segera menyeretnya masuk ke dalam sebuah ruangan tua yang cahayanya berpendar remang.
Dinara juga tak memberontak sama sekali. Gadis pendiam itu hanya bisa terisak tanpa mau mengatakan bahwa ia bukanlah target yang mereka inginkan.
Kali ini napas berat Hagantara terembus berat. Memutar kalimat demi kalimat yang masih terekam dalam ingatan. Ketika Dean Mahesa mengatakan hasil penyelidikannya pada malam itu. Dan ia masih sangat mengingat dengan jelas tentang semuanya. Semuanya...ketika ia menyaksikan tubuh Azalea terkulai tak berdaya di atas brankar rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH : Rain In Paradise (END)
Fiksi UmumIni tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dalam hubungan mengerikan bersama Hagantara. Atau ini tentang Hagantara Kalandra yang telah kembali. Hag...